Ada yang hancur sehancur-hancurnya, namun tak bisa dijelaskan oleh kata-kata, melainkan hanya bisa dijelaskan oleh air mata.
🥀
Suasana makam pada sore itu diselimuti oleh duka dan lara. Isak tangis mulai terdengar dari perjalanan sampai di pemakaman. Orang-orang berbaju hitam mulai mengiringi langkah mereka. Kini mereka sudah sampai di depan sebuah lubang yang sudah disiapkan untuk jenazah Anjani.
Sedari tadi Asya tidak bisa berhenti untuk menangis. Gadis itu sudah mengganti pakaiannya dengan baju serba hitam. Wajahnya memerah serta matanya bengkak. Mungkin akibat terlalu banyak menangis tadi.
Bagas dan Bayu ikut menghadiri acara pemakaman Anjani. Mereka berdua ikut turun tangan untuk mengebumikan jenazah Anjani. Kini kedua cowok itu sudah berada di dalam lubang dengan beberapa orang lainnya. Jenazah Anjani mulai ditempatkan di peristirahatan terakhirnya.
Isak tangis Asya semakin kencang. Gadis itu mencengkeram tangannya sendiri sampai memerah. Hatinya berdenyut saat melihat tubuh Kakaknya yang terbungkus kain kafan putih itu kini telah dikebumikan.
Salwa juga ikut hadir di sana. Gadis itu memakai pakaian serupa. Salwa berdiri tidak jauh dari Asya dan Bi Nilam. Gadis itu terdiam sesaat saat mendengar kabar bahwa Kakak Asya meninggal dunia. Entah dapat kabar dari mana, yang jelas saat ini teman-teman Asya tak terkecuali Salwa, Bagas, dan Bayu hadir di acara pemakaman.
Salwa ingin mendekat. Memeluk dan menenangkan Asya. Dia ingin mengatakan kepada gadis itu bahwa semuanya akan baik-baik saja. Perlahan semuanya akan kembali terbiasa meskipun tanpa kehadiran Anjani di sampingnya. Namun Salwa mengurungkan niatnya saat mengingat perlakuan jahatnya kepada Asya.
Salwa merasa sudah tidak pantas untuk Asya lagi. Dia sudah tidak mempunyai hak. Mungkin jika melihatnya, Asya malah akan bertambah emosi. Salwa sadar kalau perlakuannya kemarin salah. Dia tidak memikirkan resiko yang akan dia hadapi nanti. Yang ada di hatinya hanya dendam, kemarahan, serta kekecewaan.
Dan sekarang, saat Salwa melihat sendiri bagaimana rapuhnya seorang Asya perasaan bersalah itu kian membesar. Asya yang selama ini terlihat kuat dan selalu menyembunyikan lukanya, kini hadir dengan rupa yang berbeda. Tidak ada raut keceriaan dan kegembiraan yang tergambar di wajah cantiknya. Tidak ada seulas senyum yang terbentuk di bibir ranumnya.
Bolehkah Salwa menyebut jika dirinya itu memang jahat? Bahkan mungkin kata jahat tidak cukup untuk menggambarkan betapa buruknya Salwa kepada Asya. Hanya karena hal sepele, dia mampu menghancurkan hidup gadis itu. Sekarang dia sadar. Penyesalan pun tidak akan ada gunanya. Semuanya sudah terlambat.
Perlahan, jenazah Anjani mulai terkubur tanah hingga membentuk gundukan tanah. Jenazah Anjani dikuburkan tepat di samping makam Ibunya. Asya sengaja menguburkan Anjani di sana agar Anjani tidak kesepian, katanya.
Tubuh Asya ambruk saat itu juga. Bi Nilam berusaha menenangkan Asya agar tetap tenang. Namun rasanya merelakan seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya tidak semudah itu.
Sebagai perwakilan, Asya menaburi tanah yang masih basah itu dengan bunga mawar. Tidak lupa juga untuk menyiram dan memanjatkan doa untuk Anjani. Setelah acara pemakaman selesai, satu per satu dari mereka mulai mengucapkan belasungkawa kepada Asya. Barulah setelah itu mereka mulai pergi dan hanya menyisakan Asya, Salwa, Bagas, Bayu, dan Bi Nilam.
"Non, ayo pulang. Udah mau Maghrib loh." Bi Nilam membujuk Asya untuk pulang. Namun gadis itu bergeming sambil terus mengusap batu nisan dengan nama Anjani Maudy Clarita. Tatapannya kosong.
"Non-"
"Bi."
Bi Nilam menoleh menatap Bayu. Bayu tersenyum tipis. "Biarin Asya di sini dulu, Bi. Dia mungkin butuh waktu. Bibi pulang aja nggak pa-pa. Biar nanti Asya kita yang temenin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Epiphany (✓)
Teen FictionEPIPHANY. Epiphany adalah sebuah kejadian atau momen yang terjadi dalam hidup dan mampu mengubah jalan hidup atau pemikiran seseorang. Ini kisah tentang Anjani dan adiknya-Asya. Mereka berdua hidup dengan sebuah perbedaan yang mampu membuat mereka m...