Aroma menyesakkan mirip asap dupa menyerbu penciumanku ketika aku siuman. Baunya begitu menyengat, sedikit meninggalkan jejak pahit di kerongkongan. Membuka mata, kulihat langit-langit rendah dari kain sewarna tanah. Perasaan aneh serta bingung seketika menyelimutiku. Di mana aku sekarang?Seingatku kami sedang diserang oleh sekelompok pria dan monster, lalu sesuatu terjadi pada diriku. Sesuatu yang begitu menyakitkan sampai kukira aku akan mati. Kuulurkan tangan untuk meraba perut, mencari sisa-sisa nyeri yang tak lagi terasa. Ya Tuhan, jangan bilang Hugo sudah menyembuhkanku selagi aku pingsan. Menoleh ke samping, kulihat sebuah tungku kecil terletak di sisiku. Dan sesuatu mirip akar bawang sedang terbakar di dalam sana.
“Itu Henuah, racikan herbal pemulih stamina.”
Aku nyaris terlonjak saat seorang wanita beserban mendadak muncul menghampiriku. Wajahnya–yang dihiasi tato berpola geometris–terlihat mirip orang timur tengah. Tegas, disertai sorot mata yang tajam. Ia tampak setangguh Dahlia, namun tak ada kesan mengancam yang kurasakan dari wanita itu ketika ia mendekat.
“Aku Ili-Bani, penyembuh para Shuraih,” akunya sebelum membungkuk sekilas kepadaku. “Maaf bila kami telah menyulitkanmu.”
Bicaranya kaku sekali.
“Di mana ak–” Ya ampun. Apa aku baru saja berbicara dalam bahasa mereka?! Bahasa yang pernah disebut Dee sebagai ibrani kuno?
Jadi kemampuan dari masa laluku benar-benar kembali. Rasanya aneh sekaligus menarik. Seolah-olah aku memang terlahir dengan bahasa ini. Aku bahkan tak perlu berpikir untuk mengutarakan isi kepalaku. Tapi itu berarti tak satu pun teman-temanku bisa memahami orang-orang ini–kecuali Hugo dan peretas ingatannya. Astaga! Mengingat kondisi terakhir Hugo dan yang lain praktis membuatku panik.
“Di mana teman-temanku?!” Sambil bertumpu pada sebelah siku, aku berusaha bangkit untuk melihat di mana aku berada. Aku sedang berbaring di atas sebuah matras tipis berbahan anyaman, di dalam sebuah tenda berukuran luas. Tak ada siapa pun di sini selain aku dan wanita penyembuh itu.
“Mereka berada di tenda lain, sedang diobati,” jawab Ili-Bani tenang. “Tapi sebelum kau menemui mereka, Krow ingin berbicara lebih dulu denganmu.”
Aku mengernyit bingung. “Siapa?”
Menjawab pertanyaanku, seorang pria muncul menyibak bukaan tenda: si pria beringas. Sekarang, setelah melihatnya dari jarak yang lebih dekat, aku bisa memastikan bahwa pria itu memang mengerikan. Selain tubuh besar-tinggi-berototnya, ia memiliki raut wajah super kaku. Dengan kumis dan jenggot yang pendek. Serta kedua sudut bibir yang menukik ke bawah, seolah-olah ia kesal sepanjang waktu. Agak sulit membayangkan bagaimana rupa pria itu jika ia sedang tersenyum. Aku bahkan ragu ia pernah tersenyum.
“Aku Krow, pemimpin Shuraih, kami adalah prajurit bangsa Amaia.” Pria bersuara garau itu memperkenalkan diri. “Siapa namamu?”
Aku berdeham untuk menjernihkan tenggorokanku yang terasa sekering gurun.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE WATCHERS
Fantasy(The Chosen sequel) Setelah berhasil melewati ritual terakhir yang nyaris mempertemukannya dengan kematian, Stela kini dihadapkan pada awal yang baru. Awal di mana ia mempelajari tentang sosok sejati dirinya, serta apa perannya dalam rencana pembala...