"Ini ongkosnya. Terimakasih,"
Asya memberikan beberapa lembar uang kepada tukang ojek di depannya. Setelah itu, Asya berbalik dan berjalan sambil menatap kresek di tangannya dengan senyuman lebar. Dia pulang dengan membawakan siomay ikan kesukaan Anjani. Semoga saja Anjani mau menerimanya. Karena Asya memberinya dengan uang saku yang tersisa.
"Assalamualaikum."
Tidak ada sahutan. Bahkan Bi Nilam yang selalu menyambutnya pulang pun sekarang tidak ada. Asya mengerutkan keningnya bingung. Kemana semua orang? Kenapa rumahnya terasa sepi sekali?
Asya menutup pintu lalu berjalan menuju kamar Anjani. Dia tidak pergi ke kamarnya sendiri hanya sekadar bersih-bersih badan atau apapun itu. Namun dia langsung melihat kondisi Anjani. Apakah gadis itu sudah membaik? Atau malah Anjani kembali berulah.
Asya membuka pintu kamar Anjani. Membuat bunyi decitan terdengar. "Kak?"
Asya melihat Anjani sedang duduk di depan cermin. Tatapannya kosong. Itu artinya Anjani belum membaik. Asya mengembuskan napas panjang. Sejujurnya, dia ingin Sang Kakak cepat pulih dan bisa tersenyum ceria lagi kepadanya. Namun melihat kondisi Anjani yang seperti itu membuat harapan Asya sedikit menciut. Namun Asya tidak berkecil hati. Gadis itu tetap yakin kalau suatu saat nanti, Anjani pasti sembuh dan bisa tertawa lepas lagi bersamanya.
Asya berjalan mendekat. Dia mengulas senyum. "Gimana keadaan Kakak sekarang? Udah baikan? Oh, iya, Kakak tau nggak aku bawain apa buat Kakak? Aku bawa siomay ikan kesukaan Kakak, lho. Kakak makan, ya, ini masih enak kayak dulu kok. Nggak berubah." Asya terkekeh di akhir kalimatnya.
Asya membuka dan mengeluarkan isi dalam kresek itu. Asya lupa untuk membawa piring. Untung lah siomay ikan itu diberi wadah berupa styrofoam makanan, menjadikannya mudah untuk memakannya. Asya mengambil sendok yang tersedia. Dia mulai menyuapkan siomay itu kepada Anjani.
Anjani memalingkan wajahnya. Dia enggan untuk menerima suapan dari Asya. Biar pun itu adalah siomay ikan kesukaannya, namun Anjani tidak rela jika Asya-lah yang menyuapinya. Lagi pula, Anjani sedang tidak ingin makan. Suasana hatinya belum juga membaik.
"Kenapa Kakak nggak mau makan? Padahal ini enak, lho. Ini aku beli di tempat yang biasa kita beli kok, Kak. Rasanya masih sama, nggak berubah. Aku jamin deh." Asya masih berusaha membujuk Anjani yang keras kepala. Tidak mau menatap ke arahnya dan malah menatap ke luar jendela.
Asya menghela berat. Dia meletakkan sendoknya di atas wadah lalu menatap Anjani lama. Harus dengan cara apa lagi Asya membujuk Anjani supaya bisa bersikap biasa? Harus dengan cara apa lagi agar Anjani bisa percaya kalau Asya tulis menyayanginya? Asya lelah. Dia bingung harus bagaimana lagi. Anjani terlalu keras kepala. Anjani selalu menolak kehadirannya bahkan dia rela menyakitinya agar Asya mau menjauh darinya.
Tolong beri tahu Asya harus bersikap seperti apa lagi agar Anjani mau melihat kehadirannya. Asya hanya ingin dianggap ada. Dia di sini untuk Anjani. Hanya Anjani yang Asya punya. Jika Anjani pun menolak bahkan mengusir kehadirannya, maka untuk apa lagi Asya bertahan hidup?
Satu-satunya alasan dia tetap hidup di dunia ini adalah Anjani. Namun jika orang yang dijadikan alasan Asya untuk tetap hidup itu malah menginginkannya pergi, maka Asya harus apa? Apakah Asya harus menuruti permintaannya? Apakah jika Asya benar-benar pergi, Anjani bahagia? Anjani akan sembuh bila Asya tidak di sisinya lagi? Jika iya, maka Asya rela melakukan hal menyakitkan itu demi Anjani.
Asya menggeleng. Dia berusaha mengenyahkan pikiran-pikiran buruk yang mulai menghasutnya. Dia tetap berkomitmen dalam hatinya untuk terus berusaha sebanyak apapun penolakan yang akan dia terima. Entah itu tentang kakaknya sendiri, Asya tidak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Epiphany (✓)
Подростковая литератураEPIPHANY. Epiphany adalah sebuah kejadian atau momen yang terjadi dalam hidup dan mampu mengubah jalan hidup atau pemikiran seseorang. Ini kisah tentang Anjani dan adiknya-Asya. Mereka berdua hidup dengan sebuah perbedaan yang mampu membuat mereka m...