Sudah dua hari ini Snape tak ke rumah pohon, dia masih mengurung diri di kamarnya dan melakukan hobi membacanya. Walau beberapa kali Dash bilang kalau Olivia mencarinya, Snape masih tak punya semangat untuk bertemu Olivia. Rama juga berulang kali mengganggunya hanya agar dia keluar, tapi hasilnya nihil.
Hari ini hujan lagi, setiap hari begitu—aneh sekali kota tua ini. Snape samar-samar mendengar seseorang memanggilnya dari luar, dia melirik ke jendela. Ada Olivia dengan payungnya berdiri di bawah jendela kamarnya, melambai seakan-akan tak pernah terjadi apa-apa.
"Seveinstein!" jerit Olivia masih sambil melambaikan tangannya pada Snape.
Di satu sisi Snape senang, tapi di sisi lain dia juga merasa sangat sedih. Akhirnya dengan terpaksa anak laki-laki itu turun dan membukakan pintu untuk Olivia, membiarkan anak perempuan itu meletakkan payungnya di tempat penyimpanan payung.
"Kau tak datang ke rumah pohon dua hari ini, kenapa?" tanya Olivia setelah melepas sepatunya.
"Hanya malas," jawab Snape lalu berlalu, menaiki tangga dan masuk ke kamarnya. Olivia mengikutinya, dia duduk di tepi ranjang milik Rama.
"Seharusnya kalau kau ada apa-apa bilang padaku dong," ujar Olivia, "aku kan temanmu."
Snape menatapnya dalam, "begitu ya? Hanya itu? Tak lebih?"
"Eh?" Olivia balas menatap Snape bingung, "sahabat, mungkin?"
Lagi-lagi Snape menghembuskan nafasnya kasar, dia merasa kepalanya berputar tujuh keliling. Olivia dengan santainya memakan cokelat milik Rama yang tergeletak di meja, katanya dia sudah terbiasa mencuri makanan orang.
"Kau pasti masih ingatkan kalau aku suka Alan," ujar Olivia lagi. Itu membuat hati Snape berdenyut nyeri, dia ingin sekali membunuh dirinya saat itu.
"Memangnya kenapa?" kata Snape berusaha menahan emosinya.
Olivia meletakkan bungkus cokelat yang kosong di meja, "dia—ku rasa dia justru menyukai Dash."
Snape kembali teringat apa yang dikatakan Jack soal Olivia yang mengira Alan menyukai Dash, padahal nyatanya tak begitu.
"Aku tak tahu apa-apa soal itu," balas Snape, "jangan tanyakan. Apapun. Soal perasaan padaku."
Olivia sedikit ketakutan ketika melihat Snape marah, dia langsung membeku di tempat dan menunduk. Snape merasa sedikit bersalah, tapi dia tak bisa menahan emosinya. Mendadak Snape mendorong anak perempuan itu, hingga membuatnya terbaring di tempat tidur. Olivia menatap Snape bingung, sedangkan Snape terlihat seperti menahan air matanya.
"Sev," panggil Olivia, kedua tangannya di tahan oleh Snape yang berada di atasnya.
"Kenapa kau tak sadar," lirih Snape. Nafasnya tak beraturan.
"Sadar apa?" tanya Olivia bingung dan takut sekaligus. Tapi Snape tak menjawabnya, mereka tetap di posisi itu sampai semenit berlalu.
Olivia kembali berucap, "Sev, lepas."
Snape tetap tak melepasnya. Olivia memberontak tapi tentu saja kekuatannya tak sebanding dengan anak laki-laki di atasnya, Snape masih menahannya.
"Lepas!" bentak Olivia. Dia terus memberontak.
Snape tersadar dan langsung berdiri, "maaf."
Olivia yang kembali duduk mencoba menetralkan detak jantungnya, "aku rindu donat buatan Mrs. Brown."
Setelah mengatakan itu, Olivia keluar dan turun ke bawah untuk menemui Mrs. Brown. Sedangkan Snape masih tak mengerti dengan dirinya yang lepas kontrol, dia jadi merasa bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIEND [SEVERUS SNAPE] ✓
Fiksi PenggemarBagaimana jika seandainya Severus Snape hidup kembali setelah kematiannya di tangan Lord Voldemort? Bagaimana jika dia lahir kembali namun bukan sebagai penyihir melainkan sebagai muggle? ✨Pertama kali dipublikasikan tanggal 24 Desember 2020 ✨ Seles...