Sebuah guncangan menyadarkanku dari lelap yang terasa bagai selamanya.
Nyaris selamanya. Kalau saja kepalaku tak membentur jendela mobil yang berembun, lalu suara Aiden yang samar-samar mengatakan maaf terdengar dari sisi kananku. Untung baginya, itu bukan jenis tidur yang nyenyak nan memuaskan. Jadi aku tak perlu repot-repot mengomeli cowok itu karena telah membangunkanku secara halus ala Aiden.
Mungkin mobil yang sedang dikemudinya tak sengaja menghantam lubang di jalan. Berhubung di luar sana hujan turun sangat deras dan malam membutakan segalanya. Lagu With You milik Linkin Park-aku mengetahuinya dari layar kecil di dasbor-menenggelamkan suara tetes hujan yang menepuk-nepuk permukaan kaca serta atap mobil.
Berisik sekali.
Tapi di satu sisi, aku merasa bersyukur sebab sebelum membuka mata, aku tadinya sedang memimpikan saat di mana aku bertemu dengan diriku yang lain. Dalam wujud yang tak sedap dipandang mata. Bahkan terlalu mengerikan untuk diingat. Aku sudah mengalami mimpi serupa beberapa hari belakang. Bisa dikatakan sejak petaka itu terjadi. Menyebalkan tentu saja, karena hal itu jelas sangat mengusik pikiranku. Rasanya seperti aku dipaksa mengulang kembali ritual sialan itu dalam teror berkepanjangan. Dan satu-satunya hal yang berbeda dari kejadian tersebut adalah aku kalah telak.
Setelah beberapa saat melalui jalan yang tak rata, kami berhenti di sebuah area bangunan lama yang sepi. Gedung-gedung gelap, berlumut, sebagian dicoret-coret menggunakan cat semprot. Pencahayaan di sekitar sini tidak begitu baik. Remang-remang. Khas wilayah terlupakan. Namun cukup bagiku untuk menyadari bahwa tak ada orang lain yang melintas di sekitar sini kecuali kami.
Inikah tempat yang diagungkan oleh Aiden serta Para Pengawas lainnya?
Tapi mau dilihat dari sudut mana pun, bangunan enam lantai di hadapanku ini sama sekali tidak mencerminkan sebuah tempat yang dihuni oleh orang-orang dengan garis keturunan malaikat. Padahal aku sudah membayangkan bangunan yang begitu antik seperti kastel di era Victoria. Megah. Misterius. Mirip para penghuninya.
Kemarin, sewaktu melewati tanda selamat jalan dari kota kelahiranku, Aiden sempat berbicara tentang siapa mereka sebenarnya, Para Pengawas. Tidak begitu detail, tetapi cukup untuk menggambarkan-secara garis besar-bahwa mereka bukanlah manusia biasa. Aku tidak begitu terkejut saat mendengarnya. Mengingat aku pernah membaca informasi dari buku yang diberikan oleh Bu Rumini beberapa waktu lalu. Yang menerangkan bahwa anggota Para Pengawas adalah keturunan malaikat terbuang.
Dan dari penjelasan Aiden, mereka disebut Daim. Wujud mereka tidak berbeda dari manusia. Hanya saja mereka memiliki masa hidup yang jauh lebih panjang. Dalam kata lain, abadi, selama mereka tidak dibunuh oleh musuh. Atau yang paling parah, mengalami kecelakaan.
Mereka juga dianugerahi dengan kekuatan magis. Seperti dapat menyatu bersama bayangan-kau tak akan bisa menyentuh mereka sekalipun terkurung bersamanya dalam ruang yang sempit, memunculkan sesuatu dari udara hampa, serta bermacam lainnya yang tak dapat dipahami oleh otak manusiaku yang terbatas. Dan di atas itu semua, Para Pengawas tidak akan pernah menua. Aiden bilang anggota tertua Para Pengawas bahkan masih tampak seperti berusia tiga puluhan. Meski usia aslinya berkali-kali lipat dari angka tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE WATCHERS
Fantasy(The Chosen sequel) Setelah berhasil melewati ritual terakhir yang nyaris mempertemukannya dengan kematian, Stela kini dihadapkan pada awal yang baru. Awal di mana ia mempelajari tentang sosok sejati dirinya, serta apa perannya dalam rencana pembala...