EP 14 🥀

51 14 0
                                    

"Kemarin saya sudah memberi kamu kesempatan untuk masih bertahan di sini. Tapi kali ini kamu mengulangi lagi kesalahan yang sama. Sejak awal saya sudah bilang kalau saya tidak suka karyawan yang tidak konsisten seperti kamu. Harusnya kemarin saya tidak menerima kamu untuk bekerja di sini."

Asya hanya menunduk saat Rendra memarahinya. Dia datang terlambat ke kafe untuk yang kedua kalinya. Dan dia telah mengingkari janjinya sendiri. Karyawan baru tapi sudah berani terlambat lebih dari satu kali. Huh, Asya memang kurang beruntung.

"Kesempatan itu harusnya tidak datang dua kali. Karena kemarin kamu memohon-mohon ke saya dan berbuat janji ke saya akhirnya saya pikir saya akan memberi kamu kesempatan. Tapi melihat kamu yang plin-plan seperti ini membuat saya kembali berpikir dua kali untuk tetap mempertahankan kamu di kafe saya."

Mendengar itu Asya tidak tinggal diam. Dia menangkup tangannya di atas meja seraya memohon, "Pak, saya tahu saya salah karena sudah datang terlambat dua kali. Saya juga salah karena telah mengingkari janji saya sendiri kepada Bapak. Tapi tolong, Pak, jangan pecat saya. Saya sangat membutuhkan pekerjaan ini. Tolong saya."

Rendra mengembuskan napas kasar. Dia menunjuk wajah Asya. "Kemarin saya sudah memberi kamu kesempatan harusnya kamu gunakan dengan sebaik-baiknya. Kalau sudah begini yang repot itu saya, bukan kamu. Kalau memang kamu tidak niat kerja di sini, lebih baik kamu keluar saja. Masih banyak karyawan lain yang lebih baik dari pada kamu di sini."

Menyakitkan memang. Ucapan Rendra sangat menohok hati Asya. Namun dia cukup sadar diri. Rendra seperti itu wajar karena ini memang salahnya. Benar apa kata Rendra. Harusnya dia menggunakan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya. Bukan malah menyia-nyiakannya.

"Pak, tolong satu kali kesempatan lagi. Saya janji akan jadi karyawan yang lebih baik dari kemarin-kemarin. Saya juga nggak akan ngingkari janji saya sendiri lagi, Pak. Bapak boleh pecat saya kalau saya melakukan kesalahan yang sama untuk ke-tiga kalinya."

Asya terus memohon untuk diberi kesempatan. Untuk mengatakan kalimat terakhirnya itu sangatlah tidak gampang. Dipecat? Tentu saja itu adalah hal yang sangat menyedihkan dalam hidupnya.

Rendra menghempaskan kertas-kertas yang sedang dia pegang. "Kamu dari kemarin minta kesempatan terus! Saya tidak butuh janji kamu, Asya. Yang saya butuhkan itu bukti! Kalau kamu tidak membuktikan bahwa kamu memang benar, lebih baik kamu pergi sekarang! Saya tidak mau melihat wajah orang yang sukanya ingkar janji." Usir Rendra.

Rendra bangkit dari duduknya dan hendak berjalan keluar ruangan. Namun Asya dengan cepat menahan lengannya. Dia memohon hingga menangis.

"Pak, saya mohon ... saya sangat membutuhkan pekerjaan ini. Tolong beri saya satu kesempatan lagi. Saya janji nggak akan kayak gitu lagi, Pak. Saya janji."

Rendra risi tentu saja. Apa lagi ini baru pertama kalinya ada karyawan yang memohon sampai seperti ini padanya. Rendra akui kalau keberanian dan sikap pantang menyerah Asya itu cukup hebat. Namun ... Rendra harus bagaimana? Dia tidak bisa terus mempekerjakan Asya jika Asya terus bersikap seperti itu.

"Apa perlu saya sujud di hadapan Bapak biar Bapak bisa percaya? Perlu, Pak?" Asya bertanya. Namun belum sempat Rendra menjawab Asya sudah membungkukkan badannya membuat Rendra terkejut. Rendra mundur beberapa langkah. Dia menghela napas berat.

"Bangun." Titah Rendra.

Asya mendongak. Dia mengerjap.

"Saya bilang bangun! Nggak usah sampai gitu-gituan sama saya."

Asya berdiri. Dia menunduk sambil memainkan kuku-kukunya. Dia hanya bisa berharap semoga Rendra masih mau menampungnya kerja di sana.

Rendra memijat pangkal hidungnya. Tangan kirinya berkacak pinggang. Bimbang. Dia harus segera menimang-nimang atau tidak Asya akan terus seperti tadi.

Epiphany (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang