Tolong Hapus Sedihku!

142 18 2
                                    

Memaafkan memang mudah. namun tetap saja. luka nya masih terasa.


Kelas XII IPA 3 terlihat tenang. Semua murid mengarah pada sang guru yang tengah menulis dipapan tulis. Tapi tidak dengan Farhan, Uzi, BangSat, Dan Aidar. Mereka duduk dipojok belakang. Merunding mengenai Nevan.

"Eh. Dar! Yakin lo, mau nglabrak si Nepan?" Tanya Farhan.

Aidar menyangga dagu. Menatap malas  Farhan. "Iya lah goblok. Kesel gue sama dia."

Uzi mendekat ke Aidar. Mengusap bahu Aidar kasar sambil tertawa. "Sabar njir. Jangan marah marah. Cepet tua.".

"Bangsat! Ni otak gue mendidih liat bini gue deket sama si Nevan sialan itu."

Bang Sat yang merasa terpanggil ikut menoleh ke Aidar. "Anjim. Ngapain lo manggil gue?"

"Eh. Siapa juga yang manggil lo curut?! Salah sendiri nama lo kayak gitu." Ucap Aidar menatap tajam Bang Sat.

"Mana gue tau lah. Orang yang nama in bonyok gue."

Ben memandang jengah para temannya. Mereka tidak bisa membedakan mana waktunya bercanda mana waktunya serius. Sudah tau lagi palajaran, bisa bisanya bercanda. "Udah woi. Tuh, dengerin Bu Rahma."

"Iye iye, yang pinter." Ciber Farhan.

Guru perempuan sedikit berisi yang masih bertampang muda itu menutup spidol. Meletakkan diatas meja membuka buku jurnal. Membenahi letak kacamata dan menatap tajam Uzi, Ben, dan Aidar.

"Eh curut. Liat noh, Bu Rahma liatin kite." Lontar Uzi.

"Kan kita ganteng. Mungkin guru tu terkesima." Pede Aidar.

"KHEMM!! Uzi, Aidar, dan Ben. Tugas kalian minggu lalu dimana?" Tanya Bu Rahma meraih kotak penghapus papan tulis sambil mengetuknya di meja.

Mereka terdiam. Uzi pura pura tak tau, Aidar memainkan rambutnya, dan Ben yang sengaja membolak balikkan buku tulis. Bu Rahma menunggu jawaban muridnya. Tidak ada respon, beliau langsung berdiri.

"BEN, UZI, AIDAR! JANGAN PURA PURA NGGAK TAU KALIAN!" Teriak Bu Rahma menggelegar.

Ben terjirat, spontan menutup buku merapikan tatanan rambut. Tapi Aidar tetap tenang ditempat.

"Sebenarnya, saya sudah ngerjain bu." Ucap Aidar.

Semua murid mengarah padanya. Kalau sudah, mengapa Bu Rahma menagihnya? "Mana coba?" Tanya guru itu.

"Masih diotak bu, belum di cetak."

Bu Rahma semakin naik darah dengan kelakuan muridnya. Kembali duduk menghela nafas panjang. Siswa yang ada dikelas ikut terkikik geli atas penuturan Aidar. Ada juga teman perempuan Aidar, dua jempol mengapresiasinya.

"Alasan kamu tidak masuk akal Aidar. Uzi, Ben apa alasan kalian."

Ben menegang tak tau harus beralasan apa. Waktu itu mereka ijin dispen tidak masuk karena menghadiri pernikahan Aidar. Setelahnya ia lupa akan tugas itu. "Anu Bu. Saya lupa hehehe. Maklum udah tua." Jawab Ben cengengesan.

Bu Rahma geleng geleng kepala. Menoleh ke arah Uzi dan mengulangi hal sama. "Bu Rahma. Saking senengnya saya waktu itu. Saya sampek kelupaan punya tugas."

Mengenai pernikahan Asa dan Aidar. Para guru di sekolah sudah tau. Papa Wirama adalah donatur terbesar disini sekaligus menjabat sebagai ketua komite. Dengan pintarnya Wirama, ia berhasil mencari alasan yang logis. Alhasil, Asa dan Aidar tetap bisa menempuh pendidikannya.

Kringg kringg kringgg....

Bel sekolah akhirnya berbunyi, Bu Rahma menghentikan kelas hari ini. Tetap menagih tugas mereka menjanjikan dikumpulkan besok lusa.

Darsa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang