EP 29 🥀

68 12 3
                                    

Banyak yang sudah melepas namun belum ikhlas. Bukan tidak mau. Tapi membiasakan diri tanpa kehadiran seseorang yang sudah lama tinggal memang tidak semudah itu.

🥀

Hari berikutnya Asya jalani seperti biasa. Meskipun sekarang dia mengalami perubahan di dalam hidupnya, namun Asya yakin kalau itu semua akan segera berlalu. Asya masuk ke sekolah setelah sekian lama izin. Setidaknya Asya bisa tenang karena tidak ada siswa lain yang kembali mem-bully-nya lagi.

Seperti biasanya di SMA Bhayangkari ini jika ada satu saja berita mengenai siswanya, maka dalam hitungan jam semua orang sudah tahu kalau Bayu adalah Kakak Asya. Mereka tentu saja terkejut dan tidak menyangka dengan berita yang sudah cepat menyebar ini.

Sekarang Asya dan Salwa sedang berada di kursi panjang si depan kelas mereka. Sesekali bercanda dan berbincang tentang hal yang seru. Hubungan keduanya perlahan mulai membaik. Pada momen yang tepat, Salwa meminta maaf kepada Asya dan gadis itu memaafkannya.

Sebenarnya Salwa juga terkejut kalau ternyata Bayu adalah Kakak Asya. Namun dia juga lega karena Asya akhirnya tidak sendirian. Asya kini mempunyai keluarga meskipun tidak lengkap. Gautama menghilang entah kemana setelah kejadian beberapa hari yang lalu.

"Gue beneran minta maaf ya karena udah bersikap egois sama lo. Gue minta maaf karena udah buat reputasi dan nama baik lo hancur. Gue bener-bener nggak mikir panjang waktu itu. Abisnya gue kesel sih sama lo karena lo terus tertutup sama gue." Ujar Salwa sambil menyentuh lengan Asya.

Asya tersenyum. "Nggak pa-pa. Ini semua juga bukan salah lo doang kok. Lo berhak marah kayak gitu karena emang gue juga salah. Gue yang nggak mau bersikap terbuka sama lo, sama Bagas dan Bayu juga. Maafin gue, ya, karena gue udah tertutup sama kalian."

Salwa terharu. Dia memeluk tubuh Asya dari samping. "Sayang Asya banyak-banyak!"

Asya terkekeh menanggapinya. Dia mengusap rambut Salwa yang panjang dan lebat. Salwa mengurai pelukan mereka. Gadis itu tersenyum jahil. "Sya, gimana rasanya punya Kakak kayak Bayu?"

Asya mengedikkan bahunya. "Ya ... gitu."

Salwa mendesah kecewa. "Yah, gue pikir kalian cocok loh jadi pasangan. Gue lihat-lihat juga Si Bayu kayaknya suka sama lo, eh tau-taunya kalian malah saudaraan. Kecewa sudah hati gue." Ucap Salwa mendramatisir sambil memegang dadanya.

Asya tertawa. Dia meninju lengan Salwa, "Apaan sih lo! Sukurin tuh!"

Salwa mencebikkan bibirnya. Sedetik kemudian ekspresinya berubah menjadi tersenyum hangat. "Gue seneng deh liat lo bisa senyum sama ketawa lagi. Nggak yang murung dan terus-terusan sedih kayak kemarin. Sepi tau nggak?"

Asya menghela berat. "Nggak ada orang yang akan baik-baik aja kalo ditinggal sama orang yang kita sayang, Sal. Gue pun begitu. Kepergian Kak Anjani sangat membuat hati gue terpukul. Waktu itu gue mikir kalo gue nggak bisa hidup tanpa Kak Anjani. Gue kayak udah hilang arah. Gue nggak tau harus kayak gimana saat Kak Anjani udah pergi ninggalin gue.

"Yang gue pikirin waktu itu cuman ikut sama Kak Anjani. Biar gue bisa ketemu dia lagi. Biar gue bisa ketemu lagi sama Bunda. Sumpah, itu adalah pemikiran terkonyol yang pernah gue pikirin. Ya gimana. Ditinggal orang yang kita sayang untuk selama-lamanya nggak akan semudah itu buat kita menerimanya. Apa lagi saat kita udah bersama orang itu selama bertahun-tahun. Pasti bakalan sulit."

Salwa tersenyum prihatin, dia mengelus bahu Asya. "Lo yang sabar. Semua yang menimpa lo pasti ada hikmahnya. Suatu kesedihan yang sedang lo alami ini nanti akan digantikan dengan kebahagiaan yang nggak lo duga-duga. Jadi, jangan berlarut-larut dalam kesedihan karena orang yang lo sayang udah nggak ada. Percuma. Itu nggak akan membuat mereka bakal balik lagi ke sini."

Epiphany (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang