2. Khayalan

5K 367 0
                                    

Alina, mama dari Meisya sedang mengusap puncak kepala Meisya. Meisya berbaring di paha Alina manja.

Regan, papa Meisya duduk di dekat kaki Meisya. Sesekali memberikan lelucon kepada anak bungsunya.

Antartica duduk di kursi yang berbeda bersama dengan Vino dan Gerry.

Mereka berkumpul di ruang keluarga. Menonton tv dan mengobrol layaknya keluarga yang bahagia tanpa sedikitpun masalah.

Layaknya keluarga yang saling menyayangi tanpa ada salah satu di antara mereka yang dibenci.

"Pa, Mei kangen sama Papa. Udah lama kalian gak pulang. Kalian di sini lama, 'kan?" tanya Meisya sendu.

Meisya beralih menjadi duduk dengan menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa.

Regan mengacak rambut Meisya sayang. Kemudian memeluk tubuh anak bungsunya.

"Papa masih lama kok di rumahnya. Kenapa, hm?" jawab Regan lembut.

Meisya tersenyum manis. "Gak apa-apa kok, Pa. Mei cuma rindu sama kalian berdua."

Regan semakin mengeratkan pelukannya. Alina ikut memeluk Meisya. Pelukan rindu.

Meisya tersenyum senang. Sudah lama sejak mama papa nya pergi ke luar negeri, Meisya tidak pernah mendapatkan pelukan dari kedua orang tuanya.

"Andai Meisya selalu dapatin pelukan ini setiap hari. Andai Meisya selalu dipeluk sama kalian berdua setiap Mei mau tidur," ucap Meisya penuh harap.

Alina melepaskan pelukannya dan menatap anaknya. "Maafin mama, sayang. 'Kan Meisya tau kalau mama harus kerja. Papa juga harus kerja buat Meisya sama kakak dan abang makan."

Meisya ikut melepaskan pelukannya tadi. Mengangguk mengerti dan tersenyum.

"Meisya ngerti kok, Ma. Mei paham banget gimana kalian. Mei gak nuntut kalian buat selalu ada di sini kok."

Alina mencubit pipi chubby Meisya gemas. Dulu saat ia meninggalkan anaknya ke luar negeri saat masih duduk di kelas dua SD. Sekarang anaknya sudah tumbuh menjadi seorang gadis remaja yang cantik dan penurut.

"Itu baru anak mama!" ucap Alina bangga dan mencolek hidung mungil anaknya.

"Ma, Pa, tau gak? Masa Meisya udah disukain cowok. Masih kecil juga," adu Gerry.

"Ihh apaan sih Bang Gerry! Yang penting itu Meisya nggak pacaran 'kan? Dia itu cuma suka sama Mei," omel Meisya kesal.

Dasar tukang ngadu!

Meisya membatin. Anak laki-laki tapi tukang adu. Untung sayang, kalau tidak, sudah Meisya buang saja jauh-jauh.

"Mei, dengar ya. Papa mohon, Mei jangan pacaran dulu. Bukannya papa mau kekang Mei, tapi karena papa sayang sama Mei. Mei itu anak papa yang paling kecil. Papa gak mau kalau sampai Mei nangis gara-gara sakit hati," tutur Regan penuh perhatian.

Meisya mendengarnya dengan baik. Ini yang Meisya mau dari dulu. Mendapatkan perhatian dari papa dan mamanya. Meisya harus bersyukur untuk ini.

"Mei ngerti kok, Pa. Mei paham maksud Papa gimana. Lagian ya Pa, Meisya mau fokus belajar dulu. Kalau Meisya udah besar kayak Kak Anta, baru deh," balas Meisya.

***

Gerry menyemprotkan cairan obat nyamuk di kamar Meisya, dan dengan sengaja menyemprotkannya tepat di bagian ranjang tempat tidur Meisya.

Meisya yang sedang terbaring dan melamun itu melonjak kaget. Sorot matanya menandakan kalau dirinya marah pada abangnya itu.

Meisya memukul bagian paha Gerry lumayan keras dan membuat si empunya menyengir dan seperti orang yang tak mempunyai kesalahan.

"Bang Gerry tau? Bang Gerry itu udah ngerusak lamunan Mei. Ganggu tau gak sih? Padahal tadi Mei lagi ngekhayal, indahhhhhhhh banget pokoknya. Tapi gara-gara Bang Gerry, semuanya hancur," ucap Meisya panjang.

Dengan tanpa bersalahnya, Gerry duduk di dekat Meisya. Sebelumnya ia sudah menaruh botol semprotan obat nyamuk itu di meja.

"Emang ngekhayal apa?" tanya Gerry kepo.

"Mama sama papa sayang lagi sama Mei."

Gerry diam. Mulutnya seolah tertutup rapat saat itu juga. Ia sudah benar-benar mengganggu adiknya.

Meisya-- adik dari Antartica, Vino, dan Gerry itu hanya bisa bahagia dengan cara berkhayal. Mengkhayalkan sesuatu yang mungkin entah bisa terwujud atau tidak.

"Abang tau? Kita semua bahagia bareng. Mama sama papa peluk aku, cium pipi aku, biarin aku tiduran di paha mama. Tau gak sih bang rasanya gimana? Rasanya tuh benar-benar gak pernah Mei bayangin dan rasain dari dulu. Kalau Mei pengen ngerasain gimana diperlakukan layaknya seorang anak sama mereka, ya cara satu-satunya Mei harus berkhayal, cuma itu," cerita Meisya.

Lagi-lagi Gerry dibuat diam oleh kata-kata adik perempuannya ini. Ia tahu bagaimana perasaan adiknya sekarang. Adiknya itu benar-benar menginginkan kasih sayang dari orang tuanya.

Meisya berdiri dan berjalan menuju meja belajarnya. Di sana terdapat foto keluarganya, lengkap. Mengambil bingkai foto itu lalu memeluknya di dada.

"Cara Mei peluk mereka ya dengan peluk fotonya. Karena buat benar-benar peluk tubuh mereka itu cuma khayalan semata. Mei cuma halu," lanjutnya.

Gerry masih terdiam di tempatnya tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Otaknya masih berusaha mencerna baik-baik apa yang dikatakan adiknya.

"K-kenapa itu cuma halu? Mei pasti bisa kok peluk mereka berdua. Ayok sini peluk Abang, anggap aja Mei lagi peluk papa," tawar Gerry.

"Beda Bang Rysol!" teriak Meisya dan membuat Gerry tersenyum.

Ini yang Gerry suka dari adiknya. Jika Meisya sedang sedih lalu ditawari pelukan darinya dan menyuruhnya menganggapnya sebagai papa, Meisya pasti akan berteriak dan memanggil namanya dengan Rysol.

"Gak sopan kamu panggil abang kayak gitu," tegur Gerry.

"Sok-sokan tegur Mei segala, padahal Bang Gerry juga suka 'kan kalau Mei panggil kayak gitu? Gak usah ngelak, Bang. Bang Gerry tuh gak bisa bohong sama Mei."

Pintu kamar Meisya terbuka dan menunjukkan keberadaan Antartica dan juga Vino. Sepertinya mereka baru pulang dari kantor.

Antartica sudah bekerja di perusahaan milik papanya, dibantu oleh Vino. Vino sebenarnya masih kuliah, tapi Vino menginginkan kalau ia untuk ikut bekerja dengan kakaknya.

Keduanya mendekat dan duduk di tepi tempat tidur Meisya. Vino menaruh tasnya sembarangan di tengah-tengah tempat tidur dan tentu saja membuat Meisya kesal.

"Bang Vino gak ada akhlak!"

Vino terkekeh mendengar teriakan Meisya. Ini adalah kebiasaannya dari dulu ketika pulang kerja atau sekolah. Menaruh tasnya di tempat tidur Meisya, lalu ketika ia akan keluar dari kamar Meisya dengan sengaja menumpahkan isi tasnya di tempat tidur dan menyuruh adiknya membereskan semuanya.

"Udah sih, Vin. Senang banget bercandain adiknya," tegur Antartica membuat Vino mengambil tasnya kembali lalu menaruhnya di lantai.

"Meisya habis ngapain? Kok peluk foto keluarga?" tanya Vino heran.

Meisya tersenyum lalu ikut duduk di tempat tidurnya. "Mei kangen sama mama dan papa, makanya Mei peluk fotonya. Mei gak punya foto yang cuma mama sama papa doang isinya. Foto mereka berdua tuh benar-benar gak boleh Mei miliki. Bahkan akun Instagram Mei aja belum di ACC sama papa dan mama, jadi gak bisa deh liat foto mereka. Meisya juga gak boleh masuk kamar mereka."

MEISYA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang