Sekarang hanya tersisa satu. Apa aku bisa bertahan?
- Meisya Keyrila Cheryl
---><---
"Menurut hasil tes laboratorium, Meisya mengidap penyakit Akut mielogenous leukemia. Jenis leukimia ada dua yaitu leukimia akut dan leukimia kronis. Leukimia akut memburuk secara cepat, sedangkan leukimia kronis memburuk secara perlahan. Dan yang Meisya idap itu leukimia akut dan itu berarti penyakit itu bisa memburuk dengan cepat," jelas Dokter Rindi.
Tubuh Meisya melemas mendengarnya. Punggungnya ia sandarkan pada sandaran brankar. Air matanya luruh dengan deras.
Salma yang berdiri di samping brankar ikut menangis. Mengusap punggung Meisya untuk menenangkan.
Di ruangan itu hanya ada Dokter Rindi, Meisya dan juga Salma. Gerry pergi ke sekolah, Antartica dan Vino tentu saja pergi ke kantor.
Perkiraan Dokter Rindi beberapa hari kemarin benar. Leukimia adalah penyakit yang disebabkan oleh kelainan sel darah putih dalam tubuh dan tumbuh secara tidak terkendali.
Meisya hanya bisa berdoa, berjuang, menjalankan apa kata dokter untuk kesembuhannya, dan tak lupa lebih mendekatkan diri pada Allah disisa hidupnya ini.
Dokter Rindi menilap kertas hasil tes laboratorium itu, memasukkannya ke dalam amplop putih dan menaruhnya di depan Meisya.
"Kamu juga harus melakukan kemoterapi dengan rutin untuk kesembuhanmu. Tetap semangat dan yakin kalau kamu bisa segera sembuh. Oke?" Dokter Rindi melengkungkan bibirnya membentuk senyuman seraya mengusap pundak Meisya.
Meisya tidak menanggapi perkataan Dokter Rindi sampai dia pergi ke luar. Ia memang sudah berhenti menangis, tapi tetap saja mendengarnya cukup membuatnya semakin sakit.
"Kakak akan temenin kamu setiap kemoterapi. Nanti juga kakak akan kasih tau ketiga kakakmu. Semangat, Sayang," ucap Salma.
Meisya yang tadinya tak bereaksi apapun, kini berhambur memeluk Salma dan tanpa ragu Salma membalasnya.
"Kakak jangan kasih tau siapapun, ya? Termasuk tiga kakaknya Mei. Meisya gak mau bikin mereka khawatir. Meisya gak mau ngabisin uang mereka cuma buat pengobatan Mei ini. Meisya juga gak mau kemoterapi, Meisya gak punya uang, Kak," timpal Meisya masih memeluk Salma.
"Bahkan Meisya sendiri gak yakin kalau keluarganya Mei akan khawatir saat tau penyakit Meisya."
Meisya melepas pelukannya. Memandang Salma sendu dan memohon. Ia tak mau merepotkan siapapun. Apalagi setelah malam itu terjadi.
Salma menyentuh pipi Meisya yang sedang memandangnya. Salma tidak tega untuk tidak menuruti permintaan Meisya. Tapi Salma juga tidak tega jika tidak memberitahu satupun keluarga gadis itu.
Bimbang ... Benar-benar bimbang.
"Tapi keluarga kamu harus tau, Mei."
"Kak, please..."
"Syaratnya kamu harus kemoterapi."
"Tapi, Kak ... Aku gak punya uang buat kemoterapi. Selama aku hidup, aku belum menghasilkan uang sedikitpun. Dari kecil Meisya bergantung sama mereka," jelas Meisya.
Salma menghela nafasnya berat. Begitu susah ia membujuk gadis di hadapannya ini.
Sulit memang jadi Meisya. Bahkan Salma pun bila menjadi Meisya mungkin akan melakukan hal yang sama.
"Kakak akan bantu bayar biaya kemoterapi kamu," putus Salma.
"Kak, nggak!"
"Ikutin apa yang kakak mau atau kakak akan kasih tau penyakit kamu ke mereka?" ancam Salma.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEISYA [TERBIT]
Teen Fiction"Papa, sepatunya kena wajah Meisya ...." "Cukup, Pa!" "Papa, Meisya kesakitan sekarang." "Meisya minta maaf." "Meisya mohon maafin Meisya ...." "Pa, kaki Meisya perih ...." "Tangan Mei juga perih, Pa." "Meisya gak akan bolos lagi, Pa. Meisya janji."...