HUA tiga belas🍓

62.3K 9.5K 529
                                    

Siang ini suasana di depan Hotel Kokoon Banyuwangi tampak ramai di penuhi dengan remaja muda-mudi pendatang dari Jakarta.

Ada dua puluh delapan siswa baik laki-laki maupun perempuan. Dengan modal nekat remaja tujuh belas tahun itu menempuh perjalanan dua hari lamanya dari Jakarta ke Banyuwangi hanya dengan motor saja.

Jika jelas bersalah seberapa besar dan seberapa sulit rintangan mereka akan meminta maaf dengan datang langsung kepada orang yang sempat di dzalimi. Meskipun tanpa persetujuan orang tua masing-masing mereka rela asal bisa mendapat maaf dari yang bersangkutan.

Demi bertemu dengan kawan, mereka sampai bolos masal satu minggu hanya untuk meminta maaf. Kalau bisa sekalian menjemput Cita jika dia mau. Iyap! Mereka adalah teman satu kelas Cita.

Mereka bolos satu minggu bukan karena menambah durasi untuk main. Kenyataan untuk perjalanan berangkat saja memakan waktu dua hari lamanya.

Sehari sebelum keberangkatan mereka tahu akan fakta bahwa Cita tak bersalah. Sedang si pelaku sudah mendapat hukuman meskipun tidak sebanding dengan apa yang Cita alami.

🍀🍓🍀

Sementara di tempat lain, yang dimana Cita berada. Nampaknya suasana hati gadis itu tengah berbunga-bunga. Riang dan gembira.

Otak yang sejak kemarin digunakan untuk mencari cara bagaimana ia bisa keluar dari penjara suci, kini tidak lagi ia pikirkan. Ada hal yang lebih penting dari sekedar kabur. Dia harus bisa mendapatkan hati Ustad Agam bagaimanapun caranya.

Seperti saat ini, hari jum'at dimana para santri putra berbondong-bondong datang ke masjid sedangkan santri putri bisa istirahat dan di larang keluar dari dalam asrama.

Bosan, itulah yang Cita rasakan saat ini. Mata bulatnya tak sengaja menangkap pergerakan Sari yang kala itu sedang lewat di depannya.

"Permisi Mbak Cita," kata Sari sembari membungkukan badan tanda sopan-santun ketika melewati orang, baik yang lebih tua maupun lebih muda. Begitulah tata krama yang di ajarkan oleh guru-guru kita.

"Tunggu!"

Pergerakan Sari terhenti. "Ada apa Mbak?"

"Itu apa?" tanya Cita menunjuk nampan yang ada di kedua sisi tangan Sari.

"Oh ini jagung rebus pesanan Umi, Mbak."

Saat itu juga kepala Cita muncul sebuah bola lampu yang menyala. Smirk-pun tampak di sudut bibir ranumnya. "Biar gue aja."

"Gak usah Mbak. Mbak Cita istirahat aja, biar Sari yang bawa," kata Sari.

Melihat wajah Cita yang berubah dari ramah menjadi garang membuat nyali Sari menciut. "Ya udah Mbak aja. Tapi gak ngerepotin kan Mbak?" tanya Sari.

Cita tersenyum, mengambil alih nampan berukuran sedang dari tangan Sari. "Gak kok. Mending lo istirahat."

Gadis itu berjalan santai di antara sepinya halaman asrama. Dengan begini ia mempunyai alasan untuk kerumah Umi Halim tanpa perlu menyusup seperti yang ia lakukan semalam.

"Perjuangan woyy," gumam Cita.

Satu tangan ia gunakan untuk mendorong gerbang yang terbuat dari teralis berukir. Tidak perlu mengetuk pintu karena rumah Kyai selalu terbuka. "Assalamualaikum," salam Cita.

"Eaak, gue bermuka dua, eaakk. Gila sih ini, kagak nyangka seorang Nacita Arya Salika putri dari papi Raka dan Mami Rena jadi kalem seketika. Bhhakk," gumam Cita.

Cita bangga akan prestasi yang jarang ia perbuat, biasanya gadis ini selalu tampil apa adanya bukan ada apanya seperti yang saat ini ia lakukan.

"Waalaikumsalam. Masuk Nduk," seru Umi Halim.

Hi, ust Agam! [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang