Kelembutan Dibalik Kesakitan

126 19 0
                                    

hi! happy reading♡

Aidar merebahkan tubuh mungil Asa diblankar UKS. Disampingnya ada Risma dan Ben. Mereka ikut mengekori dia mengantar Asa. Jujur, Aidar menyesal. Mengapa ia tidak mencegah Asa? Lebam dipipi Asa semakin tercetak jelas. Ia tak tega, melihat istrinya tidak berdaya.

Menghembuskan nafas panjang, Aidar menyuruh Risma dan petugas UKS mengambil tas Asa. Risma keluar dengan tatapan sayu. Ia terluka di saat sahabatnya juga terluka. Aidar mendekat ke Asa. Hampir saja ia menyentuh wajah mulus Asa. Ben terjirat heboh.

"Eh, goblok. Main nyosor aje lu!" Ia menegakkan tubuh, menatap datar Ben.

"Suka suka gue lah. Asa bini gue!"

"Oke. Apa daya nasib seorang jomblo." Beo Ben memutar bola mata malas.

Sang suami kembali mendekat. Menunduk hendak mencium Asa. Ben yang jengah melihat kemesraan mereka. Melenggang keluar dari Uks. Tangan Aidar menyentuh pipi merah sang istri. Bibir sudah menempel pada sudut bibir Asa yang terluka. Aidar memejamkan mata. Satu bulir air mata jatuh mengenai hidung Asa.

Tolong, jika Aidar bisa memilih. Ia lebih rela wajahnya bonyok dipukul Nevan. Daripada Asa berbaring lemah disini. Aidar mengusap lembut surai rambut Asa. Tanpa melepas sedikitpun ciumannya.

Perlahan, mata Asa terbuka. Ia terpaku, wajah Aidar tak ada jarak dengannya. Aidar tengah memejamkan mata. Hidung Asa terasa basah. Mulut gadis berlesung pipi bergerak, namun Aidar tak menyadarinya. "Kak Aidar?" Lirih Asa.

Aidar tersentak, ia spontan menjauh dari Asa. Berdehem menutupi rasa gugup. Bibir Aidar terasa hangat, ia tersenyum dalam diam.

Asa terkekeh, lucu sekali suaminya. Ia kembali bersua. "Kakak udah cinta ya sama Asa?" Tanya Asa lemas.

Laki laki berjambul cetar diam ditempat. Menatap luar jendela, ia menggaruk tengkuk yang sama sekali tidak gatal. Mengedipkan mata berkali kali. Asa ingin duduk. Ia menengakkan tubuh. Tapi, kepalanya terasa sakit. Gadis itu memegang kepala dengan merintih. Aidar yang mendengar rintihan istrinya. Menoleh seketika, menahan tubuh Asa. Memeperingati agar tetap berbaring.

Keduanya saling tatap. Netra coklat Aidar bertemu dengan mata bulat Asa. Hening! Mereka sama sama menikmati keindahan Tuhan. Bersyukur dalam batin. Hingga Asa melepas tatapannya. "Kak Aidar udah cinta sama Asa?" Tanya ulang Asa.

"Hmm." Deheman Aidar menjadi jawaban atas pertanyaan Asa. Ia tersenyum senang, tersipu malu. Menggigit bibir bawah menahan sorakan.

"Tapi abis ini. Jangan dekek deket lagi sama Nevan. Dibilangin dari dulu ngeyel banget lo." Tajam Aidar.

"Kak, jangan begitu ya sama Nevan."

Aidar menatap nyalang Asa. Amarahnya kembali naik. Ia menggenggam Asa erat. "Oh, lo suka sama dia? Iya?"

Asa menggeleng pelan. Benar benar, suaminya ini sangat cemburu dengan Nevan. Padahal, Nevan adalah kakaknya sendiri. Ia melepaskan genggaman Aidar. Menatap dalam sang suami.

Tangannya meraih wajah Aidar. Lelaki itu kaget, ia sedikit jongkok. Menyeimbangkan tinggi Asa. Istrinya mengusap lembut pipi Aidar. Asa tersenyum bahagia. Tidak ada penolakan dari sang suami. Aidar pun terpaku. Tubuhnya serasa kelu tak bisa digerakkan.

"Karena didalam darah kakak, juga mengalir darahnya Nevan."

"Maksud lo?"

Asa menghembuskan nafas. Tersenyum penuh arti

❤❤❤

Pria paruh baya menggerutu dalam perjalanan. Menyebikkan bibir kesal, anak dengan mantunya senang sekali cari gara gara. Ia harus pergi dari rumah ketika Wirama sedang asyik berduaan bersama Rini. Tadi, ia ditelpon teman Aidar. Berkata bahwa Asa pingsan disekolah.

"Punya anak hobinya bikin gregetan orang tua." Ucap Wirama.

"Itu juga. Ngapain coba, Asa sampek pingsan."

"Jadi suami gak bisa jagain istri." Wirama terus berjalan, tanpa menghiraukan lalu lalang orang. Bahkan guru guru menyapa, ia enggan menjawab.

"Pak! Bapaknya Aidar." Panggil seseorang datar. Beliau berhenti, menoleh perlahan kebelakang. Membalikkan tubuh dan menaikkan dagu.

"Kelewatan pak. UKS nya disini."

Wirama menepuk dahinya. Cengengesan tak jelas, ia menatap plang atas pintu. Benar saja, disini UKS nya. "Kamu? Yang ketemu sama saya di supermarket kan?"

Nevan menegang. Itu papa kandung dia. Melengos dari tatapan Wirama. Ia mengangguk sebagai jawaban.

"Saya boleh tanya sama kamu?" Raut Wirama kembali tegas. Ia memandang anak laki laki didepannya.

"Silakan." Ucap Nevan.

Beliau terpaku dengan tanda lahir Nevan. Ia sangat penasaran, kenapa tanda itu sama persis dengan Alvaro. Anak pertama Wirama yang hilang.

"Siapa kamu sebenarnya?"

Lelaki bernetra biru tersentak. Mengusap luka diwajah. Ia membasahi bibir bawah. Hal apa yang salah dengan dirinya? Sampai Wirama terkesan curiga.

"Saya Nevan." Jawab Nevan singkat.

"Ha? Bukan itu maksud saya. Kamu siapa? Karena tanda la-"

"Papa!" Percakapan serius itu terpaksa berhenti. Mereka melepas ketegangan  keduanya. Melayangkan pandang ke Asa dan Aidar.

"Loh, Asa! Bukannya kamu pingsan?" Tanya Wirama.

"Iya pa. Asa ngeyel ngajakin Aidar ketemuan sama Nevan." Balas Aidar menekankan setiap kata.

Asa melepas pelukan Aidar. Bertatih tatih mendekati Nevan. Sang suami yang melihat itu, melengos tak suka. Wirama yang melihat mimik wajah Aidar, terkekeh geli. "Nevan. Lo gakpapa?" Tanya Asa.

"Gakpapa Sa. Maaf ya gue gak sengaja."

"Iya. Gue tau itu." Jawabnya tersenyum

"KHEM! DISINI ADA SUAMINYA YA." Teriakan Aidar membuat Asa kaget. Ia menghela nafas. Kembali mendekat pada Aidar.

"Ini pada kenapa?" Wirama membuka suara. Sepertinya ada yang tak beres dengan mereka.

"Tadi, Kak Aidar sama Nevan berantem pa. Kak Aidar cemburu sama Nevan." Jawab Asa seadanya.

Papa cengo, maju mendatangi Aidar. Ia menepuk pelan bahu anaknya. "Mantap nak." Ucap Wirama.

"Mantap kenapa pa?"

"Sifat papa mu ini menyalur kepadamu. Dulu, papa juga cemburuan. Sampai mama mu marah dan mogok makan karena papa mencurigai rekan kerja mama mu."

Asa tertawa terbahak bahak. Pipi Aidar yang sudah bersih dari luka, merah merona. Seperti kepiting rebus sebab di candai oleh Papa. Nevan terpaku oleh tawa Asa. Manis sekali.

"Gak lucu pa!"

"Siapa juga yang nglawak!"

Darsa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang