MERESAHKAN

1.1K 157 9
                                    

Pagi yang tidak biasanya membuat Gana merasa benar-benar tegang. Setelah tadi bertemu papanya Gege, kini duduk saja tidak nyaman. Entahlah, apa yang sedang Gana rasakan tidak sebanding dengan perasaan Gege semalam.

"Kenapa ?"

"Hah ?" Gana melirik kiri-kanan lalu menghela nafas. "Maaf Ge, gue lagi banyak mikir."

"Soal ?"

"Ibu sama bapak besok mau ke Jakarta."

"Lalu apa yang kamu pikirkan ?"

"Isi kulkas gue Ge," kening Gege mengerut. "Kosong klontang kagak ada isinya."

Rasanya Gege ingim membanting mobil sekang juga. Padahal Gana tinggal belanja ke supermarket atau pesan makanan. Lalu apa yang harus di buat pusing. Melihat respon Gege yang memalingkan wajahnya, Gana menahan tawa. Dirinya sadar bahwa perkatannya barusan memang tidak masuk akal.

"Ge," Gege hanya melirik sekilas lalu pandangannya menatap ke depan. "Minggu datang ya, gue berniat mau selamatan rumah."

"InsyaAllah."

"Harus, wajib dan kudu."

"Tidak boleh di paksa." Lalu Gana mencibir Gege. Maksa, sejak kapan Gana maksa. Padahal Gana hanya menekankan wajib datang. Itu bukan maksa, tapi lebih ke permintaan yang wajib.

"Saya turun, makasi."

"Iya sama-sama ratu judes." Dengan spontan Gege menggeplak bahu Gana. Mulut Gana perlu di kasih cabe sepertinya. Bisa-bisanya mengejek Gege, mana depan rumah Bayu.

"Gan." Gana mengangguk lalu tersenyum. Tidak, Gana tidak ada niatan untuk mampir. Tadi sudah menelpon tante Susan, hanya sekedar mengantarkan Gege. Setelah itu Gana memang ada urusan penting yang harus hari ini juga di lakukan. "Hati-hati."

Setelah itu Gege masuk ke dalam dengan wajah biasanya. Gana ? Masih melongo tak percaya. Pertama kalinya Gege perhatian pada Gana. Dan lagi, suaranya lembut banget. Padahal kalau ngomong, nadanya galak banget. Tidak lama suara klakson mobil menyadarkan Gana, lalu melihat siapa gerangan yang main klakson saja.

"LAMA BANGET !!!" pantas saja hawanya merinding, ada Banu manusia galak, lebih galak dari Gege.

"SABAR KALI, MAS!!" Gana tak kalah teriak juga. Lalu Gana klakson balik setelah pamit pulang. Sekarang Gana bisa menemukan sifat Gege turun dari mana.

Banu.

Dari sepupunya sendiri. Bapaknya, lembut banget kalau ngobrol. Mamanya, paling heboh. Gege, flat abis.

"Haduh, bisa-bisanya gue malah mikirin sifat Gege. Udah tau lagi buru-buru." Gerutunya yang sudah keluar dari komplek perumahan tersebut. Gana bergegas segera pulang untuk menyiapkan kamar buat ibunya.

Dering ponsel membuat Gana yang tadi sibuk dengan pikirannya, kini buyar sudah. Tertera jelas nama manusia setengah salmon. Dengan entengnya Gana mengabaikan si penelpon yang tidak ada kapoknya.

"Sabar anjir !! Gue mau masuk rumah dulu. Lagi, bisa-bisanya baru nelpon gue. Giliran senang aja, gue di lupain. Pengen gue kutuk."

Lalu Gana segera masuk dan duduk di sofa depan tv. Gana pikir yang menelpon akan menyerah. Nyatanya ?.

"Ya anak Dazal !!!" Saking jengkelnya, Gana berteriak kencang tanpa mengucap salam.

"Ngelunjak lo. Dari mana aja, bangke !?" Ini Bayu kayak emak-emak watir pada anak perawannya. Iyah, mahluk sejenis Bayu yang sejak tadi tidak menyerah untuk menelpon terus. Padahal rumah dekat, kalau butuh tinggal samperin. Pake nelpon segala coba.

TENTANG KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang