Pagi itu di pendopo sebuah rumah kayu, dua manusia beda usia duduk saling berhadapan. Satu yang tua duduk berwibawa di atas sebuah kursi bundar, sedangkan satu yang jauh lebih muda hanya duduk bersila di atas lantai pendopo.
Si Tua berambut nyaris putih semua, begitu pula kumis juga janggut pendek yang hampir menutupi seluruh dagunya. Si tua ini berpakaian kelabu seperti seorang resi. Wajahnya yang sudah keriput namun memancarkan wibawa dan sikap arif. Dialah salah satu tokoh utama rimba persilatan berjuluk Malaikat Putih, adapun nama aslinya sendiri adalah Ki Dipa Wisena.Di hadapannya duduk bersila seorang pemuda berwajah tampan dan sedap dipandang, rambutnya yang sedikit ikal menjela gondrong sepanjang bahu, kain berwarna biru mengikat keningnya. Si pemuda gagah ini berbaju biru gelap dengan celana hitam, di pinggangnya tampak melingkar kain batik. Menambah kesan gagah dirinya apalagi di punggungnya tergantung pedang bergagang kepala naga berwarna keemasan. Dia adalah Lingga Putra, murid Ki Dipa Wisena alias Malaikat putih yang siap dilepas turun gunung oleh sang guru.
"Lingga muridku, sebelum kau turun gunung, ada beberapa pesan yang ingin guru sampaikan sebagai bekal tambahanmu, bagaimanapun kau masih muda dan belum punya pengalaman di rimba persilatan. Apalagi dirimu yang seorang Pangeran mahkota dari Kerajaan Lokajayaa harus bisa menjaga diri dalam perjalanan. Rahasiakanlah kepangerananmu, karena jika golongan hitam dunia persilatan tau kau pasti diincar untuk melumpuhkan ayahmu Sri Baginda Kalanarta. Selain itu maukah kau berjanji satu hal pada eyang?"
"Apa itu eyang?" tanya Lingga pendek.
"Maukah kau berjanji untuk tidak mencintai laki-laki?" Pinta Malaikat Putih."Eyang, aku sungguh tidak mengerti" Lingga seperti tidak paham mengapa gurunya yang dipsnggilnya eyang itu bermaksud demikian.
"Memang sudah tradisi negeri ini bahwa selain mencintai wanita, kita juga dibolehkan menyukai sesama pria. Namun eyang tidak ingin kau ikut seperti itu. Bagaimana ? Sanggupkah kau?" tanya Malaikat Putih.
Lingga Putra tampak berpikir sejenak.
"Tapi apa alasannya?""Hmmm baiklah, dulu guru memiliki seorang murid yang mencintai sesama lelaki, dan dia tewas di tangan kekasihnya sendiri. Guru tak ingin itu turut menimpa mu Lingga" Malaikat Putih memberikan alasan mengapa dia tidak ingin muridnya terlibat cinta sesama pria.
"Jika itu perintah Eyang maka Lingga akan turut dan patuh"
"Bagus. Selain itu jika kau bertemu seorang tokoh silat muda berjuluk Pendekar Angin Pengiris lebih baik kau menghindar. Dia tokoh silat golongan hitam yang teramat jahat, ilmunya sangat tinggi. Bahkan guru sendiri belum tentu mampu menghadapinya, jika kau tidak sengaja berhadapan dengannya berhati-hatilah" tutur Ki Dipa Wisena.
Lingga mendengar petuah sang guru dengan seksama.
"Nah kemana tujuanmu setelah turun gunung?"
"Saya punya rencana menemui Ayahanda Kalanarta di Lokajaya terlebih dahulu, Lingga sudah rindu pada beliau, baru setelah minta izin pada beliau Lingga akan berkelana barang setahun dua tahun"
"Bagus, memang begitu seharusnya, nah sekarang pergilah"
Lingga membungkuk hormat pada sang guru. Malaikat putih menepuk pundak muridnya. Lalu Lingga berangsur menjauh lalu melangkah meninggalkan rumah itu diikuti dengan pandangan gurunya hingga sosok itu lenyap dari matanya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
ASMARA BERDARAH (SELESAI)
Fantasíawarning : cerita bergenre gay love 18+ dengan sentuhan silat, homophobia silahkan mundur SINOPSIS: Abhinaya Bayu seorang pendekar tangguh harus terlibat kisah asmara yang rumit dan berdarah dengan Lingga Putra seorang pangeran dari Kerajaan Lokajaya...