HUA enam 🍓

64.6K 9.5K 644
                                    

Jangan lupa ikutan PO novel Hi, ust Agam! Awal bulan september. Buat info lebih lanjut follow ig ku @hay.linndaa72
=======================

Cita merampas satu paper bag kecil yang di pegang Meri. Perlahan rasa kesal sedikit mereda.

Dalam hati ia menebak jika ada yang spesial di dalam paper bag kecil yang isinya ada sebuah kotak navy tersebut. Misalnya ada kalung atau gelang gitu di dalam kotak. Atau bisa jadi cincin! Ah, otak Cita sudah treveling.

"Widih apaan tuh? Jangan-jangan...." Meri menatap Cita menggoda.

Mendapat godaan Cita mesem-mesem. Sebelum membuka, gadis itu mengintip terlebih dahulu supaya Meri semakin penasaran. Satu mata terpejam dan satu matanya lagi menyipit.

Begitu tahu isinya, raut yang tadinya gembira berubah masam. Sungguh, Cita sangat menyesal sempat menerka Agam orang sok jual mahal namun romantis, nyatanya nol besar.

Melihat ekspresi yang di tunjukkan si bucin ustad Agam, Meri-pun semakin penasaran. "Isinya apaan Cit?"

Cita menyembunyikan kotak tersebut di belakang punggungnya. "Gak ada."

Meri berdiri ingin meraih kotak tersebut. "Mau liat doang."

"Gak penting Mer." Cita masih berusaha menghindari serangan Meri yang ingin merebut kotak tersebut.

"Jan bikin gua tambah penasaran napa. Itu isinya apaan? Cincin? Kalung? Atau gelang?" tanya Meri masih gencar akan kotak misterius yang di sembunyikan Cita.

"Bukan apa-apa Meri."

"Gua gak akan berhenti sampai lu kasih tau isi tuh kotak," keukah Meri.

"Meri kembaliin!" pekik Cita begitu Meri berhasil merebut kotak tersebut.

Bibir Cita mengerucut saat Meri menjauh darinya. Gadis itu mengangkat sebuah benda yang masih berselimut bungkus plastik transparan dengan sesuatu yang sering di jumpai semua orang. Memiliki tekstur empuk, lembut, terdapat isi di dalamnya. Ada tawa melengking yang keluar dari mulut lemes Meri.

Cita menghampiri Meri dengan perasaan dongkol, merampas barang miliknya. Setelah itu ia kembali duduk "Maksudnya apa coba kasih beginian. Mana cuma satu lagi," kesal Cita menatap malas benda tersebut.

"Eh asli gua kira apaan, sok bikin penasaran aja tuh pak Agam. Taunya cuma sebiji roti pia basah. Bhahah," celetuk Meri di selingi tawa menggelegar.

"Diem lo!" bentak Cita.

"Eh bentar deh. Lu liat lagi coba kotaknya, kali aja ada seutas surat gitu."

Lantas Cita segera memeriksa kotak tersebut, mencari benda yang tadi di sebutkan Meri. Sudah di bolak balik bahkan sampai ringsek kotaknya namun tak ada tanda-tanda apapun di situ. "Gak ada. Tapi emang gue belum sarapan dari tadi pagi-"

"Nah, mungkin itu maksudnya," sahut Meri.

"Maksud apaan?" tanya Cita masih bingung.

"Mungkin pak Agam tau lu belum makan, makanya dia kasih tuh pia."

"Satu mana cukup Meri. Ah elah, kayak gak tau perut gue aja," balas Cita.

"Berarti pak Agam gak mau lu bagi-bagi, satu tapi khusus buat lu. Intinya di makan sendiri."

Gadis itu menatap Meri ragu. "Gitu ya?"

"Tunggu-tunggu!"
Meri melihat dan meraih satu paper bag berukuran sedang lalu membukanya. Meri di buat melongo, ada seragam almamater panjang lengkap dengan jilbabnya.

"Seragam," gumam Meri lalu melirik seragam Cita dari bawah sampai atas yang ternyata banyak noda oli di situ.

Cita merebut dan membeber baju serta rok rempel berukuran XXL. Yang jelas seragam itu sangat longgar jika Cita yang pakai mengingat tubuh Cita yang bisa dibilang tak gemuk, hanya modal tinggi saja.

Hi, ust Agam! [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang