Aib Sang Mantan

510 101 29
                                    

Jangan lupa vote🌟
_________________________

Koridor SMA Dirgantara tampak lengang. Riuh siswapun hanya sekilas terdengar. Asa menghentakkan kaki kesal. Mengumpat dalam afeksi. Bagaimana bisa ia akan menikah dengan Sang Mantan? Apa Kak Aidar tahu kalau mereka akan menikah? Mimikirkan saja membuat kepala Asa pening. Semalaman, tak bisa tidur gegera memandang bingkai yang tercetak jelas bersama Kak Aidar. Tangannya terangkat memegang kepala bagian kanan. Lingkaran hitam dibawah mata tergambar jelas. Asa tak pandai untuk menyamarkan semua. Tak cukup terampil tangannya memoles wajah.

Ia melirik pergelangan tangan. Jarum jam masih menunjuk pukul 6 pagi. Jangan berpikir jika Asa anak yang rajin. Tidak!. Alasannya berangkat pagi pagi adalah menagih janji pada temannya. Semalam,  saking ruwetnya jiwa raga Asa, ia izin Risma untuk mencopas jawaban PR yang diberikan Pak Bandi. Istilah singkatnya, NYONTEK.

Pandangan Asa menyapu seluruh isi koridor sekolah. Dari kejauhan, sangat jelas. Panjang umur sekali mantannya itu. Ya, Aidar berjalan ke arah Asa. Namun, yang lebih membuat hati Asa menjerit sakit yakni Aidar yang sedang merangkul bahu perempuan cantik disamping kanannya.

"Ck! Emang ya, cowok itu sama aja," lirihnya menendang botol plastik dengan kasar. Niat hati ingin beranjak pergi dari tempat duduk. Suara nyaring mengagetkan Asa.

"Sayang, itu mantan kamu kan? Ihh kucel banget!"

Hufftt, siapa lagi kalau bukan PACAR baru sang Mantan. Asa menatap tajam kearahnya. Iya sih, dibanding dirinya. Perempuan itu cukup cantik. Rambut menjuntai panjang. Tubuh idealnya membuatnya merasa iri. Stt! Asa sedikit berisi.

Aidar mengamati Asa. Raut datar kembali ia perlihatkan. Entah setan apa yang merasuki Aidar sehingga wajahnya membuat Asa gemetar ketakutan. Lelaki itu diam tak menanggapi sang pacar. Kembali merengkuh possesive gadisnya, lalu berjalan. Hingga, langkah keduanya terhenti karena perkataan Asa.

"Kucel kucel gini kok mau macarin sampek 4 tahun. Hihhh lo aja yang kegeeran. Mau-maunya sama bekas orang," suara lantang Asa menggelegar hingga manusuk gendang telinga sepasang kekasih. Pacar Aidar yang merasa tersinggung, menoleh seketika.

"Heh! Jaga omongan lo yaa!" tangan gadis itu terkepal kuat. Bersiap melayangkan tamparan keras pada Asa. Namun dicekal oleh Aidar. Dan pada akhirnya pun Aidar membuka suara.

"Jelita, udah. Gak usah diladenin." Pacar Aidar seketika menghela nafas berat serta memutar bola mata malas.

"Oh, namanya Jelita. Salam kenal ya, nama gue Asatifa. Mantan terindah dari Kak Aidar. Pacaran udah 5 tahun loh. Gue udah tau Kak Aidar sampe ke ujung unjungnya," Asa menjulurkan tangan tepat dihadapan Jelita. Namun, gadis itu hanya diam memandang datar uluran Asa.

"Oh ya?? Apa yang udah lo tau tentang pacar gue?!" tanya Jelita dengan menekan kata terakhir. Ia menaikkan alis tanda menantang.

"Nih ya! Saling berbagi informasi aja. Kak Aidar itu suka ngupil disembarang tempat. Abis ngupil nih, malah diserbetin ke sembarang tempat juga. Sampe sampe aku pernah diliatin upilnya sama Kak Aidar. Dan lagi, Kak Aidar itu kalau tidur suka mangap loh. Ngorok kenceng banget kaya radio rusak-"

"SHITT," umpat Aidar. Badannya lemas seketika mendengar penuturan Asa. Menarik paksa Jelita untuk membawa pergi dari tempat sialan ini. Masih dalam posisi dan tak mau beranjak. Asa memperhatikan Aidar dan Jelita. Ia tersenyum penuh arti.

"Rasain tuhh MANTAN,"

❤️❤️❤️

"RISMAAA, MANA PR NYAA??" orang yang disebut namanya pun menoleh. Melempar buku catatan tepat dimuka Asa.

"Dateng dateng kaya malak aje lu Bambank," balas malas dari gadis itu lantas kembali menulis menyalin PR lainnya dengan teliti.

"Gue bukan Bambang Ris. Nama gue Asa," jelasnya meraup buku yang menutupi separuh wajah Asa.

"Serah deh, serah. Ngomong ama bocil emang begonohh," ia tak mau banyak bicara, menjarah beringas polpen yang direbut temannya.

Risma Puspita Sari, sahabat Asa yang memiliki tingkat judes yang melebihi batas wajar. Sering mengunyah permen karet tanpa niatan membuangnya. Lama sekali ia mengunyah, kalaupun terburu buru Risma lebih memilih untuk menelan permen karet itu. Kuncir tengah atas menjadi ciri khasnya.

Asa dengan cepat menyalin PR yang Risma bagikan. Sayup sayup terdengar segerombolan anak yang sedang asik bergosip.

"Eh, guys. Masa sih? Kak Aidar pacaran sama ratu sekolah. Kak Jelita?"

"Iya, gue dengernya sih gitu,"

"Si Asa gimana ya rasanya?"

"Nangis kejer tuh anak hahahaha,"

Gadis berhidung pesek itu muak dengan materi gosip geng sebelah. Dengan berani Asa menggebrak meja dengan sangat keras. Membuat kedua tangan terlihat memar merah.

BRUKKK

"Awh, kok sakit ya?" pelan Asa menggeturutuki kebodohannya. Ia berdiri tegap disertai teriakan maut.

"ALHAMDULILLAH, ADA YANG GOSIPIN GUA YA TERNYATA,"

Setelahnya, segerombolan anak itu diam mematung. Lalu berpura pura melanjutkan aktivitas mereka kembali.

❤️❤️❤️

"Elahh, sia sia gue ngerjain tugas Pak Bandi. Tau taunya kagak dateng dianya. Tangan gue sampe kriting kaya gini. Asem lahh," gadis cempreng itu menggerutu. Mencoret asal halaman buku. Terus komat kamit tak jelas hingga Anisa menggeplak kepala sahabatnya.

"Heh! Bersyukur GOBLOK!!. Kita sekelas jadi jamkos. Ck! Murid pinter emang gitu ya. Guru gak masuk aja sedih sedih bawang bombay. Capek dech!" mencekal tangan Anisa, ia tak mau kalah. Menoyor dahi Anisa bengis.

"Nis, bukannya kagak bersyukur. Tapi, ya sayang aja sama materinya," teriak gadis itu.

Nindi Dwi Aurora, gadis tinggi semampai. Bibir yang kecil memudahkan Nindi untuk terus berceloteh. Cerewet, cempreng, eh gitu gitu jadi cemcem an most wanted. Pintar sih iya! Tapi kadang bego.

Asa berdiri dari bangkunya. Bosan dengan segala keabsurd an para cecunguk itu. Merapikan buku tugas dan menyerahkan kembali hasil catatan Anisa yang belum ia tulis.

"Oi. Mau kemana lo As?"

"Keluar. Bosen disini. Oh iya! Kalau manggil jangan As ya. Nggak enak aja didengerin. Apalagi kalau ada tambahan huruf vokal U," pinta Asa tanpa menoleh pada Risma. Ia berlalu menuju pintu kelas.

Risma cengo ditempat. Memahami setiap lontaran kata Asa. Ia menautkan alis dan berpikir keras.

"A...As..Asu?"

Sepersekian detik, barulah Risma paham. Ia tersenyum lebar menganggukkan kepala paham.

Eh

Tungguu!!

"EH. ASTAGFIRULLAH," pekik Risma melotot tak percaya.

Darsa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang