LUKA SESUNGGUHNYA

1.1K 179 14
                                    

"Saya kira dia ada malu pulang ke sini." Gege hanya melihat sekilas tanpa berniat untuk menjawabnya. Kalau bukan karena papanya, mana mau Gege duduk di ruang tamu dengan obrolan yang tidak penting. Sejak tadi ucapan mamanya Ari, terus saja memenuhi ruang tamu. Bahkan Nana saja sudah mencoba meredakan. Di tambah sosok ibu yang Gege anggap malaikat pelindung. Ini semua karena masa lalu Gege, semua jadi rusak. Yang tadinya harmonis, jadi berantakan.

"Maaf ya Sin, saya nggak tau kalau dia akan pulang." Dia, satu kata dari mulut ibunya, mampu meruntuhkan keterdiaman Gege. Iyah Gege tau, ibunya sangat membenci Gege. Seandainya waktu bisa di ubah, akan Gege ubah serapih mungkin. Mungkin kejadiannya tidak akan sejauh ini. Gege akan menghapus semuanya, seandainya bisa.

"Ya mau gimana, sudah terlanjur datang." Keduanya terus saja memojokan Gege. Rasa ingin membantah, pasti berakhir akan sia-sia.

"Mbak." Tegur Saski yang sejak tadi hanya terdiam. "Poin salahnya bukan hanya Gege, Nana dan Ari juga salah."

"Sas." Riri terlihat tidak terima dengan ucapan Saski. "Jangan seret nama Nana. Gara-gara kakaknya, Nana hampir meninggalkan kita semua."

"Kenyatannya dia masih hidup." Saski tak kalah nyolotnya. "Lagipula, itu masa lalu. Toh sekarang rumah tangga Nana, baik-baik aja."

"Tapi saya kalau ingat, sangat benci dengan keponakan kamu yang satunya itu." Saski melotot ke arah Sinta yang terlihat menahan amarah. "Apa dia dulu tidak punya pikiran ?"

"Sin" suara ibunya terdengar lembut sekali. Beda kalau memanggil nama Gege. "Saya atas mamanya Gege, minta maaf untuk kekecauan 5 tahun yang lalu. Maaf ya, Sin."

"Ri, kamu nggak perlu minta maaf. Yang salah anak kamu yang sulung. Bisa-bisanya pacaran sama adik ipar."

Luka ini, mengingatkan Gege 5 tahun yang lalu. Di mana Gege benar-benar terluka. Dan luka yang Gege tanam sejak dulu, kini kembali tergali oleh sendirinya. Andai saja tadi Gege menuruti keinginan Gana untuk mencari Hotel. Mungkin, Gege tidak akan bertemu dengan mereka. Dan tidak akan ada perdebatan lagi seperti dulu. Rumah ini akan tenang tanpanya.

"Mah." Ari mengusap tangan ibunya. Laki-laki yang sampai saat ini Gege benci seumur hidupnya. "Udah ya, itu kesalahan Ari juga. Lagipula, aku sama Nana udah bahagia."

Kurang bajingan apalagi ?. Hidup mereka tentram damai. Sedangkan hidup Gege berantakan semuanya. Hatinya terluka amat dalam.

"Tapi mama tetap kesal kalau ingat. Dia tuh lulusan luar Negeri. Sekolah tinggi. Pintar. Kenapa bisa cari pacar suami orang. Buat apa sekolah tinggi, kalau murahan." Ucap Sinta mengebu-gebu tanpa memikirkan perasaan siapapun. Rasa amarahnya masih saja tersimpan jika melihat Gege.

Rasanya hati Gege seperti di lemparin pisau yang tajam. Tatapannya masih datar, Gege masih mempertahakan raut wajah datarnya. Ryan, sang ayah hanya bisa menahan nafasnya. Dia tidak bisa berbuat apapun untuk kedua anaknya. Hanya bisa terdiam kaku dengan sedihnya. Takut jika membela Gege, Nana akan tersakiti. Ada di antara membingungkan.

"Mah." Nana maju memeluk ibu mertuanya. "Sepenuhnya bukan salah mbak Gege. Nana sama mas Ari juga salah."

"Nana !" Suara Riri terdengar galak. "Kamu hampir mati, lupa ? Mama tuh nggak habis pikir sama kakakmu. Mama sekolahin di luar Negeri, pulang ke Indonesia membawa petaka. Malu mama."

"Ya namanya ikuti pergaulan sana. Jadi jauh dari didikan kamu, Ri." Ucapan sinis dari ibunya Ari membuat Saski yang hampir saja akan maju menamparnya. Saski di tahan oleh Ryan karena tidak mau ada keributan.

"DIAM !!" Suara bentakan dari mulut Gege mampu membungkam semuanya. Ryan, sampai menahan nafasnya. "Kalian terlalu sibuk membenci saya, hanya satu kesalahan yang bahkan sampai sekarang membawa dampak buruk dalam diri saya."

"Ya memang pantas kamu itu di benci." Ari dan Nana langsung menegur Sinta yang terlihat sinis. Riri, masih terdiam kaku melihat ke arah Gege. Tatapan Gege yang tidak ia kenali setelah sekian lamanya. Seakan Riri tidak mengenal siapa Gege sebenarnya. Untuk pertama kali, Riri melihat wajah amarah Gege. Gege seperti orang asing yang baru saja masuk ke dalam rumahnya. Gege yang ia kenali, sangat amat tidak sekasar ini. Sinta, merasa tertampar ketika mendengar bentakan Gege.

"Dulu saya membuat kesalahan yang bahkan saya saja menjadi korban. Seandainya lelaki sialan itu jujur bahwa sudah memiliki istri, saya tidak akan sebodoh itu mau menermianya. Tapi, sepertinya kesalahan terletak pada diri saya. Begonya saya tidak mau mencari tau latar belakang pria sialan itu." Ari dan Nana menatap Gege dengan raut shok. 5 tahun yang lalu Gege hanya diam dan menerima perkataan demi perkataan dari mereka. Hanya menangis dan terdiam membisu. Sekarang, mereka seperti melihat Gege asing. Dan Saski tersenyum penuh kemenangan.

"Oh lupa," Gege berdiri merapikan rambutnya. "Nana sekarat bukan karena saya, melainkan pernikahan yang kalian paksakan. Dari perjodohan, akhirnya tidak ada kebahagian. Seharusnya berterima kasih pada saya. Berkat saya menerima sosok lelaki pengecut itu, rumah tangga mereka sekarang di penuhi kebahagian. Jadi, dulu saya memang salah karena mau saja menjalin hubungan dengan pria beristri. Yang bahkan sudah menginjak 5 bulan pacaran, saya baru tau kalau ternyata saya menjalin hubungan dengan adik ipar."

"GEMANI !!" Suara lengikngan ibunya tidak mempan untuk membuat Gege shok. Wanita yang di juluki wajah datar tersebut, hanya bisa menatap satu persatu manusia di ruang tamu. Tatapannya bertemu dengan Nana yang kini tengah menangis. "Kamu. Semua karena kamu, rumah tangga adikmu hampir hancur karena kamu."

"Tapi sekarang, tidak hancur, kan ?"

"Aku curiga Ri, dia merasa ada yang belain. Apa akan terulang ?" Gege menatap Sinta dengan tatapan benci. "Siapa tau pria yang tadi bernama Gana, suami orang."

"Bahkan baru sebulan yang lalu, saya di tinggal nikah oleh pacar saya. Lantas kalau saya sudah menikah, mungkin Gege sudah tau sejak awal. Karena di perusahaan, soal rumah tangga sudah sewajarnya di ketahui." Semua mata tertuju pada Gana yang kini tengah berjalan dengan sopannya.

"Gana." Suara Gege melemah, melihat Gana yang kini tersenyum membuat Gege merasakan amorster beda. Jantungnya berdetak lebih cepat.

"Maaf ya, Ge." Gana masih tersenyum. "Gue ucapin salam kagak ada yang jawab, main nyelonong aja."

"Gana ?" Gege menahan tangisannya. Lalu dengar suara hembusan nafas Gana, air mata Gege runtuh juga.

"Maaf ya, gue jadi denger semuanya. Gue nggak sengaja." Gana meletakan dokumen di meja. "Tadinya gue mau kasih dokumen ini buat besok. Tapi, gue dengan nggak tau dirinya malah mendengarkan cacian maki terhadap lo."

"Gana, saya....

"Nggak papa, namanya manusia pernah melakukan kesalahan. Meskipun yang gue pahami, di sini lo adalah korban yang sesungguhnya. Keadaan mereka membaik, tapi beda dengan lo, Ge. Lo menahan luka sendirian selama 5 tahun. Itu udah luar biasa. Perempuan hebat." Gana mendekati Gege yang masih shok. "Lo pernah bilang sama gue, Ge. Kalau sakit hati itu jangan di ratapai, tapi di perbaiki."

"Saya sedang mencoba."

"Gue percaya." Gana pamit pada semuanya. "Ge, jangan tidur malam ya, nanti lo drop."

"Makasi." Kepala Gana mengangguk dengan senyumannya.

"Gue, Bayu, mas Banu, tante Susan, Teh Sonya dan om Bima, percaya sama lo. Lo perempuan kuat dan tangguh Ge, gue cuma mau bilang satu hal." Gege mengangguk. "Jangan dendam sama orang yang sudah melukai lo, cukup lo doain yang baik. Karena doa baik, akan kembali pada diri kita."

"Makasi Gana." Gana mengangguk lalu keluar dari dalam rumah. Sebenarnya Gana ikut nyesek ketika mendengar mereka yang menghakimi Gege. Gana sedikit paham permasalahannya. Ini mungkin yang Gege takutkan ketika mendengar kota Karawang. Ini luka sesungguhnya. Semoga saja Gege bisa menyelesaikan masalanya.

"Pah." Gege mengambil Dokumen. "Besok terakhir Gege kerja. Gege harus balik lagi ke Tangerang. Maaf, Gege belum bisa jadi anak baik. Tapi, Gege tidak menyesal sudah mengatakan sejelas-jelasnya pada mereka."

"Melihat kamu ada di hadapan papa saja, sudah membuat papa bahagia."

"Makasi pa." Gege mendapatkan pelukan dari sang ayah. "Papa sehat terus, supaya nanti ketika Gege menemukan sosok laki-laki yang tepat, Papa bisa lihat Gege. Bahwa ternyata Gege bisa mendapatkan lelaki yang tulus. Doain Gege,"

"Selalu, papa selalu doain."

TENTANG KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang