EP 3 🥀

82 22 5
                                    

"Maaf, gue terlambat."

Semua orang termasuk cowok yang sedang menjelaskan di meja paling ujung ikut menoleh ke sumber suara. Dia melihat gadis yang sedang berdiri di ambang pintu dengan kepala yang tertunduk itu dengan amarah yang tertahan. Dia membenci orang yang tidak disiplin.

"Telat selama tiga puluh menit." Gumamnya sambil melihat arlojinya. Tatapannya kembali lurus menghadap gadis itu. Tidak ada yang berani membuka suara saat Sang Ketua mulai mengeluarkan aura yang menyeramkan.

"Asya Putrianna Renjani."

Panggilan itu membuat kepala Asya terangkat. Dia melihat Bagas—Ketua OSIS—dengan sedikit takut. "Maaf, gue terlambat dateng karena tadi Kakak gue jat—"

"Gue nggak mau denger alasan apapun kenapa lo dateng terlambat. Kalo lo emang nggak niat dan udah bosen dari organisasi kita, sebaiknya lo keluar."

Asya tersentak. Dia tidak pernah ada niatan untuk keluar dari organisasi yang sudah dia ikuti sejak kelas sepuluh. Dia juga tidak bosan dengan kegiatannya menjadi anggota OSIS. Menurutnya, mengikuti organisasi OSIS itu menyenangkan. Dia menjadi mempunyai lebih banyak teman. Dan Asya sudah menganggap kalau OSIS adalah keluarga keduanya.

"Maaf, Gas, tapi gue bener-bener nggak sengaja. Gue juga nggak ada keniatan buat keluar dari anggota OSIS. Jadi, tolong maafin gue. Gue janji nggak akan terlambat lagi."

Baru saja Bagas akan membalas, suara Bayu lebih dulu menyelanya. "Udah lah, Gas, nggak usah diperpanjang. Lagian Asya terlambatnya enggak lama-lama banget kok. Kasihan tau. Ayo, Sya, duduk." Bayu mempersilakan Asya untuk duduk.

Asya mengangguk dan mengucapkan terimakasih. Sesekali dia melirik Bagas yang juga sedang menatap tajam ke arahnya. Asya benar-benar tidak bermaksud untuk datang terlambat ke sekolah. Semalam dia tidur pukul dua pagi karena Anjani yang terus mengigau.

Alhasil, Asya kesiangan dan datang terlambat ke sekolah. Tadinya dia hendak dihukum oleh guru BK, namun setelah perdebatan yang cukup panjang, akhirnya Asya diloloskan oleh guru BK dengan syarat Asya tidak boleh datang terlambat ke sekolah lagi.

"Jadi, kita bakal ngadain kegiatan apa aja untuk memeriahkan ulang tahun sekolah?" suara Bagas kembali terdengar. Kini mereka memokuskan perhatiannya pada Bagas, "Kalian semua boleh berpendapat. Kalo ada yang mau disampaikan, tinggal bilang dan nanti kita musyawarahkan bareng-bareng."

Asya mengangkat tangannya tinggi-tinggi membuat Bagas menoleh dengan sedikit malas. "Iya, Asya? Lo ada pendapat apa buat rencana kali ini?" terselip nada sinis dari ucapan Bagas. Namun Asya tidak peduli. Tadi Bagas bilang semua boleh berpendapat, kan? Dan sekarang Asya ingin mengeluarkan pendapatnya.

Asya menurunkan tangannya lalu berdehem pelan. "Gue punya pendapat ... gimana kalo untuk memeriahkan ulang tahun sekolah, kita adain pensi aja? Terus nanti kita adain juga lomba-lomba antar kelas dan pertunjukkan-pertunjukkan seni. Nah, nanti misalnya nih. Di setiap perlombaan pasti ada menang-kalah, kan? Gimana biar acaranya semakin meriah, kita kasih hadiah buat kelas yang menang itu? Kalo kayak gitu, gue yakin banget kalo acara tahun ini pasti lebih meriah lagi."

"Seyakin apa lo kalo kita kasih hadiah buat yang menang, bakal banyak siswa yang ikut? Lo pikir, dengan hal kecil kayak gitu bisa ngebuat mereka semua antusias?"

Rahang Asya hampir jatuh mendengar balasan Bagas. Asya mengepalkan kedua tangannya di bawah meja. Dia menatap Bagas dengan bengis. Selalu saja begini. Kenapa, sih, Bagas itu selalu mencari gara-gara dengannya? Asya melakukan kesalahan apa memangnya?

"Tapi, Gas, gue sependapat sama Asya, deh. Ide dia bagus juga. Gue juga yakin kalo misalkan kita ngadain kayak gitu pasti banyak yang ikutan dan antusias." Bayu berujar.

Epiphany (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang