Part 45

2.9K 120 1
                                    

Achel memarkirkan mobilnya di tempat yang seharusnya kendaraan berada kemudian ia turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam sekolah.

Berjalan di koridor sendiri tanpa ada seseorang yang menemani seperti biasanya. Jujur, ia belum terbiasa dengan situasi seperti ini.

Achel berhenti di depan pintu kelas dan secara refleks otakku memutar sebuah rekaman disaat Davin mengacak rambutnya dan memberinya kata semangat untuk belajar. Perlakuan yang biasa tapi membekas dalam otak.

Achel membuang pikiran itu dan melanjutkan langkahnya menuju ke tempat duduknya. Sama seperti kemarin kemarin, laci nya dipenuhi dengan coklat dan bunga tanpa es krim yang biasanya ia dapat saat membersihkan laci mejanya.

Achel mengeluarkan itu semua dan membagikannya kepada seisi kelas. Setelah laci mejanya bersih, Achel pun duduk dengan tenang dan bermain ponsel sembari menunggu bel masuk berbunyi.

Tak berselang lama, bel masuk berbunyi. Para murid mulai masuk ke dalam kelas mereka dan duduk di tempat mereka berada. Achel menatap bangku yang ada di sampingnya yang sudah diduduki oleh si empunya, entah sejak kapan.

"Kapan dateng?" tanya Achel.

"Udah daritadi"

"Kok gue gak tau"

"Ya iyalah orang lo daritadi liat hp mulu sampe lupa dunia" protesnya.

"Oh"

Setelah itu seorang guru wanita masuk ke dalam kelas Achel dan mulai mengajar.

"Hari ini ibu mau ngasih tugas buat kalian" mereka terkejut dengan ucapan beliau. Tugas? Ayolah ini masih terlalu pagi untuk mengerjakan tugas.

"Ah elah ibu mah gitu"

"Jangan tugas lah bu"

"Males ngerjain"

"Di pending aja dulu napa sih bu tugasnya"

"Gak usah tugas napa sih bu, percuma kasih tugas toh kita juga lagi dalam mode malas ngerjain"

"Bukannya kalian memang mode malas terus?" mereka diam, tak berani untuk berbicara lagi karena apa yang dikatakan beliau memang benar.

"Sudah jangan banyak protes dan jangan banyak bernego dengan saya, jika kalian bernego atau protes kepada saya maka tugas kalian jadi dua kali lipat atau bahkan tiga lipat"

"Hah?!" seru mereka serempak.

"Iye dah iye bu"

Akhirnya beliau memberikan mereka tugas, bukan satu tugas dengan lima atau sepuluh soal essay, bukan juga soal pilihan ganda melainkan soal essay yang bercabang. Cabangnya bukan dua atau tiga, melainkan lima sampai tujuh.

Coba kalian bayangin, satu soal dengan lima atau tujuh cabang dikali sepuluh soal, berapa totalnya? Banyak kan? Tapi untung saja ini bukan soal fisika, kimia, biologi, ataupun matematika melainkan soal ekonomi.

Setengah jam telah berlalu, sebentar lagi waktu akan habis dan belum ada yang mengumpulkan jawaban mereka ke depan.

"Dua menit lagi, kalau tidak ada yang mengumpulkan sama sekali maka saya tidak akan memberi nilai satu kelas"

"Lha? Kok gitu sih bu?" beliau tak menghiraukan pertanyaan dari murid tersebut dan malah sibuk membereskan buku dan memasukkannya ke dalam tas.

Achel berdiri dari tempat duduknya dan berjalan ke depan. Teman-temannya melihat Achel dan berbisik kepadanya untuk meminta bantuan, bahkan ada juga yang mencuri pandang lembar jawabnya.

"Udah selesai?" tanya beliau yang hanya Achel balas dengan sekali anggukan lalu kembali ke tempat duduknya.

Tak lama setelah ia duduk di kursinya, bel pergantian jam pelajaran berbunyi. Seisi kelas menjadi gaduh hanya untuk meminta contekan.

Achelia [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang