Bukan lagi mendung yang gelap, melainkan langit cerah yang terang benderang. Seolah tak ingin membuat langit untuk terus menerus menjatuhkan air matanya.
Bruk!
"Akh! Siapa yang meletakkan-" Belum selesai mengucapkan kalimatnya sudah dibungkam lebih duhulu oleh judul buku yang baru saja menimpa kepalanya.
Dandelion
Mungkin menurut orang-orang makna judul buku ini bukan hal yang perlu di telaah, tapi hal ini tidak berlaku padanya. Mana mungkin seseorang yang sudah lama belajar mengenai kehidupan manusia dapat dengan mudah meninggalkan harta berharga di depannya.
"Oke, penulis disini bernama H.R. Dicetak pada tahun 2021, dan tidak ada sinopsis. Kuharap ini tidak membosankan untuk di telaah, karena aku membacanya dengan cuma-cuma."
Lembar pertama dibuka, Pembaca terbelak baru juga halaman pertama sudah diperlihatkan bagaimana kejamnya perlakuan yang dilakukan orang tuanya kepada sang tokoh utama. "Ini gila,"
..
Sakit, sebuah kata menggambarkan bagaimana keadaan bocah malang itu. Meringkuk dibalik selimut, dengan bercak darah menempel dimana-mana. Terus menangis berusaha mengurangi rasa sakit yang baru saja diterimanya.
Di depan pintu kamar berdiri seorang pemuda berparas rupawan yang baru saja pulang dengan keadaan hampir sama seperti bocah tadi. Namun ada sedikit perbedaan, walaupun mereka sama-sama memiliki bercak darah tapi sang pemuda bukan pulang dengan bercak darahnya melainkan milik orang lain yang baru saja di hantam habis-habisan olehnya.
"Hei! Jika kamu terus menerus seperti itu kamu tidak akan bisa melawan sampai dewasa nanti, Halilintar!"
Pembaca atau penelaah bergumam mengerti bahwa tokoh utama bernama Halilintar yang berumur 5 tahun.
Pemuda tadi bergerak mendekati Halilintar, memberikan pelukan erat. Tak lupa sebuah berubahan kecil dibalik pelukan hangat, "Jadi dewasa seperti dandelion adalah pilihan terbaik untukmu, Hali." berbisik dengan suara lembut sebelum melepaskan pelukan. Halilintar hanya bisa diam mendengarkannya, bertingkah polos seolah tidak mengetahui apa yang pemuda itu katakan.
Pemuda mendekati meja belajar, membungkukkan tubuhnya menyamai tinggi tempat dimana kotak p3k berada. Kembali mendekati Halilintar untuk mengobati adik sulungnya, setelahnya berpamitan pergi, "Jaga dirimu, Hali."
..
Pembaca terdiam, dia mengerti banyak kegiatan aneh, dilakukan anggota keluarga dalam cerita ini. Mulai dari orang tua Halilintar yang melakukan kekerasan pada dirinya sampai Abangnya yang membisikkan hal-hal aneh. Sungguh, ini bukan cerita yang cocok untuk di baca manusia berakal pendek.
Dari pada larut pada awalan kurang enak dibaca, pembaca lebih memilih untuk melanjutkan cerita pada bagian tengah. Tepat pada halaman 66.
..
Bukti kebodohan manusia zaman sekarang adalah selalu menjawab semua pertanyaan, menceritakan semua yang dilihat atau didengar, dan menyebut apa yang dia ketahui.
Terjerumus dalam rumus 'apa yang kamu lihat, itu yang kamu katakan.' sedangkan masih banyak yang belum kamu ketahui dari apa yang kamu lihat.
Masuk kedalam rumah seseorang, melihat dan dengar apa yang ada didalamnya. Kemudian seenaknya mengatakan apa yang dilihat kepada banyak orang.
Belum pernah kah mendengar ini? Masuklah ke rumah orang lain dalam keadaan buta dan keluarlah dalam keadaan bisu. Ini adalah sebuah perumpamaan, bahwa sebaiknya kekurangan-kekurangan yang tuan rumah miliki, tak perlu orang lain ketahui.
KAMU SEDANG MEMBACA
•Maaf! Merepotkanmu•
Fanfic[TAHAP REVISI (?)] TAMAT || REVISI Halilintar : Menjadi kakak tertua itu berat. Taufan : ... Maaf kak Gempa : Maaf, Kak Hali aku tidak bisa membantumu. Blaze : A-aku paling banyak merepotkanmu kak. Ice : Maaf. Thorn : Th-Thorn hiks.. minta maaf...