EP 12 🥀

51 18 4
                                    

Sebagai hukuman karena telah datang lebih dari kata terlambat hari itu, Asya disuruh untuk lembur sampai malam. Biasanya dia bekerja hanya sampai pukul tujuh saja namun sekarang dia harus bekerja sampai kafe benar-benar tutup dan dia harus membersihkan seluruh kafe.

Salahnya memang karena telah datang terlambat ke kafe. Sudah tahu Bosnya itu agak-agak gimana gitu tapi tetap saja ngeyel. Kan, jadinya begitu. Meskipun tampangnya tampang orang baik tapi enggak menjamin akan begitu terus, kan?

Sekarang Asya sedang berdiri di luar kafe sambil menunggu hujan reda. Hujan deras turun sekitar saat Asya sudah kembali ke kafe. Dan sampai saat ini hujan masih belum juga reda. Asya tidak membawa payung. Dia juga tidak membawa jas hujan. Saat itu pukul sepuluh malam. Asya takut kalau Anjani menunggunya dan mengkhawatirkannya karena belum pulang padahal jam sudah malam.

Asya mendesah berat. Dia menyandarkan tubuhnya pada dinding kaca. Merapatkan jaketnya karena cuaca dingin yang semakin menusuk permukaan kulit hingga ke tulang-tulangnya. Sambil menatap kendaraan yang berlalu-lalang, dia juga sempat memikirkan tentang orang yang selalu mengirimkannya pesan misterius.

Sebenarnya dia siapa? Apa motifnya? Kenapa dia mengiriminya pesan seperti itu terus? Apakah orang itu mengenalnya? Awalnya Asya berpikir kalau itu adalah orang salah kirim. Namun ternyata tidak. Jika orang itu salah kirim maka tidak akan sampai keterusan, kan?

Saat sedang bingung memikirkan orang tidak dikenal itu, seorang anak kecil perempuan datang ke arahnya dengan dua payung di tangannya. Satu payung dia gunakan untuk melindungi dirinya dari derai hujan, dan satunya dia genggam erat.

Asya tidak memedulikannya. Dia kira gadis kecil itu ingin meneduh sepertinya juga. Namun perkiraannya itu salah. Siapa sangka kalau gadis kecil itu memberikan payung yang dibawanya kepada dirinya. Gadis kecil itu tersenyum lebar hingga memperlihatkan giginya yang ompong.

"Ini payung buat Kakak."

Asya ragu. Tentu saja. Siapa gadis kecil itu? Apakah mereka saling mengenal? Mengapa gadis kecil itu memberikannya payung? Dari mana asalnya?

"Kamu dapet payung itu dari mana?" tanya Asya sedikit berteriak.

Gadis kecil itu menautkan alisnya. Diam sejenak sebelum menjawab dengan keraguan. "Ini payung aku. Aku kasian liat Kakak nggak bisa pulang karena hujan deras. Nih, ambil aja, Kak. Nggak pa-pa kok." Ucap gadis kecil itu sambil mengulurkan payung berwarna putih transparan kepada Asya.

Asya menerimanya. Dia mengucapkan terimakasih sebelum gadis kecil itu pergi. Asya tidak ingin suudzon tetapi hati dan pikirannya terus saja berdebat. Asya yakin kalau payung ini adalah bukan payung gadis itu. Kenapa tiba-tiba Asya jadi kepikiran orang itu? Orang yang mengiriminya pesan. Apakah dia pelakunya?

Asya celingukan mencari keberadaan seseorang. Siapa tahu dia mendapatkan petunjuk dari payung itu. Namun nihil. Tidak ada orang yang mencurigakan di sekitarnya. Asya segera membuka payung itu dan berjalan menerobos hujan.

Jika kalian berpikir apakah Asya takut jika berjalan sendirian malam-malam begini, apa lagi cuaca sedang hujan maka jawabannya tidak. Bagi Asya hal-hal seperti ini sudah dia alami sejak kecil. Sejak saat dulu, saat setelah kejadian itu dia dituntut untuk menjadi seorang yang mandiri dan tidak boleh manja.

Asya berjalan tanpa menggunakan alas kaki. Sepatunya dia taruh di dalam tas karena takut basah. Sepatu itu adalah satu-satunya sepatu yang dia punya. Kalau sampai basah bagaimana dia akan bersekolah besok? Apa lagi dia masih harus merancang kerjasamanya untuk memeriahkan acara ulang tahun sekolah.

Asya tersenyum lebar saat rumahnya sudah terlihat. Hanya menyeberang lalu berjalan sedikit saja dia sudah sampai di depan rumah. Asya kembali melanjutkan langkahnya. Dia senang saat berjalan di bawah derai hujan yang turun. Apa lagi saat dia tidak menggunakan alas kaki. Suatu kenikmatan yang tidak akan bisa dia rasakan setiap hari.

Epiphany (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang