"Hali dirumah ya. Jaga rumah. Kami keluar sebenar. "
"Hm.. " bocah berusia 6 tahun itu ditinggal sendiri dirumah. Sedangkan orang tua dan kembarannya yang lain keluar untuk bersenang-senang.
Dia- Halilintar menatap kepergian saudaranya dari dalam jendela. Halilintar diusia belia sudah paham dengan apa yang terjadi padanya- dia istimewa.
"Kenapa aku tidak diajak? "-batinnya.
Langkah kecilnya menariknya menuju kamar tidurnya, dia merebahkan dirinya diatas kasur. Sudah kali ke 3 dia tidak diajak keluar rumah, entah apa alasan orang tuanya.
Dia bangkit dari kasur, berjalan ke arah meja belajarnya mencari sebuah buku tak lupa sebuah pensil. Tangan kecilnya nulis kalimat benci untuk keluarganya- ya walaupun hurufnya belum ada yang bisa dibaca dengan jelas, tapi bisa dimengerti bagaimana emosinya dia sekarang.
"Hiks. Hiks. Kenapa Hali tidak diajak?? Apa salah Hali?? Hali juga ingin bermain bersama adik-adik Hali. "
Air mata dari bocah imut itu akhirnya turun, menuruni pipi gebu yang membuat siapapun tidak akan tahan saat melihatnya secara langsung. Tak lama dia berhenti menangis karena mendengar bunyi gemuruh yang berasal dari perutnya-
"Hali lapar.. " melangkah menuju dapur, saat ada didepan kursi tangannya mencoba menaiki kursi itu.
"Hua... Sucah.. " setalah 10 menit dia berusaha akhirnya dia bisa menaiki kursi itu, tangannya membuka tudung saji. Kosong. Ya tudung saji itu kosong.
Halilintar kecil beralih dari sana, langkah kecilnya berjalan kembali menuju kamarnya. Menghitung domba supaya bisa tidur, supaya dia tidak mendengar perutnya yang meminta diisi makanan, "Hali lapar.. Hiks. Hiks. Hali lapar.. " menangis sampai dia tertidur pulas.
⋇⋆✦⋆⋇
Tin!! Tin!!
"Gempa!!! " seorang wanita berlari menuju tempat anak, jantungnya yang tadi berdegup kecang berlahan-lahan kembali normal, saat tau Gempa kecil baik-baik saja berada dipelukan si Sulung. Wanita itu mengangkat Gempa yang pingsan karena terkejut, dia segera beralih masuk bersama ke-5 putranya yang lain. Meninggalkan putra sulungnya yang mengamankan Gempa sampai si sulung terluka.
"Dek?! Gak papa kan?? " tanya sang pengemudi yang turun dari mobil. Si Sulung mengangguk, dia berjalan masuk sembari memegangi tangannya yang terluka. Saat sang pengemudi ingin membantunya si sulung akan menepisnya dan berkata- "aku bisa sendiri! "
Dia mamasuki rumah yang ia lihat adalah semua keluarganya yang mengerumi Gempa dengan raut khawatir, "Gempa.. Bangunlah nak!! "
"A-aku bagaimana? "- batinnya sembari berlalu dari sana.
Si sulung mencari sebuah gunting, itu akan dia gunakan untuk memotong perban. Bergerakannya terhenti saat tatapannya menatap lekat pada gunting itu- "bunuh saja dirimu menggunakan itu.. "
"Ya.. Hali mau bunuh diri Hali.. " Halilintar mengarahkan gunting itu kearah tepat pada jantungnya, dan-
Jleb!
"Akh!!!!!! " pemuda ber-iris ruby itu terbangun dari tidurnya, keringat dingin bercucuran ditubuhnya.
"Kak Hali?! Kau baik-baik saja?! " seseorang menatap pemuda itu dengan khawatir, dia berjalan mendekat kearah kakaknya- "jangan mendekat! " nafas pemuda itu beradu dengan detak jantungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
•Maaf! Merepotkanmu•
Fanfiction[TAHAP REVISI (?)] TAMAT || REVISI Halilintar : Menjadi kakak tertua itu berat. Taufan : ... Maaf kak Gempa : Maaf, Kak Hali aku tidak bisa membantumu. Blaze : A-aku paling banyak merepotkanmu kak. Ice : Maaf. Thorn : Th-Thorn hiks.. minta maaf...