Tameng Untuk Suami

127 18 2
                                    

Menjagamu adalah kewajiban bagiku.

Nevan mencegat Aidar. Meraih kasar tangannya. Berharap kali ini, setidaknya Aidar mendengarkan alasan Nevan. Ia benar benar tak habis pikir pada sikap Aidar. Sangat labil, apalagi menjadi seorang suami. Kenapa mamanya tega menikahkan Aidar diusia belia?.

Dada Aidar naik turun. Tadi ia pergi, ingin meredam amarah agar bisa terkontrol. Namun, melihat wajah Nevan. Membuat darahnya kembali naik. Alis Aidar yang tebal, ia manfaatkan untuk menantang Nevan.

"Ngapain lo kesini?" Tanya Aidar datar.

"Dengerin dulu omongan gue."

Aidar menyentak tangan Nevan. Mendekat dan membusungkan dada. Jarinya menunjuk nunjuk Nevan. "Gak tau diri ya lo?!" Sentaknya.

Laki laki berahang tegas tetap tenang. Ia tidak mau berujung pada pertengkaran. Dia masih tau tempat, sekolah adalah tempat belajar.

"Bangsat lo!" Ia tak bisa menahan amarah. Mengusap punggung tangan. Langsung menghajar habis Nevan.

BUGHH

Pukulan itu mengenai pipi kanan Nevan. Ia menghela nafas menambah rasa sabar. Aidar terus saja menunjuknya

"Tanpa lo sadari, empat jari lo itu. Nunjuk ke diri lo sendiri." Jelas Nevan.

Aidar diam, perlahan menurunkan tangan. Nevanpun hanya terkekeh geli. Benar apa katanya, Aidar masih labil. Tidak cukup kuat pendirian dia untuk mengarungi bahtera rumah tangga.

"Jaga ucapan lo!"

BUGHHH

Lelaki berjambul cetar kembali melayangkan pukulan. Tepat mengenai perut Nevan. Bahkan, Nevan terpental kebelakang.

"Auhh." Desis Nevan. Habis sudah kesabaran Nevan. Sekuat apapun ia berusaha sabar. Agaknya kali ini tidak bisa.

BUGHH

"Sikap lo terlalu kekanak kanakan Aidar! Gimana lo bisa jadi suami? Kalo masalah gini aja lo besar besarin. Hah?"

Pada akhirnya, Aidar terkena bogeman Nevan. Sudut pipinya berdarah. Pukulan Nevan terlalu keras menurutnya. Ia menarik kerah baju Nevan. Menatap nyalang disertai desisan.

"Gue peringatin sama lo sekali lagi, jangan deket deket sama Asa."

BUGHH

BUGHH

BUGHHH

Bogeman mentah ia layangkan pada Nevan. Memukul perutnya dengan menggeram kesal. Urat urat Aidar tercetak jelas. Gusaran nafas terdengar.

Nevan mendesis, perutnya serasa diaduk. Wajah tampan Nevan juga perih. Seragam mereka acak acakan. Aidar tidak lagi memakai sepatu. Sepatunya terlempar entah kemana. Dasi Nevan juga terlepas kebawah. Darah yang ada disudur bibir Aidar mengering. Jambulnya sudah tidak berbentuk.

"Lo udah buat dia pergi dari kehidupan gue. Sekarang, lo mau bikin Asa juga pergi dari gue?" Tanya Aidar menetralkan pacu jantung.

"Sejahat jahat nya gue. Gue gak bakal buat lo menderita. Karena gue disini sebagai abang lo." Ucap Nevan.

Aidar diam dengan kata kata terakhir Nevan. Abang? Siapa?. Ia memalingkan wajah. Perih ditubuhnya tak kunjung reda. Nevan mengambil kesempatan. Hendak melayangkan bogeman mentah pada adiknya. Tangan kanan Nevan sudah berada diatas. Raut menyeramkan, lebih seram daripada wajah Aidar.

BUGHHH

"ASAA!!"

Mereka terpekik, melihat Asa terkena pukulan Nevan. Wanita itu melindungi Aidar. Membuat tameng dengan tubuhnya sendiri. Perlahan ia terhuyung ambruk di badan Aidar. Sang suami reflek menumpu Asa. Kaget atas perlakuan Asa padanya. Apakah ini sebuah ketulusan hati?.

❤❤❤

Diwaktu yang sama, Risma dan Ben sedang berjalan ke taman. Ben mengajaknya berbicara serius dengan Risma. Mereka bercanda ria di setiap koridor sekolah. Tertawa bersama mengoceh tentang kebodohan mereka.

"Kak Ben." Panggil Risma.

"Ya?"

Risma tersenyum malu. Mamainkan rambut tak mengerling ke Ben. "Kakak mau nembak aku ya?" Tanyanya pede.

"Kata siapa?"

Ia kembali menetralkan mimik wajah. Tidak peka sekali calon pacarnya. "Kata gue lah. Kalo mau nembak gue nggak usah ke taman kak. Disini aja, diterima kok."

Ben menatap jengah Risma. Siapa juga yang ingin menembaknya? Dia mengajak ditaman untuk menanyai tentang Anisa. Entah kenapa, bayangan wajah Anisa terus saja terlintas dibenak Ben.

Sampai ditaman, Ben mencari bangku. Memandang sekelilingnya. Ia terpaku dengan teriakan seseorang. Menelisiknya dengan teliti. "Itu bukannya si curut?" Lirihnya.

"Curut siapa kak?" Tanya Risma. Ia ikut menyipitkan mata. Melihat objek yang tengah berteriak menggelegar.

"EH! ITU ASA WOI!" Risma spontan berlari. Menghampiri Asa yang pingsan dipelukan Aidar. Sedangkan Aidar masih adu mulut dengan orang lain.

"Dasar, gara gara si curut! Gagal gue nanyain ke Risma soal Anisa."

❤❤❤

"Bangsat! Ngapain lo pukul Asa?" Sentak Aidar.

Asa pingsan didekapan suami. Saat Aidar hendak dilayangkan bogeman oleh Nevan. Ia memasang tameng tubuhnya untuk Aidar. Pukulan itu mengenai pipi kirinya. Sesaat kemudian, kepala Asa terasa pening. Hingga ia ambruk kebelakang.

"Gue, gue. Apa yang gue lakuin?" Laki laki itu termenung. Menyesal atas perbuatannya. Ia menatap nanar tangan yang tadi ia gunakan untuk memukul Asa.

"Lo kalo mau tonjok gue. Tonjok aja! Jangan ke Asa." Lirih Aidar menatap dalam Nevan.

"Gue gak tau Dar. Tiba tiba aja Asa ke sini."

"ANJIR, UDAH JANGAN BACOT MULU! ITU ASA PINGSAN."

Risma menghentikan adu mulut mereka. Kedua laki laki itu hanya mengedepankan mulutnya. Tanpa menghiraukan Asa yang sudah tidak sadarkan diri.

Aidar tersentak, memandang wajah lebam sang istri. Matanya memanas ketika tau Asa mengorbankan diri sendiri untuknya. Ia mengangjat tubuh Asa, menggendong ala brydal style dan berlalu ke UKS.

"Ini baru permulaan Asatifa."

Darsa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang