KEMAJUAN GEMANI

1.1K 152 7
                                    

Siang itu geng gibah -- beserta pawangnya, yakni Gandana. Mereka tengah menikmati masakannya bu Odah. Sedang enak makan, lalu di buat terkejut oleh kedatangan Gege. Ini perdana sekali Gege mau menginjakan kaki di warteg bu Odah. Setelah sekian lamanya kerja di kantor tersebut, Gege baru kali ini datang. Sejak tadi geng gibah masih melongo melihat kehadiran Gege. Dan Gana yang paham, segera menarik kursi agar Gege duduk. Tidak lama pesanan Gege datang. Nasi, sayuran dan ikan tongkol balado, adalah kesukaan Gege. Gana saja hapal, makanya sering Gana belikan.

"Air kamu habis ?" Gana menoleh, kemudian mengangguk. Karena memang Gana sedang enaknya menikmati bakso super pedas, sehingga air sudah tandas duluan. Gege menyodorkan air mineral yang selalu ia bawa dari rumah. "Nggak usah beli lagi."

"Makasi." Gege mengangguk, lalu melihat ke arah geng gibah yang masih kedap-kedip mirip ikan cupang kurang air. Detik lanjutnya Gege mengabaikan keempat manusia yang masih asik diam.

"Kalian nggak makan ?" Seakan terasa terseret ke dunia nyata, geng gibah salah tingkah. Gana hanya terkekeh geli. Ya Gana paham, semua pada kaget karena kedatangan Gege. Gana saja kaget, tapi tidak di tunjukan saja depan mereka.

"Mbak Ge," Gege mendongkak ke arah Rindi. "Mbak nggak nyasar kan, ini warteg bukan pantry."

Rasanya jika ada loak, ingin sekali Bella menjual Rindi. Harus frontal banget, jadi tidak enak melihat mimik wajah Gege. Takut-takut merasa pada nggak senang.

"Nggak." Lalu Gege melanjutkan makannya, melirik Gana yang memberikan tisu. "Udah makannya ?"

"Udah." Gege mengangguk, mengabaikan mereka yang masih saja syok. "Harus banget makan pedes ?"

"Ya Allah bang Med, jiwa jomblo gue meronta." Rafka dramatis memegang dada, seolah rasanya nyesek. Dan Bella tertawa bahagia. Mereka tidak fokus pada perlakuan Gana terhadap Gege. Mereka fokus pada Gege yang begitu lahap makan. Gege tuh dari dulu selalu bawa makan dari rumah, makan di kursi kerja. Dan moment ini, sangat langka.

"Bell." Bella menoleh ke arah Medi. "Mukizat ga sih ?"

"Gue takut salah ngomong bang." Medi mengangguk paham. "Ini moment langka, kenapa gue pengen banget mengabadikan ini."

"Alay lo." Sambar Rafka melanjutkan makan mie ayam yang tak pernah absen dalam diri Rafka. Kalau kakaknya yang berpropesi Dokter itu tau, habislah nyawa Rafka. Tiap ke warteg pesan mie ayam terus. "Makan dah, keburu kelar ini jam makan siang."

"Gue lihat mbak Gege aja, udah kenyang." Andai Medi punya tabung gas, udah taro di kepala Bella. Selebay itu hanya karena Gege makan di warteg.

"Pulang nanti, aku ke apartemen Luna."

"Ngapain ?" Gana dan Gege beranjak, meninggalkan geng gibah yang misuh-misuh. Lagi siapa suruh fokus liatin Gege doang. Makanan di anggurin, hanya karena gibah.

"Ambil sepatu ketinggalan."

"Mau di antar ?"

"Boleh ?" Gana terkekeh, lalu menarik Gege katika ada karyawan yang tengah becandan dengan teman-temannya.

"Aku nawarin diri, kamu malah nanya." Kemudian Gana melihat jam di tangannya. "Hari ini pulang lebih awal. Udah ijin tante Susan ?."

"Udah." Katanya yang langsung melenggang ke belakang, dapur kesukaan Gege. Tidak lama Gege meletakan air minum di meja Gana, dan itu menjadi pusat perhatian Gana yang tadinya sedang cek berkas. "Banyakin minum, kerja kamu lumayan."

"Makasi." Gege mengangguk, lalu duduk di kursi kebanggan. Tak lama geng gibah datang, suara Bella yang amat sangat menjadi dominan.

"Mbak Gege ada kemajuan yang pesat. Gue kaget dong pas doi berdiri di samping bang Gana. O-emji, ini berasa mimpi tau."

TENTANG KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang