EP 8 🥀

60 15 8
                                    

I don't know what
You're going through
But there's so much life
Ahead of you 
And it won't slow down
No matter what you do
So you just gott a hold on

🥀 Hold on – Shawn Mendes 🥀

🥀

Sesuai ucapannya kemarin, Asya membawa Anjani pergi ke suatu tempat yang mungkin nantinya akan mengubah pola pikir Anjani menjadi lebih baik lagi. Taksi yang mereka tumpangi baru saja melaju meninggalkan mereka berdua di depan sebuah rumah yang terlihat tidak begitu besar namun juga tidak begitu kecil.

Asya tersenyum kala melihat tempat itu. Panti Asuhan Kasih. Sudah lama dia tidak mengunjungi tempat itu dan sekarang dia kembali dengan membawa Anjani.

Asya berjongkok di depan Anjani dan menggenggam tangannya sejenak. "Kak, semoga setelah aku bawa ke tempat ini Kakak bisa ngerti apa maksud aku, ya."

Anjani bergeming. Tatapannya lurus menatap ke arah bangunan di depannya. Tempat itu terasa tidak begitu asing. Namun Anjani lupa kapan dia pernah menginjakkan kakinya di sana.

Asya berdiri lalu mendorong kursi roda Anjani memasuki halaman panti. Banyak anak kecil berkeliaran di halaman depan. Di sana juga ada seorang wanita paruh baya yang sedang mengawasi anak-anak kecil itu. Melihat kedatangan dua gadis cantik, wanita berhijab itu sontak berdiri dan tersenyum hangat.

"Asya. Sudah lama sekali, ya, kamu nggak datang lagi ke sini. Dan sekarang kamu datang dengan ....," Wanita yang diketahui bernama Risma itu melirik Anjani yang hanya diam membisu. "Anjani?" Risma melanjutkan dengan nada terkejut. Hal itu membuat Anjani mendongak.

"Astaghfirullah, kamu kenapa Anjani? Kenapa kamu bisa kayak gini?" Risma tampaknya masih terkejut melihat keadaan Anjani yang terduduk di kursi roda. Pasalnya dulu sekali kedua gadis itu selalu mengunjungi panti selama satu Minggu sekali. Dan setelah bertahun-tahun kini mereka kembali datang dan dengan keadaan yang jauh lebih berbeda.

"Ayo sini duduk dulu." Risma mempersilakan tamunya untuk duduk di kursi sampingnya.

Asya mengangguk. Dia duduk di samping Risma sedangkan Anjani berada di depan Asya. Risma menatap Asya seolah meminta penjelasan. Tidak dapat dipungkiri kalau keadaan Anjani sekarang cukup memprihatinkan. Ditambah wajah serta bibirnya yang pucat membuat Risma berspekulasi bahwa Anjani tengah sakit.

"Kak Anjani dulu sempat mengalami kecelakaan, Bu. Kata dokter—"

"Jangan dilanjutin, Asya." Setelah beberapa jam bungkam, akhirnya Anjani mau mengeluarkan suara. Gadis dengan bibir pucat itu menatap adiknya penuh peringatan. Mengingatkannya agar tidak melanjutkan ceritanya. Anjani tidak ingin mendengar masa lalunya yang kelam. Anjani tidak ingin mengingat apa yang sudah terjadi padanya dulu.

Asya berhenti. Dia menatap Risma dengan tidak enak. Risma yang memahami situasi hanya mengangguk dan tersenyum. "Nggak apa-apa. Mungkin Anjani masih syok. Ibu ngerti. Oh, iya, Ibu masuk ke dalam dulu, ya? Kalau butuh apa-apa, kalian tinggal panggil, Ibu."

Asya mengangguk saat Risma beranjak pergi dari sana. Asya mengembuskan napas panjang. Dia berdiri dan mendorong kursi roda Anjani mendekati anak-anak yang masih bermain di halaman depan.

Di dekat bangku panjang Asya berhenti. Dia memerhatikan beberapa anak kecil yang mempunyai kelainan. Seperti tuna netra, tuna wicara, tuna daksa, bahkan sampai ke tuna ganda.

Asya tersenyum getir. Dia tidak bisa membayangkan saat ada anak di usia seperti mereka harus menghadapi kekurangan yang membuat hidup mereka menjadi sulit. Asya tidak bisa membayangkan bagaimana sedihnya mereka dengan kekurangan yang mereka miliki. Namun yang Asya lihat sekarang adalah, anak-anak kecil yang mempunyai kelainan itu justru tersenyum lebar. Bermain dan berkomunikasi layaknya anak-anak normal. Tidak ada raut kepedihan yang terpampang di wajah anak-anak kecil itu.

Epiphany (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang