HUA tiga puluh empat🍓

74K 10.3K 1.1K
                                    

"Sekarang cuma ada dua hal yang pasti menjemput Cita, kalau bukan jodoh ya kematian."

-:Nacita Arya Salika.

========================

اَللهُ اَكْبَرُ،اَللهُ اَكْبَرُ

Berbincang dan bersenda gurau hingga tak terasa waktu Dzuhur telah tiba. Cita mengintruksi seluruh temannya untuk diam.

"Kenapa Cit?" bisik Hani, ia bingung tiba-tiba di suruh diam.

Halaman yang tadinya ricuh, penuh gelak tawa berubah menajdi hening tak bersuara. Hanya ada suara hembusan angin, daun yang bergesek, dan kendaraan lalu-lalang.

"Ada panggilan," jawab Cita.

Rido mulai tertarik. "Panggilan apaan woy. Gue kagak denger ada panggilan."

Nauval ikut nimbrung, mereka tak berani mengeraskan suaranya. Berbincang dengan nada berbisik. "Emang siapa yang mati?"

"Lah, emang ada yang mati?" Sekarang Geri ikut bingung. Setahunya ia sama-sekali tak mendengar suara pengumuman orang meninggal.

Sedangkan Cita hanya memutar bola mata malas. Apakah mereka tidak mendengar suara adzan berkumandang? Bisa-bisanya bahas orang meninggal.

"Siapa yang meninggal Cit?" tanya Tina.

"Mana gue tau, emang siapa yang bilang ada orang meninggal?" tanggap Cita.

"Tadi Nauval bilang katanya ada orang mati," sergah Meri.

"Kok jadi gue yang disalahin. Tadi Cita bilang ada pengumuman, gue pikir ada orang mati," tanggap Nauval tak terima dirinya di jadikan tersangka.

Mulut Cita berdecak. "Gue suruh kalian diem karena ada suara adzan. Kenapa bahas orang meninggal sih."

Seluruh teman Cita menghela napas. Dikira ada perkara apa, taunya ada orang adzan. "Ya elah, bilang kek dari tadi. Bikin orang bingung aja lu," cetus Roni.

"Tau nih, bikin orang deg-degan mulu," imbuh Vina.

Cita terkekeh. Se enggakkanya dengan kedatangan mereka sidikit meredakan resah di hatinya, meskipun tak banyak tapi ia bersyukur.

Meski jauh tapi mereka tak melupakannya. Jaman sekarang dari sahabat, tanpa pertengkaran hanya dihalang jarak dan kesibukan masing-masing menjadi asing layaknya orang yang tak pernah kenal. "Emang gue apain lo? Nyatain cinta juga kagak."

"Eh, daripada lo lesbi mending juga sama gue. Abang Mahon selalu ada buat adek Cita," celetuk Mahoni.

"Mulai dah, mulai. Makin kesini makin alay lo Mahon. Jijay gue, dih," timpal Nauval.

"Orang jelek. Bisanya sirikin orang ganteng," balas Mahoni.

"Ckk, ini kenapa pada ribut sih. Mending sekarang kita sholat," ajak Cita.

Seketika mereka menyibukkan diri masing-masing. Ada yang sibuk mencari sandal, ada yang mengotak-atik ponsel, ada juga yang menjadikan tangan sebagai kipas.

"Gue tau kalian gak ada yang sibuk. Ayok sholat," kata Cita.

"Entar aja kali Cita, lagian juga baru adzan," ujar Meri.

"Tau nih. Buru-buru amat, kek orang ketinggalan pesawat aja," tambah Rido.

"Gak baik nunda-nunda sholat. Entar rejeki lo ke tunda lagi. Gue mau sedikit cerita, dengerin!" paksa Cita.

Hi, ust Agam! [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang