EP 25 🥀

63 14 0
                                    

Semua orang pernah merasa gagal dalam hidup. Namun tidak semua orang bisa bangkit dari keterpurukan.

Mungkin hari ini, hari esok atau nanti
Berjuta memori yang terpatri dalam hati ini
Mungkin hari ini, hari esok atau nanti
Tak lagi saling menyapa, meski kumasih
harapkanmu ....

🥀 Anneth — Mungkin hari ini esok atau nanti 🥀

🥀

Sakit, ya, jika kita mengetahui kalau orang yang sangat kita percaya, orang yang kita bangga-banggakan, orang yang selalu kita andalkan justru menusuk dari belakang. Sesakit apapun lukanya akan tetap membekas sampai kapanpun. Bahkan saat luka itu sudah menemukan penawarnya sekalipun tidak akan bisa menghapus luka di dalam hatinya.

Salwa. Gadis yang sudah Asya anggap sebagai orang terdekatnya. Gadis yang sudah Asya anggap sebagai saudaranya sendiri. Gadis yang Asya kira akan mengerti dan memahami segala privasinya justru adalah orang yang paling pandai menghancurkannya.

Apapun alasan Salwa melakukan hal semacam itu tidak akan mengubah fakta bahwa Salwa telah menghancurkan hidupnya. Salwa tega. Tidak bisakah dia membicarakan masalah ini baik-baik? Tidak bisakah dia bertanya dengan dirinya? Apakah ini memang satu-satunya cara untuk dia membalas dendam?

Rasa kecewa serta sakit hati di dalam hatinya sudah menggunung. Dikhianati oleh orang terdekatnya memanglah hal yang paling menyakitkan. Apa lagi kita sudah selalu mengandalkan orang itu. Namun apa boleh buat? Semuanya sudah terjadi.

Asya mengembuskan napas panjang. Dia menyandarkan tubuhnya pada sofa bekas. Saat ini dia sedang berada di rooftop sekolah. Membolos pelajaran hanya untuk menenangkan hati dan pikirannya. Serta untuk menghindari Salwa untuk sementara waktu.

Asya takut kalau dia bertemu Salwa emosinya tidak akan terkontrol. Wajar saja. Asya manusia biasa seperti orang kebanyakan. Dia juga mempunyai batas kesabaran. Tidak selamanya orang sabar akan selalu sabar. Pasti akan ada titik di mana dia sudah lelah dengan semuanya. Muak dengan segala fana yang ada.

Asya bukan orang lemah yang jika ditindas maka akan diam saja. Hal apa yang sudah Salwa perbuat hari ini menjadikannya pelajaran untuk jangan terlalu kepada orang lain selain diri kita sendiri. Entah itu teman, saudara, bahkan keluarga sekalipun. Semuanya tidak akan menjamin kalau nantinya akan tetap begitu. Manusia terlalu pandai memainkan peran.

Hanya percaya kepada diri sendiri yang sudah pasti tidak akan menyakiti. Itu sudah lebih dari cukup. Semuanya palsu. Kepedulian mereka hanyalah sebuah semu. Tidak pernah nyata dan tidak pernah ada.

"Jangan sendirian di sini. Ntar kerasukan loh."

Celetukan itu berhasil membuat Asya terduduk. Gadis itu menoleh ke sumber suara. Asya melihat Bayu sedang berjalan ke arahnya sambil tersenyum. Entah kenapa jika melihat Bayu tersenyum Asya merasa aneh. Hatinya menghangat dan perasaannya akan menjadi lebih baik.

Bayu duduk di sebelahnya. Cowok itu menaik-turunkan alisnya sambil tersenyum jahil. "Kenapa? Lo nggak percaya kalo rooftop ini tuh dulunya kuburan?"

Asya mendengus. Dia kembali menatap ke depan. Lelucon yang dilontarkan oleh Bayu sangat tidak bermutu. Mungkin waktu kecil Asya percaya akan hal semacam itu. Namun sekarang rasanya untuk percaya pun tidak memungkinkan.

"Malah ngelamun. Woy!" Bayu menyenggol lengan Asya membuat gadis itu tersentak.

"Apa sih?!" Asya sewot. Niat hati ingin menenangkan diri malah ada makhluk astral yang mengganggunya. Hancur sudah ketenangan hidupnya.

Epiphany (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang