EP 5 🥀

76 26 6
                                    

"Kamu gimana sih?! Kalo bawa sepeda yang bener dong! Yang fokus! Gara-gara kamu, dagangan saya jadi berantakan! Mana masih pagi. Kalo sudah begini, saya mau jualan apa, Neng?! Emangnya kamu mau tanggungjawab?!"

Asya menundukkan kepalanya sambil mengucapkan kata maaf berulang-ulang. Sungguh, dia tidak sengaja menabrak pedagang itu. Tadi rem sepeda Asya blong. Dia tidak bisa mengerem, alhasil sepeda Asya menabrak pedagang itu hingga dagangannya jatuh berserakan.

Dan yang membuat Asya malu adalah, pedagang itu terang-terangan memarahinya di depan umum. Banyak orang yang melihat dan berbisik-bisik ke arahnya. Asya tahu Asya salah. Namun, apakah tidak bisa dibicarakan secara baik-baik?

"Kalo orangtua ngomong itu ngeliatnya ke depan! Bukan ke bawah! Nggak sopan banget sih kamu!"

Asya mengangkat kepalanya. Dia menangkup tangannya dan meminta maaf lagi. "Saya minta maaf, Pak. Saya bener-bener nggak sengaja. Tadi rem sepeda saya blong dan akhirnya saya nabrak Bapak. Maafin saya."

Bapak berkumis itu tampaknya tidak menerima alasan Asya. Pria paruh baya itu justru semakin memaki-maki Asya hingga Asya menjadi tontonan banyak orang.

"Saya nggak mau tau! Pokoknya kamu harus ganti rugi dagangan saya. Kalo kamu nggak mau ganti rugi, saya akan laporkan kamu ke polisi." Ancaman Bapak itu membuat Asya terkejut sekaligus ketakutan.

Dia tidak ingin dilaporkan ke polisi, namun dia juga tidak punya uang untuk mengganti rugi dagangan Bapak itu yang sudah Asya tabrak. Asya harus bagaimana?

"Tolong jangan laporin saya ke polisi, Pak. Saya janji akan ganti rugi dagangan Bapak yang sudah saya tabrak, tapi saya mohon beri saya waktu. Saya lagi nggak punya uang, Pak. Nanti kalo saya udah punya uang, saya janji bakal langsung ke sini buat kasih uang ganti rugi ke Bapak." Asya memohon supaya diberi sedikit keringanan.

"Itu hanya alasan kamu saja, kan, biar kamu bisa kabur? Saya nggak akan biarin kamu kabur gitu aja setelah nabrak dagangan saya! Mau makan apa anak istri saya kalo saya nggak bisa dagang?!"

"Saya janji nggak akan kabur, Pak. Saya janji bakal bayar ganti rugi secepatnya. Sebagai jaminannya, Bapak boleh ambil sepeda saya sampai saya bayar ganti rugi ke Bapak." Asya masih berusaha membujuk Bapak itu.

"Memangnya kamu sanggup membayar uang ganti rugi saya? Itu bukan uang yang sedikit, lho. Apa lagi kamu masih anak sekolah. Dari mana kamu akan mendapatkan uang itu?" tanya Bapak itu sedikit ragu saat sadar jika Asya mengenakan seragam sekolah.

Asya terdiam sesaat. "Memangnya berapa uang yang harus saya ganti, Pak?" tanya Asya dengan memelankan suaranya.

"Satu juta."

Asya bungkam. Satu juta? Bagi Asya, satu juta itu merupakan uang yang besar. Dan Asya tidak mungkin akan mendapatkan uang satu juta dalam waktu sesingkat itu.

"Bagaimana? Kamu nggak akan sanggup, kan?" lanjut Bapak itu sambil tersenyum meremehkan.

"In shaa Allah, saya sanggup, Pak. Tapi tolong beri saya sedikit waktu buat ngumpulin uang itu."

Bapak itu tampak berpikir. Ada sedikit keraguan di wajahnya. "Kamu janji nggak akan kabur?"

Asya mengangguk mantap. "Saya janji, Pak!"

Bapak itu mengembuskan napas panjang. Dengan berat hati, pria itu mengangguk. "Baiklah, saya akan beri kamu waktu sampai uang kamu terkumpul. Tapi jangan berani-beraninya kamu kabur, kalo saya tau kamu kabur, saya nggak segan buat laporin kamu ke polisi."

"Saya janji nggak akan kabur, Pak, saya janji!"

"Ya sudah. Sepeda ini saya ambil dulu sebagai jaminan sampai kamu membawakan uang ganti rugi ke saya."

Epiphany (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang