Pembelajaran sudah usai, Agam-pun kini sudah duduk di mejanya setelah mengucapkan kalimat untuk mengakhiri pembelajaran hari ini. Bagi kaum Adam hal ini adalah yang di tunggu-tunggu dari dua jam yang lalu, beda lagi untuk kaum Hawa mereka justru mendesah kenapa pelajaran PAI terasa sangatlah singkat.
"Yahhh, kok cepet sih."
Lagi-lagi suara Cita yang mendominasi."Iya, gila sih masa cepet banget," sambung Tina.
"Heh Tina! Jan ganjen lo!" ucap Cita tak suka.
"Suka-suka gue lah," balas Tina.
"Dari tadi ribut mulu nih cewek-cewek!" sahut Haikal sembari menyumpal telinganya dengan ipod.
Agam hanya melihat mereka dari meja guru, bukan tak bertanggung jawab sebagai guru maupun wali kelas tapi Agam ingin mereka tahu sopan-santun akan guru yang masih berada di dalam kelas. Dengan mendiamkan nantinya mereka akan merasa tak enak hati.
Sadar jika Agam hanya diam tidak menegur hanya melihat dengan raut yang sulit di artikan. Salah satu di antara mereka memberi kode kepada teman-temannya.
Dirasa sudah tenang Agam bertanya. "Kalau sudah selesai bicaranya sekarang giliran saya yang bertanya."
Kelas XII Tehnik 3 bisa di bilang kelas yang paling sulit untuk di luluhkan, jangankan diluluhkan. Untuk menghargai guru saja mereka tak bisa, tapi entah kenapa begitu kelas di ambil alih Agam mereka sedikit-demi sedikit dapat di jinakkan.
Mungkin karena para kaum Hawa. Sebenarnya yang paling sulit di luluhkan adalah para cewek, cowoknya selalu nurut apa yang di bilang cewek-cewek. Kalian tahu sendiri cewek nomor satu, apapun masalahnya ceweklah yang selalu benar.
"Siapa sekretarisnya?" lanjut Agam bertanya.
"Cita sama Raino Pak," jawab Meri.
Cita sumringah. Jelas, siapa yang tidak senang jika dirinya akan di ajak ustad Agam. Tak heran pikiran Cita sampai disitu karena sekretaris dan ketua kelas memang sering di ajak keluar oleh guru.
"Raino, bisa bantu saya bawakan buku-buku ini ke ruangan saya," pungkas Agam.
Wajah Cita berubah masam. "Kok Raino Ustad? Saya juga bisa."
"Ini tugas laki-laki," ujar Agam. "Baiklah, semoga ilmu yang kita pelajari bermanfaat, barokah dan di ridhai Allah. Assalamualaikum warohmatullahhi wabarokatuh."
"WAALAIKUMSALAM WAROHMATULLAHI WABAROKATUH," jawab mereka serempak.
Setelah dirasa Agam sudah lenyap di telan pintu disinilah Cita jingkrak-jingkrak. "WOAHH-WOAHH, jantung gue omeygattt. BIG NO! Calon suami gue gantel man syekalehh."
TAK
"Auhh, sakit pe'ak!"
Cita mengusap tulang kering yang di tendang Meri. Jangan salahkan Meri, salahkan Cita yang teriak layaknya orang gila yang kesurupan. "Lu pikir ini hutan teriak-teriak sembarangan!" sambar Meri."Lo gak suka banget liat temannya seneng," ucap Cita.
"Lu bukan temen gua."
Tak terasa bel istirahat berbunyi dari beberapa menit yang lalu. Tubuh tak ingin beranjak dari bangku namun hati dan perutnya berteriak jangan. Cita bimbang, menopang dagu sembari melirik gadis yang duduk di sebelahnya tengah sibuk mengemasi beberapa peralatan belajar.
Cita mendesah, bola matanya menyerang di sana sudah muncul siswa kelas sebelas yang berdiri di ambang pintu. Sudah bukan hal asing lagi laki-laki itu datang kemari, tentunya untuk menjemput sang kekasih. Siapa lagi kalau bukan Kevin pacar Meri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, ust Agam! [SUDAH TERBIT]
Chick-LitCERITA INI SUDAH TERBIT, TERUS SEDIA DI TOKO OREN DAN TOKOPEDIA. "Hi, ustad Agam," sapa Cita kala matanya menangkap sosok Agam turun dari serambi masjid. Agam-pun menjawab dengan nada biasa. "Bukankah Rasulullah mengajarkan kita untuk mengucap sal...