Tap!
Tap!
Tap!
Bunyi sandal yang beradu dengan dinginnya lantai mengalihkan perhatian wanita muda tak jauh darinya. Dengan malas gadis itu berjalan mendekati tv menyalakan, lalu kembali membanting tubuhnya di atas sofa.
Sore ini tak seperti biasanya, dia sangat malas untuk melakukan apapun. Mukena yang di pegang ia lempar di atas meja. Berangkat riang pulang suram, ini karena laki-laki yang menjadi alasannya semangat ke mushola tidak hadir.
Tangannya meraih ponsel yang sempat jatuh di samping tempat dia baring dan membiarkan tv nyala tanpa di lihat.
Dari membuka room chat yang sepi, instagram, twitter, hingga youtube, namun tak dapat meredakan kegabutannya.
Datanglah Rena bersandar di tembok tak jauh dari sang anak. "Nyalain tv tapi ditinggal main hp. Itu kalau tv-nya bisa ngomong pasti bilang : 'gitu ya, kalau ada yang lebih menarik terus aku di lupain.' Sekarang matiin tv-nya kalau main hp!" titah Rena tegas.
Kepala Cita mendongak melihat emaknya berkacak pinggang dengan dandanan ala emak-emak rambut di cepol berantakan dengan daster panjang selutut warna abu. Cita akui, seberantakan apapun Maminya berdandan. Samasekali tak mengurangi kadar kecantikannya.
Kadang kala Cita kesal dengan hal itu. Ia pernah menirukan dandanan Rena jika dirumah saja, yang ada bukannya terlihat cantik natural malah mirip gembel.
"Biar rame Mi," jawab Cita.
Kedua tangan Rena di lipat didepan dada. "Bakar kebon sana biar rame. Ngabisin listrik tau gk. Terus kamu kenapa jam segini udah pulang? Kenapa gak ngaji?"
"Nah itu dia, Cita lagi boring gara-gara ustadnya gak ada."
Rena berdecak, sudah di duga. Akhir-akhir ini putri bungsunya ini memanglah rajin ke mushola dari beberapa hari lalu, ternyata oh ternyata ada maunya juga dia. "Ya udah kalau gitu kamu bantuin Mami beberes rumah. "
Cita bangkit, terduduk menunjukkan deretan gigi putihnya. "Maap Mak, aku tuh gak bisa kalau di suruh-suruh waktu beberes, karena bawaannya jadi lazy. Tapi kalau inisiatif dari my self bisanya ampek kebon tetangga aja aku beresin sangking rajinnya. Jadi biarin Cita yang cantik jelita ini tiduran dulu ya Mak."
"Emangnya kapan kamu pernah beres-beres?" tanya Rena menatap garang putrinya.
Yang tadinya punggung hampir menyentuh kulit sofa kini ia urungkan begitu mendengar kalimat menohok yang sangat jujur dari sang Mami. "Hehe, gak pernah sih. Lagian juga ada pembantu, kalau kita yang punya rumah beberes sendiri terus buat apa nyewa pembantu. Makan gaji buta dong mereka Mi."
Rena menepuk sebelah kepalanya. "Ya ampun Cita anakku sayang anakku malang-"
"Iya Mami!" sahut Cita nyengir, salah satu tangan hormat.
"Kamu itu anak perawan sayang, nanti kalau nikah kamu bisa apa? Gak malu sama mertua? Ngepel aja gak bisa, nyuci piring juga pecah semua!"
"Harusnya Mami sebagai orang tua tuh doa-in anaknya dapet mertua yang baik hati dan tidak sombong, biar Cita gak malu-malu in sebagai anak Mami Rena dan Papi Raka," ceplos Cita tanpa dosa.
Melihat sinetron azab indosiar ketika ada orang yang di sambar petir, ibu muda dua anak itu duduk sembari fokus ke layar tv dan melupakan perdebatannya dengan Cita.
Cita yang sadar tak di respon dari sang mami-pun nengok, dan benar saja maminya sudah duduk manis di kursi single.
Tubuh Cita maju, membaca judul yang tertera di layar pojok. "Seorang istri meninggal di sambar petir karena banyak minta uang sama suami." Mata Cita melotot.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, ust Agam! [SUDAH TERBIT]
Chick-LitCERITA INI SUDAH TERBIT, TERUS SEDIA DI TOKO OREN DAN TOKOPEDIA. "Hi, ustad Agam," sapa Cita kala matanya menangkap sosok Agam turun dari serambi masjid. Agam-pun menjawab dengan nada biasa. "Bukankah Rasulullah mengajarkan kita untuk mengucap sal...