Tabir gelap itu perlahan-lahan terkuak, sinar menyilaukan mata langsung menyambar. Sanjaya rasakan badannya sedikit pegal, dia belun sepenuhnya ingat apa yang terjadi. Namun begitu kesadarannya pulih nama Lingga lah yang pertama disebutnya. Sanjaya cepat bangkit dari tidurnya.
"Hei, baru tau aku ada di sebuah kamar, kamar siapa?" Sanjaya heran sendiri.
Diperhatikannya kamar berdinding kayu itu, tampak jendela terbuka, diluar jendela tampak beberapa pohon ditanam rapi.
"Bukankah aku waktu itu sedang bertarung dan terluka" ingat keadaan dirinya Sanjaya cepat memeriksa tubuhnya, namun begitu dia melihat keadaan tubuhnya dia langsung kaget bukan kepalang. Bagaimana tidak dia dalam keadaan telanjang bulat.
"Jahanam, siapa yang menelanjangiku?" Sanjaya cepat mencari sesuatu yang bisa digunakannya menutup auratnya, matanya membentur meja di samping ranjang, terdapat seperangkat pakaian berwarna coklat kemerahan. Tanpa pikir panjang dia mengenakannya.
"Pakaian ini jelas sekali bukan milikku, celanaku sudah robek besar dibuat nenek jahanam itu, jangan-jangan si caping hitam?" Sanjaya terkesiap. Dia kembali periksa tubuhnya, ternyata cedera baik luka dalam maupun luarnya telah pulih seutuhnya. Sanjaya bernafas lega, meski dengan sejuta rasa heran.
Saat itulah pintu kamar terbuka. Satu sosok lelaki jangkung berambut gondrong sepunggung dengan pakaian terbuka di perut menyeruak masuk. Usianya kira-kira 23 tahun, Wajahnya tampan berkulit kuning langsat meski wajah itu terkesan dingin, di keningnya melintang ikat kain berwarna merah gelap. Dengan melihat pakaian si pemuda juga sosok nya taulah Sanjaya jika dia adalah si Caping Lebar.
"Kau?" baru saja Sanjaya ingin ajukan pertanyaan si pemuda cepat menghardiknya.
"Tak usah banyak tanya, apa kau tak tau temanmu sudah mau mampus, lekas bantu aku"
Sanjaya terkesiap mendengarnya.
"Kau, kau membunuhnya, kalau saja kau tak menendangnya lukanya tidak akan bertambah parah""Plaak" satu tamparan mendarat di pipi sanjaya, sakit sekali.
"Jika aku tak menginjak dadanya darah kotor akibat racun kelelawar darah tidak akan keluar, bodoh!" bentak si pemuda misterius. Lalu tanpa perdulikan Sanjaya dia melangkah keluar, mau tak mau sambil pegangi pipinya yang ditampar Sanjaya mengikutinya.
Mereka berdua memasuki sebuah ruangan dimana Lingga berada.
Keadaan Lingga mengenaskan, kulitnya tampak kemerahan dan mengeluarkan asap tipis tubuh telanjang itu terbaring diatas susunan gedebok pisang yang dibelah."Tubuhnya memancarkan hawa panas, kalau bukan karena ilmunya yang tinggi niscaya dia sudah jadi mayat" tutur si pemuda.
Sanjaya yang sudah menganggap Lingga sahabat sejatinya turut merasakan sakit juga ngeri.
"Tolong selamatkan dia"
"Plakkk" kembali satu tamparan mendarat di pipinya, jika tidak mengingat keadaan diri Lingga, Sanjaya tidak akan segan-segan balas menampar.
"Apa kau pikir aku dewa yang bisa menyembuhkan orang semudah membalikkan tangan?"
"Kalau begitu katakan apa yang harus ku lakukan"
"Keluar dari rumah ini, pergi ke halaman belakang, disana banyak tumbuh tanaman lidah buaya, tumbuk sampai lendirnya keluar, kumpulkan sampai satu timba besar setelah itu bawa kemari" tanpa tunggu aba-aba Sanjaya cepat kerjakan apa yang diminta.
Tak butuh waktu lama Sanjaya berhasil mengumpulkan satu timba kayu besar lendir lidah buaya. Cepat-cepat benda itu dibawanya kehadapan pemuda misterius.
"Sekarang balurkan lendir itu ke seluruh tubuh temanmu itu mulai ujung rambut sampai ujung kaki, depan belakang"
"Ah mengapa bukan kau saja yang melakukan, aku takut kesalahan tangan jika ..." ucapan Sanjaya terhenti ketika di lihatnya wajah si pemuda bertambah dingin dan tangannya siap menampar. Mau tak mau cepat sekali dia mengerjakan yang dipintanya. Begitu lendir lidah buaya itu menyentuh kulit kemerahan Lingga tampak asap tipis keluar disertai suara berdecis bagaikan bara disiram air.
"Apa kau pikir aku mau menyentuh tubuh telanjang temanmu itu?" ucap si pemuda pula sambil memperhatikan pekerjaan Sanjaya.
Sanjaya memaki, tak mau menyentuh tubuh telanjang? Kalau bukan kau siapa lagi yang menelanjangi Lingga dan juga aku.
"Hei kenapa anunya kau lewatkan?" perintah si pemuda ketika Sanjaya ingin melewatkan anggota kelelakian Lingga. Meski jengkel Sanjaya lakukan juga, begitu juga bagian tubuh sebelah belakang hingga selesai.
"Sekarang tutup tubuh itu dengan gedebok pisang " lagi-lagi Sanjaya cuma menurut.
"Biarkan sampai gedebok pisang itu kering menyedot hawa panas di tubuhnya, mudah-mudahan hawa panas tubuhnya akibat racun bisa hilang dan dia lekas sembuh""Bagaimana dengan obat dalamnya? percuma jika luarnya bagus tetapi organ dalamnya tidak diobati" Sanjaya memang sedikit tau pengobatan racun, namun untuk racun pukulan sakti dia tidak menguasai pengobatannya.
"Apa kau pikir aku bodoh? Selama kau pingsan aku sudah memberikan obat itu, sehari tiga kali"
"Berapa lama kami tak sadar"
"Bukan urusanmu!" jawab si pemuda seraya bergerak pergi.Sanjaya terperangah mendengarnya.
"Hei kau mau kemana?""Kau ini dungu atau apa? Aku mau cari makanan untuk nanti malam"
Sanjaya bermaksud ingin ikut namun dia tak tega meninggalkan Lingga sendirian.
"Siapa sebenarnya pemuda tadi, walau wajahnya tampan tapi sikapnya galak, sialan dua kali aku ditamparnya, guruku sendiri tidak pernah menamparku" Sanjaya kembali menggerutu sambil pegangi pipinya.
![](https://img.wattpad.com/cover/222046153-288-k651820.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ASMARA BERDARAH (SELESAI)
Viễn tưởngwarning : cerita bergenre gay love 18+ dengan sentuhan silat, homophobia silahkan mundur SINOPSIS: Abhinaya Bayu seorang pendekar tangguh harus terlibat kisah asmara yang rumit dan berdarah dengan Lingga Putra seorang pangeran dari Kerajaan Lokajaya...