40 SEMUA TERASA NYATA

1.3K 168 27
                                    

Biasanya jam 6 pagi Gege sudah datang dengan 2 tangan berisi 2 kantong plastik penuh isi sayuran. Sudah jam 8 juga Gege belum datang, dan sejak tadi Gana menungggunya. Dejavu. Ketika melihat para ibu-ibu pulang joging, bayangan minggu lalu terlintas. Bahkan sudah beberapa kali Gana menghubunginya, namun tidak ada jawaban juga. Menurut info dari geng gibah, Gege pulang hari sabtu. Itu artinya kemarin Gege pulang. Lalu kenapa hari ini Gege tidak datang, atau menelponnya.

"Mas Gana." Bu Erni tukang sayur langgananan para ibu-ibu datang memberikan 2 kantong belanjaan. "Semalam mbak Gege telpon, pesenin ini buat mas Gana."

"Makasi." Gana masuk tanpa berniat lama-lama lagi. Bahkan Gege lebih memilih memesan pada tukang sayur, daripada datang menemuinya. Semarah itukah. Jujur saja, ini pertama kali Gana kalang kabut menghadapi perempuan. Gemani ini beda, bukanlah perempuan yang di bujuk dengan sebuah alasan, lalu luluh.

Tidak.

Gemani lebih memilih terdiam lalu tiba-tiba akan ada bencana yang di buatnya. Gana tinggal menunggu akibat dan perbuatannya. Segera sayuran tadi Gana bereskan di dalam kulkas. Untung Gana sering melihat Gege kalau beresin kulkas, jadi lumayan paham. Gana mengambil ponsel, mengecek aplikasi WhatsAapp barangkali ada pesan dari Gege. Namun kenyataannya, nihil. Gege benar-benar menghukumnya dengan kejam. Preweed batal. Belum lagi tanggal nikah di undur, tambah WO cancel. Kacau semua karena satu kesalahannya. Kadang satu kesalahan akan merubah beberapa kebaikan.

"Tumben Aa nggak ketemu Bayu." Gana melirik ibunya yang kini tengah sibuk elapin kompor. Iyah, ibu dan ayahnya memang sedang di Jakarta. Katanya sih habis dari rumah tetehnya. Gana tidak keberatan sama sekali, hanya saja perasaannya yang sedang kacau.

"Lagi pengen di rumah." Ayah meledek Gana seolah tak percaya anaknya memilih diam di rumah. Kalau dulu, Gana yang sering menemui orangtuanya di Bandung. Sekarang, gantian.

"Assalamualaikum." Semua menoleh, mendapatkan perempuan yang tengah tersenyum ceria. Lalu menyalami orangtua Gana. "Tante apa kabar ?"

"Karin ?" Tanya ibu tak percaya, lalu saling pandang dengan ayah. "Oh di Jakarta, sekarang ?"

"Iyah dong. Mau cari pengalaman. Halo om," Karin juga menyapa ayahnya lalu Gana hanya menghela nafas. Bencana lagi, bisa tambah rumit kalau ceritanya seperti ini. Masalahnya dengan Gege belum ada titik terang, datang Karin masuk dalam lingkungan pribadinya. Bisa gila Gana.

"Aa Gana, main yuk ke mana gitu ? Karin bosen di rumah terus."

"Rin," Karin mengangguk senang. "Nggak mungkin gue keluyuruan, di saat ada orangtua gue lagi nengokin anaknya."

Ayah mencibir ke arah Gana. Biasanya main tinggal main, pake alasan orangtua. Ibu hanya terkekeh geli. Memang ada yang beda dari Gana kali ini, tidak seperti biasanya. Karin terus saja mencoba memulai obrolan pada orangtua Gana. Semua orang juga pasti tau dari tingkah Karin ini. Suara salam dari arah luar mendapati tatapan banyak orang. Ibu beranjak memeluknya dengan senyuman hangat.

"Katanya mau ke Bandung, ibu tungguin."

"InsyaAllah kapan-kapan."

"Ibu bawain kue yang kamu mau."

"Gege juga bawain pesenan ibu khas Lombok." Gana tak lepas memandang wajah Gege, rasa rindu membuncah tak karuan. Ingin rasanya Gana berlari memeluk Gege dengan seerat mungkin. Kenyataannya tidak mungkin. Apalagi ada orangtuanya. "Bapak."

"Sehat Ge ?" Kepala Gege mengangguk. "Ayah kapan hari kirimin bibit sawi lho, ada ?"

"Ada, udah Gege tanam. Makasi pak," Karin berdiri, tersenyum ke arah Gege. Berniat ingin berkenalan dengan perempuan yang memiliki tatapan tajam itu.

TENTANG KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang