Part 67

615 68 6
                                    

Ketika Achel membuka matanya dia dihadapkan dengan kakaknya yang tertidur dengan pulas. Posisi tidurnya membuat Achel merasa kasihan, karena Dhito bersender di ujung ranjangnya dengan mata yang terpejam.

Achel merubah posisinya menjadi duduk kemudian meraih kepala kakaknya untuk tidur di pahanya sedangkan Dhito tak merasakan apapun karena dia sangat mengantuk.

Kepala Achel tiba-tiba menjadi pusing kembali, ayolah mengapa sekarang menjadi lemah? Dia sangat tidak menyukai itu. Ia memukul kepalanya berulang kali tapi disaat hendak memukul kepalanya kembali ada sebuah tangan kekar mencegahnya melakukan itu.

Dhito. Kakaknya itu sudah bangun dan terkejut melihat Achel yang sedang memejamkan matanya sambil memukul kepalanya.

"Jangan dipukul terus" ujar Dhito. Dia pun duduk di samping Achel, ia meraih kepalanya untuk bersender di pundaknya.

Suhu tubuhnya masih panas, tidak biasanya Achel sakit melebihi satu hari. Biasanya dia akan langsung sembuh ketika sudah meminum obatnya dan istirahat satu malam.

"Kepala kamu sakit?" tanya Dhito.

"Iya"

"Gak usah sekolah dulu ya" ucap Dhito dengan lembut, Achel menggeleng.

"Gak mau, Achel mau sekolah"

"Achel, kamu lagi sakit"

"Ayolah bang, Achel pengen sekolah" keukeuh Achel.

Adiknya ini memang keras kepala, Dhito pun menghembuskan nafas pasrah. Sudahlah biarkan Achel sekolah daripada nanti dia menangis? Dhito yang akan susah.

"Ya udah" Dhito mengelus rambut Achel kemudian meraih ponsel yang ada di atas nakas menelfon seseorang disana.

"Raf, titip adik gue" ujarnya kemudian mematikan panggilan itu.

"Cuci muka, ganti pakaian terus sarapan"

"Ok" Achel beranjak dari kasurnya dan pergi menuju ke kamar mandi dengan tertatih-tatih karena kepalanya yang masih terasa pusing.

Dhito menatap adiknya itu khawatir, apakah nanti dia di sekolah akan baik-baik saja? Atau sebaliknya. Tidak, ada Raffi. Dia pasti akan menjaga adiknya itu. Dhito beranjak dari kasur Achel dan pergi ke kamarnya untuk bersiap-siap.

Setelah selesai mandi, Achel menatap pantulan dirinya di cermin. Wajah pucat pasi, bibir yang biasanya berwarna pink itu kini menjadi tidak berwarna.

Achel menggeleng, tidak. Dia tidak boleh lemah hanya karena penyakit sepele ini. Dia mengambil bedak dan mulai memoleskannya menutupi wajah pucat pasinya itu kemudian dia juga memoleskan liptint ke bibirnya itu agar sedikit berwarna.

Setelahnya ia mengambil tas yang ada di atas kursi kemudian pergi dari kamar menuju ke ruang makan karena keluarganya pasti menunggunya.

Saat sudah sampai di ruang makan, tempat itu kosong. Hanya ada makanan yang ada di atas meja, orangtuanya tidak ada mungkin mereka sudah berangkat kerja pagi-pagi sekali mengingat orangtuanya sekarang sangatlah sibuk.

"Lo ngapain disitu? Turun, makan" Dhito muncul dari dapur sambil membawa segelas susu.

Achel mengangguk kemudian turun dan duduk di samping kakaknya ikut memakan makanan yang ada di depannya. Sejujurnya Achel melihat semua makanan itu tak selera tapi karena paksaan dari kakaknya itu mau tak mau memakannya.

Lidahnya terasa pahit, nasi goreng yang biasanya dihabiskan tak tersisa oleh Achel itu sekarang masih tersisa banyak. Dia sudah tidak kuat lagi untuk makan.

"Gue anter" ujar Dhito kemudian menggandeng tangan Achel keluar rumah.

💀💀💀

Achelia [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang