Mengapa permasalahannya harus seperti ini? Mengapa kamu juga harus menjauh? Kekuatanku kembali berkurang.
- Meisya Keyrila Cheryl
---><---
"Dari gue, yang terbaik buat Lo sama Revan," ujar Vino menepuk pundak kakaknya sekali.
"Thanks."
Revan sudah pulang sepuluh menit yang lalu. Dia pulang menggunakan motor matic miliknya. Revan memang tidak mempunyai mobil karena dia lahir dari keluarga yang sederhana.
Sekarang empat bersaudara itu sedang ada di taman kecil depan rumah. Duduk tanpa alas apapun di atas rumput negeri berwarna hijau segar.
Gerry memainkan ponselnya. Saling bertukar pesan dengan temannya. Tersenyum-senyum dengan mata yang tak teralihkan sama sekali.
"Anaknya Bunda Alina sama Ayah Regan mau saya bawa ke rumah sakit jiwa?" tawar Vino.
"Idih ayah-bunda," cibir Antartica.
Meisya menyenderkan kepalanya di pundak Gerry. Sedikit mengintip obrolan Gerry dengan temannya.
"Bang Gerry itu abangnya Meisya. Gak boleh ada yang bawa abangnya Meisya ke tempat itu." Ucapan Meisya diakhiri dengan kecupan singkat di pipi Gerry.
"Lagipula gak ada yang bilang kalau Gerry adalah abangnya Kak Anta."
Meisya sedikit menjauhkan dirinya dari Gerry. Menatap Vino dengan tatapan kosong. Kepalanya terus berpikir, apakah abangnya itu masih marah?
Memang sekarang Meisya dekat dengan Vino. Tapi hanya dekat bila dilihat dari posisi, lain lagi dengan hati. Yang dekat menjadi berjarak. Dan adapula yang dekat menjadi semakin dekat. Itulah hubungan.
Hubungan bukan hanya hubungan percintaan, pertemanan, dan persahabatan saja. Tapi juga hubungan keluarga dan juga persaudaraan. Tidak semua orang memiliki lima hubungan itu.
Dan untuk Meisya mungkin hanya memiliki tiga dari lima, yaitu persaudaraan, pertemanan, dan persahabatan. Untuk keluarga? Keluarganya saja membencinya. Percintaan? Itu adalah larangan terbesar yang diberikan ketiga kakaknya.
Gerry menarik tubuh Meisya untuk dipeluknya dari samping. Mengecup puncak kepala Meisya berulang kali. Yang dilakukannya itu seolah sedang menyalurkan kekuatan untuk mendengar kalimat-kalimat pedas dari Vino.
"Maksudnya adek gue 'kan bukan gitu, Bang," ujar Gerry membela sembari mengeratkan pelukannya dan menaruh kepalanya di atas kepala Meisya.
Terdengar bunyi gerbang rumah yang dibuka. Keempatnya kompak menolehkan kepalanya. Mereka melihat seorang wanita berhijab hitam dan gamis putih.
"Kuntilanak?" celetuk Gerry.
"Itu calon istri gue anjir, enak aja," balas Vino tak terima.
Meisya hanya diam dengan mata yang masih memandang Naya yang berjalan semakin dekat. Jantungnya berdetak cepat. Perasaannya buruk sekarang. Telapak tangannya pun basah karena berkeringat.
Sekarang Naya sudah benar-benar berdiri di dekat mereka semua. "Assalamu'alaikum."
"Waalaikumsalam."
Naya ikut duduk. Menaruh rantang makanan yang dibawanya di tengah, dan tak lupa tersenyum pada Vino.
"Sok baik banget sih cewek orang!" gumam Meisya.
Naya sadar kata-kata itu tertuju padanya. Menarik nafasnya serta menghembuskannya sembari memejamkan matanya. Lalu menyunggingkan senyuman kecil.
"Lo kok kayak gak ngehargain banget cewek gue sih, Mei? Dia datang baik-baik loh. Lo tuh semenjak di taman waktu itu aneh banget. Kenapa? Lo masih mikir kalau Naya selingkuh dari gue?" tanya Vino menatap tajam pada Meisya. "Itu gak mungkin."
KAMU SEDANG MEMBACA
MEISYA [TERBIT]
Teen Fiction"Papa, sepatunya kena wajah Meisya ...." "Cukup, Pa!" "Papa, Meisya kesakitan sekarang." "Meisya minta maaf." "Meisya mohon maafin Meisya ...." "Pa, kaki Meisya perih ...." "Tangan Mei juga perih, Pa." "Meisya gak akan bolos lagi, Pa. Meisya janji."...