Nanti kalau cari suami, yang mampu menjaga subuh dan isya'nya. Juga ilmu yang lebih tinggi dari kamu, karena setinggi apapun ilmu wanita hakikatnya dia ingin dipimpin bukan memimpin. Dan jika suatu saat kamu lalai, maka dialah yang akan mengingatkanmu untuk kembali ke jalan Allah.
-:Umi Halimatus Sa'diah.
======================
Jam 9 malam jadwal dimana seluruh santri di wajibkan untuk istirahat, sebab esok harinya mereka wajib bangun pukul 03.00 dini hari untuk menunaikan ibadah shalat tahajud berjamaah.
Beda halnya dengan Cita, di gelapnya malam gadis itu merunduk berkeliaran di area asrama. Berjalan sendirian seraya bersenandung ria.
Mulut Cita terkunci rapat begitu melihat sosok Ajeng tengah berkeliling memeriksa, barang kali ada santri yang masih berkeliaran seperti Cita saat ini.
Sontak ia menengok kanan kiri melihat benda yang akan menutupinya dari netra Ajeng si wanita galak yang hobinya hukum menghukum santri.
Kebetulan disamping tubuhnya ada pagar Masjid, ia masuk begitu saja. Sembunyi dibalik pohon serut besar. Matanya terpejam kala Ajeng berdiri celingukan tepat di depan pagar teralis yang dimana ada Cita bersembunyi. "Ngeronda mulu si Ajeng. Kesel gue," cercah Cita.
Hampir sepuluh menit Ajeng berdiri celingukan. Mungkin telinganya peka dengan grasak-grusuk dari balik semak.
Si gadis yang masih dalam posisi jongkok di belakang pohon serut tersebut sudah bisa bernapas lega begitu melihat sosok Ajeng sudah tak kasat mata.
Gadis itu berdiri seraya mengibas-gibaskan roknya. Ketika membalikkan badan tak sengaja netranya menangkap punggung seseorang yang duduk sendirian di serambi masjid, mendongak menatap hamparan bintang. Sepertinya dia laki-laki, dilihat ada peci hitam di kepala.
Karena penasaran Cita-pun perlahan melangkah mendekati orang tersebut. Tampaknya dia terlampau fokus sampai tak sadar ada orang yang mendekatinya.
Cita belum tahu siapa laki-laki tersebut. Kakinya naik ke atas serambi, mendekat dengan cara merayap. Kepalanya miring melihat dari samping ke depan hanya dengan jarak tiga jengkal.
Sontak si tersangka kaget, berdiri seketika. "Astagfirullah!"
Bugh!
"Akkhh!"
Sedangkan si pelaku terjengkal ke samping, punggungnya terbentur bibir anak tangga. Ia juga sama kagetnya atas kalimat spontan dari laki-laki itu.
"Aaaa..., punggung gue sakit," rintihnya sembari mengusap punggung yang di yakini mengelupas kulitnya.
"Kamu gak papa?" Ternyata yang membuat Cita terjengkal adalah Haydar.
"Gak papa gimana! Sakit nih punggung gue." Cita merasakan basah. Sepertinya itu darah yang merembes.
"Kamu yang ngagetin saya," kata Haydar.
"Iya gue tau, tapi gak usah teriak juga kali. Kaget kan gue jadinya. Lagian lo ngapain sih malam-malam pakai jubah putih duduk sendirian disini, gue pikir setan. Karena penasaran ya udah gue deketin diam-diam," terang Cita. Sesekali ia meringis menahan perih.
"Kalau kamu pikir saya setan lantas kenapa kamu dekati saya? Bukankah akan lebih menakutkan jika itu benar-benar setan?" tutur Haydar masih dengan posisi berdiri tanpa membantu Cita.
"Menurut penelitian yang gue alami, wajah lo sama wajah setan itu lebih seram wajah lo. Lo ngapain sih? Udah malem juga masih kelayapan," kata Cita sewot.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, ust Agam! [SUDAH TERBIT]
ЧиклитCERITA INI SUDAH TERBIT, TERUS SEDIA DI TOKO OREN DAN TOKOPEDIA. "Hi, ustad Agam," sapa Cita kala matanya menangkap sosok Agam turun dari serambi masjid. Agam-pun menjawab dengan nada biasa. "Bukankah Rasulullah mengajarkan kita untuk mengucap sal...