12 | RENCANA BARU

83 14 9
                                    

"Haloo yang lagi berduaan!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Haloo yang lagi berduaan!"

Hugo tersentak mundur. Aku melongokkan kepala dan melihat sosok Dahlia sedang berjalan seorang diri ke arah kami. Gadis itu melambai ringan. Mendesah lega, aku bergegas melompat turun dan berlari kecil mendekatinya. Bersyukur ia datang di waktu yang tepat. Aku sudah hampir mati kutu sesaat lalu, kalau saja kubiarkan perasaan sendu tadi menguasaiku. Terlepas itu pengaruh dari pesona Nephilim atau bukan. Kuharap wajahku tidak merona secara berlebihan.

Di ujung sana, matahari telah terbenam. Menyisakan bias yang semakin meredup ditelan bayang-bayang hutan.

"Galiel udah kembali sesuai info yang kita dapat, saatnya beraksi." Dahlia menjelaskan sambil memutar langkah menuju arah di mana ia datang. Kami berjalan beriringan di depan, sedangkan Hugo berada sekitar dua meter di belakang.

"Gimana kencannya? Lancar?" Dahlia berbisik riang seolah itu pertanyaan lumrah.

Tanganku praktis menyikut lengannya pelan-namun mengandung peringatan. Sejak kapan aku dan Hugo terlihat seperti itu? Kuharap ia tak akan mengajukan pertanyaan memalukan lainnya atau aku akan sangat jengkel. Sudah cukup aku melewati sepanjang hari ini bersama cowok itu. Dahlia terkekeh kecil setelah menggumamkan sesuatu yang mirip dengan: kita-lanjut-nanti. Aku menanggapinya dengan memutar mata.

Kami terus berjalan menembus hutan sejauh yang tak dapat kukira. Kegelapan di sini terasa seperti tengah malam, dan tumbuhan yang mengelilingi kami memberi kesan layaknya labirin. Aku pasti akan tersesat jika melalui hutan ini seorang diri. Setiap pohon begitu menjulang dan mengecoh sehingga kau bisa saja salah arah, lalu berakhir gagal untuk keluar hidup-hidup. Pemikiran itu berhasil membuat setiap langkahku terasa mendebarkan. Sampai-sampai aku salah memilih pijakan dan tersandung akar sebanyak tiga kali. Baru setelah terpeleset oleh setumpuk lumut, kulihat secercah cahaya terang berkobar di depan sana.

Wow.

Rasanya sulit untuk memercayai keberadaan bangunan sebesar itu di tengah-tengah hutan, tapi nyatanya di sinilah Amtrum berada. Tempat itu sekilas mengingatkanku pada bentuk Colosseum-versi utuh. Bedanya, bangunan yang satu ini sepenuhnya berwarna hitam, dipenuhi aura mistis yang begitu tua, dan terlihat cukup menakutkan. Tidak ada jalan masuk yang tampak membentang dari arah mana pun. Beberapa nyala api menyinari dinding bagian luarnya seperti lampu taman. Anehnya, formasi mereka terlihat janggal dari sini.

"Gue gak nyangka mereka berhasil mematikan radar semudah itu." Dahlia menggeleng takjub setelah kami berhenti di bawah naungan pohon untuk bersembunyi. Sebuah pemahaman melintas di otakku.

"Jadi sistem keamanan tempat ini pake ... api?" tanyaku ragu-ragu.

"Bukan sembarang api," Dahlia mengangguk membenarkan, "tapi-ah, itu mereka."

Aku menoleh ke sisi kiriku, melupakan apa yang hendak dijelaskan Dahlia barusan. Aiden dan yang lainnya baru saja muncul dari kegelapan, pandangan mereka siaga.

THE WATCHERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang