Bunga Kamboja Biru

1K 81 13
                                    

Di dalam kamar istana yang megah Baginda Kalanarta beserta beberapa orang kepercayaannya  pandangi Malaikat Putih dan Lingga Putra anaknya yang tak sadarkan diri. Sudah tiga hari dua malam kedua orang itu pingsan. Tampak tabib istana yang sudah berusia 70 tahun bernama Resi Marendra tengah mengobati mereka.

"Bagaimana Resi?" Tanya Baginda Kalanata cemas. Resi Marendra menghembuskan nafas dengan berat
"Luka keduanya sangat parah gusti, rasanya kepeandaian dan obat-obatan hamba tidak sanggup memulihkan mereka berdua"

"Apa? Tidak mungkin Resi, pasti ada obat yang mampu menyembuhkan Malaikat Putih dan anak saya"  Ucap Baginda Kalanarta sambil terduduk lemas ditepi ranjang disamping anaknya. Dibelainya kepala anaknya yang berwajah pucat.

"Ampun gusti, memang ada satu obat, dan hanya gusti prabu sendiri yang bisa mendapatkannya" ucap Resi itu dengan berat.

"Apa, cepat katakan?" Gusti Prabu bangkit dari duduknya kedua matanya yang tadi sendu tampak berbinar asa lagi.

"Ampun gusti prabu. Obat itu adalah air rendaman lima bunga Kamboja Biru di makam larangan"

Mendengar jawaban itu, karuan saja mata Baginda Prabu mendelik marah
"Hei Resi apa maksudmu? Bunga laknat itu kau sebut sebagai obat buat anakku? Jangan main-main kau kepadaku"
Baginda Kalanata berdiri murka dengan sorot mata tajam penuh amarah.

Resi Marendra cuma tertunduk takut. Begitu pula orang yang hadir ditempat itu, permaisuri, dua senopati dan panglima perang.

"Ampun gusti, mana mungkin hamba berani berbuat seperti itu. Hamba seorang tabib dan apa yg hamba katakan tadi adalah suatu kebenaran. Bunga Kamboja Biru itu memiliki daya sembuh luka dalam yang dahsyat, bunga itu hanya muncul 50 tahun sekali"

"Jika kau sudah tau bunga itu hanya muncul 50 tahun sekali mengapa kau mengatakannya? Sementara anakku juga sahabatku itu bisa mati dalam waktu dekat jika tidak segera diobati" Murka Baginda Prabu bukan olah olah, satu pot besar berisi tanaman hias di kamar itu hancur ditendangnya, tanah dan tanaman pot itu berhamburan mengotori lantai. Semua orang semakin menundukkan kepalanya.

"Ampun gusti, ada satu cara yang mampu membuat bunga itu muncul secara cepat" sahut Resi Marendra.

"Katakan resi sebelum kesabaranku habis"

"Caranya seorang raja harus bersenggama di bawah pohon kamboja biru bersama ..."

"Bersama siapa?"

"Bersama 5 orang pria yang masih perjaka" jawab Rssi Marendra gagap dengan kepala semakin menunduk.

"Apa? Cara gila" Baginda prabu saking marahnya tampar pipi Resi Marendra.

"Ampun gusti, tapi memang begitulah caranya"

Gusti prabu Baginda Kalanata akhirnya cuma diam merenungi ucapan Resi Marendra. Dia sangat membenci hubungan sesama lelaki. Dan kini masakan dia harus bersetubuh dengan pria. Sekaligus 5 pria pula. Diam-diam dia teringat pada Rianta putra pertamanya yang harus mati ditangannya karena kecewanya dia pada putranya itu yg ternyata mencintai seorang lelaki.
"Oh Dewa, inikah karma bagiku?" rintih Baginda Kalanarta.
*

Karena di desak keadaan mengenaskan putranya, Baginda Kalanarta memutuskan mengikuti petunjuk Resi Marendra. Ditemani lima prajurit yang berstatus pembunuh rahasia yaitu prajurit berkemampuan tinggi yang ditugaskan untuk membunuh secara rahasia para buronan dan penjahat kelas kakap. Kelimanya bertubuh gagah dan tampan. Baginda Kalanarta dan lima pengawalnya itu menuju Makam Larangan yang terletak di sebelah selatan Istana yang tertutup. Makam ini konon adalah kuburan seorang pertapa sakti yang telah berusia 200 tahun, dan di samping makam tumbuh satu pohon kamboja besar yang dahan-dahanya condong ke atas makam seolah memayunginya, konon inilah pohon Kamboja Biru yang hanya berbunga 50 tahun sekali, bunga kamboja ini berwarna biru keunguan menebar harum yang kuat namun memiliki daya sembuh luar biasa dahsyat.
Baginda Kalanarta pandangi pohon kamboja biru itu. Hatinya bergetar juga membayangkan apa yang akan dilakukannya disini bersama kelima pengawalnya.

"Ampun Baginda Prabu? Apakah kita akan segera saja melakukannya?" tanya seorang dari 5 pengawal rahasianya itu.

"Baik, kita dikejar waktu" jawab Baginda Kalanata
Maka ke lima prajurit itu berdiri mengelilingi Baginda Prabu dengan tangan saling berpegangan, sedangkan baginda prabu duduk bersila membaca mantra. Mendadak terdengar suara berkesiur dan tanah bergetar aneh, dan brak tanah terbuka, tepat di samping makam yang lain keluar dari dalam tanah satu ranjang batu besar kebiruan menebar hawa sejuk.

"Ranjang Gairah Biru" ucap baginda menyebut nama ranjang gaib itu. Baginda Kalanarta bangkit berdiri, kelima pengawalnya saling pandang dengan dada berdebar.

"Ayo kita mulai, lebih cepat lebih baik" kata-kata itu keluar dari mulut baginda prabu dengan suara bergetar dan getir. Kelima pengawal tampak kikuk dan kembali saling pandang, ada rasa ragu untuk melepas pakaiannya. Namun ketika Baginda Prabu menyapu mereka dengan pandangan tegar nya satu persatu maka kelimanya pun melepaskan pakaian mereka tanpa sisa. Baginda Prabu rasakan kedua matanya nanar, ada rasa enggan melihat tubuh bugil kelima prajuritnya.

"Lingga, demi kau ayahanda rela melakukan ini" Baginda prabu yang masih bertubuh kokoh dengan wajah berkharisma itu turut pula melepaskan pakaiannya. Kini diatas ranjang batu gairah biru itu tampak enam laki-laki saling mencumbu bercinta walau dengan keadaan terpaksa.
*

Baginda Kalanarta kembali ke istana dengan membawa lima bunga kamboja biru, keadaan malaikat putih dan Lingga Putra semakin mengenaskan, antara sadar dan tidak, juga antara hidup dan mati, kedua mulut bergumam lirih tak jelas, pelan sekali suara itu.
Resi Marendra cepat ambil kelima bunga kamboja yang langsung dimasukkanna kedalam sebuah mangkok besar berisi air yang diembunkan. Mulut tampak berkomat kamit merapal mantra kesembuhan. Mendadak bunga kamboja biru seolah leleh melebur kedalam air tanpa sisa sedikitpun, membuat air itu berwarna biru bening memancarkan hawa sejuk dan harum.

Setelah selesai dengan menggunakan sebuah cangkir dari logam kuningan, air itu diminumkan ke mulut Lingga Putra, sedikit sulit untuk membuka mulut Lingga yang tengah terbujur tak berdaya namun diserti dengan tekanan di leher dan hidung mulut itu terbuka. Selesai memberi obat pada Lingga Putra maka air bunga kamboja biru itu diminunkan pula pada Malaikat putih dengan cara yang sama.

Setelah itu tak ada reaksi apa-apa untuk sesaat, tiba-tiba saja tubuh Lingga dan Malaikat Putih bergetar hebat dari rongga di wajah mereka berkeluaran asap biru. Lalu kedua tubuh itu pancarkan sinar biru yang lembut. Semua mata yang memandang tampak membuka lebar, lalu terdengar suara berseru tertahan tatkala dari balik bungkusan sinar biru tampak luka-luka luar di tubuh Malaiakat Putih dan Lingga saling bertaut dan menutup hingga hilang tak berbekas. Disertai suara letupan kecil dua kali sinar biru lenyap begitu juga asap biru tipis, sebagai gantinya terdengar suara batuk-batuk dua orang yang langsung sadar dan semburkan darah kental hitam kebiruan. Lingga dan gurunya telah sadar. Bahkan keduanya seolah tak pernah sakit dan terluka kini tampak segar bugar tak kurang suatu apa.
"Ayah" ucap Lingga hormat sambil bangkit dari tidurnya. Baginda Kalanarta memeluk erat tubuh Lingga.

"Syukurlah kau sembuh, ayah telah kehilangan kakakmu dan sekarang ayah tak mau kehilangan dirimu"
***

ASMARA BERDARAH (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang