Hari ini memang hari yang sial bagi seorang Bagas Giosanjaya. Pasalnya ban sepeda motornya bocor dan Bayu sudah pergi meninggalkannya. Ada urusan, katanya. Bagas mengacak rambutnya. Frustasi. Ia masih berada di parkiran. Bingung harus meminta tolong kepada siapa.
Bagas mendengar suara langkah kaki. Ia mendongak lalu kembali menunduk sebelum ia mengembuskan napas kasar. Ia merutuki dirinya sendiri karena tadi pagi lupa untuk mengecek ban sepeda motornya.
"Motornya kenapa, Gas?"
"Bocor."
Cewek itu manggut-manggut. Dia tampak menimang sesuatu. "Ikut gue aja, Gas. Nanti motor lo suruh panggilin orang bengkel aja. Yuk naik angkot bareng gue,"
Bagas mendongak. Dia menatap Asya dengan tidak percaya. Bagas berdiri sambil membenarkan letak dasinya. "Gue? Seangkot sama lo?" tanyanya sembari menunjuk dirinya sendiri. Asya mengangguk sedangkan Bagas tertawa dibuat-buat. "Nggak mungkin! Mana sudi gue seangkot sama lo! Lebih baik gue di sini lebih lama daripada harus seangkot sama orang kayak lo."
Jawaban Bagas membuat hati Asya menciut. Padahal niatnya itu baik. Dia hanya tidak ingin Bagas pusing dan repot memikirkan ban motornya yang bocor itu. Karena Asya tahu bagaimana keadaan Bagas saat ini.
"Ngapain masih di sini?" Asya tersentak. "Sana pulang!" usir Bagas.
Asya mencebikkan bibirnya. "Oh, Bagas. Gue mau ajak lo ke suatu tempat nih. Hayuk lah ikut! Sekali-kali kenapa? Lo ketus mulu kalo sama gue perasaan."
"Ogah." Jawab Bagas tidak peduli.
Ia kembali mengecek ban sepeda motornya. Bagas hanya ingin Asya pergi dari hadapannya sekarang. Ia tidak mau melihat wajah gadis itu saat ini. Bisa-bisa nanti emosinya kumat lagi.
Asya cemberut. Namun dia tidak pantang menyerah. Asya melihat ke luar gerbang. Senyumnya merekah saat melihat sebuah bus berhenti di sana. Asya berjalan mendekati Bagas, semakin dekat dan tanpa izin Asya menarik tangan Bagas dan mengajaknya untuk segera masuk ke dalam bus.
Bagas meronta-ronta. Harusnya tenaga cowok lebih kuat daripada tenaga cewek. Tapi ini kenapa Bagas kalah sama Asya? Mungkin karena Bagas masih syok jadinya ia tidak sempat melarikan diri. Apa lagi Asya langsung membawanya masuk ke dalam bus.
Asya dan Bagas duduk di kursi belakang. Asya semakin tersenyum lebar kala bus itu mulai melaju. Meninggalkan halaman sekolah dan juga motor Bagas. Bagas mendelik. Tentu saja ia emosi karena ulah Asya sekarang.
"Lo apa-apaan sih?! Kenapa lo narik-narik gue, huh?! Nggak sopan banget sih jadi orang!" Bagas memarahi Asya hingga membuat mereka menjadi pusat perhatian.
Asya tersenyum kikuk. Dia meminta maaf kepada penumpang lain atas ketidaknyamanan mereka. Asya mencubit perut Bagas membuat cowok itu meringis kesakitan. Asya meletakkan jari telunjuknya di depan bibir. Mengisyaratkan Bagas untuk menutup mulutnya.
Bagas mendesah kasar. Dia menyandarkan tubuhnya pada kursi sambil melipat tangannya. Dia memejamkan mata sembari menunggu mereka sampai di tempat tujuan.
Asya tersenyum kecil. Dia akan membawa Bagas ke suatu tempat yang mungkin akan membuat Bagas merasa lebih baik. Seperti Anjani. Dia akan meyakinkan Bagas bahwa setiap orang pasti mempunyai kehidupan yang berbeda-beda.
Sekitar dua puluh lima menit mereka berada di dalam bus, kini mereka sudah sampai di tempat tujuan. Asya mengajak Bagas untuk turun. Cowok itu hanya menurut saja kali ini. Tidak menolak bahkan berontak.
Bagas menatap bangunan di depannya dengan kening yang mengkerut. Panti Asuhan Kasih. Panti asuhan? Kenapa Asya membawanya ke panti? Mau apa dia? Huh, Asya itu benar-benar cewek yang tidak jelas sekali, pikirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Epiphany (✓)
Teen FictionEPIPHANY. Epiphany adalah sebuah kejadian atau momen yang terjadi dalam hidup dan mampu mengubah jalan hidup atau pemikiran seseorang. Ini kisah tentang Anjani dan adiknya-Asya. Mereka berdua hidup dengan sebuah perbedaan yang mampu membuat mereka m...