EP 28 🥀

56 15 0
                                    

Karena badai tidak akan selamanya ada. Perlahan dia akan pergi dan akan digantikan dengan kehadiran pelangi.

🥀

Setelah berkemas, Asya memilih untuk pergi ke kamar Anjani. Gadis itu ingin melihat-lihat sebelum dia pergi dari rumah ini. Sejujurnya Asya belum siap untuk meninggalkan rumah ini. Begitu banyak kenangan yang tersimpan di dalamnya. Namun Asya juga tidak bisa menolak permintaan Rosa.

Asya duduk di tepi kasur Anjani. Aroma wangi vanila menyeruak ke dalam indera penciumannya. Kamar Anjani sudah bersih dan rapi seperti sebelumnya. Mungkin karena kamar ini dirawat oleh Bi Nilam. Asya masih bisa merasakan kehadiran Anjani. Anjani seolah ada di sini menemaninya.

Asya mengusap sprei Anjani. Gadis itu tersenyum tipis. Asya berdiri dan menghampiri lemari pakaian Anjani. Membukanya dan melihat baju Anjani yang masih tergantung dengan rapi. Gadis itu menyentuhnya, menggenggamnya, bahkan menciumnya.

Asya melihat ke seluruh sudut ruangan. "Selamat tinggal, Kak. Mulai hari ini, aku bakal ninggalin rumah ini. Rumah yang penuh kenangan antara Ayah, Bunda, Kakak, dan aku. Banyak kenangan dan pelajaran hidup yang aku ambil di rumah ini. Terimakasih karena Kakak udah bersedia merawat aku sampai sekarang, ya, Kak.

"Aku pergi bukan berarti aku akan melupakan Kakak. Aku janji bakal sering-sering main ke sini buat jenguk kamar kesayangan Kakak. Aku nggak akan ninggalin selamanya kok. Aku pergi sebentar. Aku pamit, ya, Kak."

Setelah itu, Asya menarik kopernya dan keluar dari kamar Anjani. Di ruang tamu sudah ada Bayu, Bi Nilam, dan Rosa. Mereka sedang menunggu Asya berkemas. Rosa sudah menjelaskan kepada Bi Nilam kalau Asya akan tinggal bersamanya. Bi Nilam tidak keberatan. Beliau justru sangat berterimakasih kepada Rosa.

"Sudah selesai, Nak?" tanya Rosa yang dibalas anggukan oleh Asya. Rosa dan Bayu berdiri. Sebelum pergi, Rosa sempat memberikan sebuah amplop putih kepada Bi Nilam. "Bi, tolong terima ini sebagai imbalan karena sudah merawat dan menjaga Asya sampai sekarang, ya."

Bi Nilam menggeleng. "Nggak usah, Bu. Saya senang kok bisa menjaga Non Asya. Non Asya sudah saya anggap sebagai anak saya sendiri. Nggak usah sungkan, Bu."

"Terima, Bi. Buat anak-anak Bibi." Rosa tetap bersikeras untuk memberikan amplop itu. Karena paksaan Rosa, akhirnya Bi Nilam menerima amplop putih itu. Bi Nilam mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada Rosa.

"Kami pamit, ya, Bi."

Bi Nilam mengangguk dan tersenyum. "Hati-hati, Bu."

Ketiga orang itu mulai berjalan meninggalkan rumah. Asya menoleh ke belakang dan memerhatikan rumah yang sudah menampungnya selama ini. Dia tersenyum hangat. Mulai sekarang dia akan memulai hidup baru. Mulai sekarang dia akan membuka lembaran baru.

Saat sudah sampai di depan mobil, dari kejauhan dapat Asya lihat kalau Gautama sedang berjalan ke arah mereka. Bayu dan Rosa pun melihatnya. Mereka mengurungkan niat untuk membuka pintu mobil dan malah menunggu Gautama menghampiri mereka.

Gautama terlihat kusut dengan rambut yang sudah mulai gondrong. Pria itu menatap Rosa dengan tatapan cinta. Ia hendak memeluk Rosa namun Bayu segera menghalanginya. Cowok itu menatap Sang Ayah dengan tajam.

"Jangan peluk Mama saya." Ujar Bayu dengan nada dingin.

Gautama tidak mengindahkan Bayu. Pria itu justru tersenyum sambil menatap Rosa. "Rosa, saya yakin kalo kamu kesini untuk menjemput saya. Saya yakin kalo jauh dari lubuk hati kamu masih mengharapkan saya. Maafkan atas kesalahan yang sudah saya perbuat dulu sama kamu, Rosa. Mari kita perbaiki dan memulai hidup baru lagi."

Epiphany (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang