15. Aku, Adik Untuk Mereka

3.4K 218 0
                                    

Aku senang karena hidupku begitu sempurna.
Iya, sempurna. Ada yang membenciku, ada juga yang menyayangiku.
Begitu sempurna, 'kan?

- Meisya Keyrila Cheryl

---><---

Memang, menangis di bawah hujan itu begitu menenangkan. Air yang mengalir dari mata ke wajah tidak akan terlihat oleh orang karena mengalir bersamaan dengan turunnya air hujan dari langit ke bumi. Suara isak tangis pun tak akan terdengar karena suaranya dikalahkan oleh suara gemuruh.

Dan itu terbukti saat Meisya melakukannya tadi. Rasa sakit yang biasa Meisya tahan, tadi terluapkan semuanya dengan tangisan.

Meisya duduk dengan menekuk kakinya di atas tempat tidur. Kedua telapak tangannya menyatu dan sesekali mengusapnya lalu meniupnya dan menempelkan ke kedua pipinya untuk menghilangkan rasa dingin di tubuhnya. Tubuhnya sudah menggunakan baju panjang dan jaket, tapi rasanya sama saja.

Sekarang Meisya sedang tidak berada di rumahnya, tapi ada di rumah Rangga. Tadi Rangga yang menemukan Meisya yang menangis di bawah turunnya hujan deras dan duduk di tengah jalan.

Rangga menghentikan motornya di pinggir jalan saat melihat seorang gadis yang duduk di tengah jalan dengan bahu yang bergetar.

Rangga menepuk bahu gadis itu yang bergetar semakin kuat. Melihatnya mampu membuat Rangga merasa kasihan.

Rangga masih belum menyadari kalau itu Meisya karena Meisya belum membalikkan tubuhnya.

Meisya balas memegang tangan Rangga yang ada di bahunya. Menggenggamnya erat dan mengira kalau tangan itu adalah tangan mama atau papanya.

"Meisya tau kalian gak akan tega buat usir Mei dari rumah. Makanya kalian susulin ke sini, 'kan?" tanya Meisya membalikkan tubuhnya menghadap Rangga.

"Meisya?" tanya Rangga kaget.

Tanpa aba-aba Meisya memeluk tubuh Rangga. Meisya sedang butuh orang yang bisa dijadikannya sandaran. Meisya butuh orang untuk dijadikannya teman bercerita.

Dengan sedikit keraguan Rangga membalas memeluk Meisya. Membiarkan Meisya menenangkan dirinya di pelukannya.

Setelah dirasa cukup tenang, Meisya melepaskan pelukannya. Menghapus kasar air matanya dan memejamkannya sebentar.

"Lo kenapa?" tanya Rangga lembut.

"Rangga, apa Meisya gak ditakdirkan bahagia?"

"Maksudnya?"

"Apa Meisya hidup cuma jadi beban?"

"Nggak."

"Jawab pertanyaan Meisya yang pertama, Rangga," paksa Meisya.

"Kalau Lo nanya itu, gue bakal bilang 'gue yang akan bikin Lo bahagia dengan cara gue sendiri. Gue bakal bahagiain Lo, bukan bikin Lo nangis'," jawab Rangga.

Meisya menggeleng lemah. Semua orang pernah mengatakan seperti itu kepadanya.

Bukannya Meisya tidak percaya pada Rangga, tapi Meisya tidak mau merasakan sakit lagi.

MEISYA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang