Waah, bentar lagi udah masuk bulan September nih. Ngmong-ngomong gimana? Tabungan aman gak, buat ikutan PO novel Hi, ust Agam awal bulan september nanti?
=========================D
i ruang keluarga sudah duduk Kyai Muhaimin, Umi Halim, beserta ketiga putranya. Mereka di kumpulkan sebab ada beberapa hal penting yang akan di sampaikan.
"Sebelumnya Abah ingin bertanya satu-persatu kepada kalian," kata Kyai sembari melirik Agam terlebih dahulu selagi putra sulungnya. "Abu Husein, berapa umur kamu sekarang?"
"Dua puluh empat tahun Abah," jawab Agam.
Abu Husein adalah julukan yang di berikan Kyai untuk Agam dari kecil yang artinya 'Bapaknya Husein.' Bukan di haramkan memberi julukan 'Abu' untuk orang yang belum menikah. Agam juga menerima julukan tersebut dengan senang hati.
Pandangan Kyai bergeser dimana ada Haydar yang duduk tepat di samping Agam. "Mas Haydar, berapa umur kamu?"
Haydar menjawab, "Dua puluh tahun Abah."
Dilanjut beralih melirik anak bungsunya. "Dan Mas Haikal, berapa umurmu?"
"Tujuh belas tahun Abah," jawab si putra bungsu.
"Sekarang kalian sudah dewasa, maka dari itu Abah berniat untuk menjodohkan salah-satu dari kalian."
Ketiga putra Kyai itu terdiam. Inilah saat-saat dimana putra Kyai akan di jodohkan, tentunya hal ini lumrah untuk kalangan santri. Disini Kyai menjodohkan anaknya bukan antar anak Kyai saja, namun bisa juga dijodohkan dengan santrinya.
"Maaf sebelumnya Abah, siapakah yang akan dijodohkan terlebih dahulu?" tanya Haydar.
"Siapa yang sudah siap menikah, maka dialah yang akan Abah jodohkan," jawab Kyai.
"Maaf Bah. Bukankah Haikal masih sekolah? Berarti bukan Haikal dong," ucap Haikal sedikit senang mengingat dirinyalah anak yang paling muda diantara kedua kakaknya.
Kyai menatap putra bungsunya. "Begini, menikah adalah ibadah, tidak baik ditunda-tunda. Jika kamu memang sudah siap untuk menikah, tidak apa. Abah akan nikahkan kamu sekarang juga. Bukankah beberapa bulan lagi kamu lulus?"
Napas Haikal tersangkut di pangkal hidung, pupus sudah harapannya. Bisa saja dia dinikahkan muda.
Agam yang tadinya diam-pun kini bersuara. "Siapakah wanita itu Abah?"
"Nanti. Sudah ada calonnya, kalian tidak usah khawatir dia wanita cantik juga sholeha. Jadi persiapkan saja, jika sudah siap bilang ke Abah," terang Kyai. "Abah kasih waktu satu bulan sebelum kelulusan Mas Haikal," lanjutnya.
Haydar mengajukan pertanyaan kembali. "Abah. Apakah wanita itu masih sekolah."
Kyai-pun mengangguk dengan jawaban Haydar. "Tapi insayaallah dia bisa menjadi istri yang baik."
Haikal mengangkat tangan. "Abah. Haikal udah punya calon jadi gak perlu di jodohin."
Sontak kalimat tersebut mengundang tatapan dari si penghuni ruangan. "Siapa calon kamu?" tanya Kyai.
"Pokoknya ada deh Bah," jawab Haikal.
Kali ini Umi Halim-lah yang bertanya. "Siapa Mas? Santrinya Abah?"
Haikal terkekeh. "Iya Umi."
"Apakah kalian saling suka?" tanya Umi Halim.
"Hehe. Enggak sih Umi," jawabnya sembari menggaruk lengan.
🍀🍓🍀
Seperti biasa, kini Cita kembali ke rutinitas yang dimana ia ditugaskan untuk piket di ndalem atau rumah Kyai. Perkembangannya begitu pesat melihat dia sudah mulai bisa mencuci piring. Jangan salah, biarpun hal kecil namun cukup patut di apresiasikan. Cita-pun cukup bangga dengan peningkatannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/256674012-288-k812675.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, ust Agam! [SUDAH TERBIT]
ChickLitCERITA INI SUDAH TERBIT, TERUS SEDIA DI TOKO OREN DAN TOKOPEDIA. "Hi, ustad Agam," sapa Cita kala matanya menangkap sosok Agam turun dari serambi masjid. Agam-pun menjawab dengan nada biasa. "Bukankah Rasulullah mengajarkan kita untuk mengucap sal...