Aku anggap kemarahan kalian adalah kalian yang sedang menegurku di kala aku salah. Dan tamparan ini adalah usapan sayang di kepalaku.
- Meisya Keyrila Cheryl
---><---
Meisya memberanikan diri untuk mengetuk pintu rumahnya. Sebenarnya ia belum ingin pulang, tapi Antartica terus saja memaksanya untuk segera pulang.
Hatinya belum benar-benar sembuh, dan sekarang Meisya harus siap jika nanti akan mendapatkan yang lebih menyakitkan lagi.
Sudah beberapa kali mengetuk pintu tapi tidak mendapatkan balasan membuat Meisya langsung membuka pintu rumahnya dan masuk ke dalam menuju kamarnya. Di rumahnya sepi seperti tidak ada orang. Tapi ternyata dugaan itu salah, di meja makan ada Gerry yang sedang memakan mie instan.
Meisya mengabaikan Gerry tanpa menyapanya. Tapi saat ia menaiki tangga, Gerry memanggilnya. Meisya menoleh malas.
"Masih ingat pulang?" tanya Gerry sedikit ketus.
"Ingat."
Meisya kembali melanjutkan langkahnya. Bodo amat dengan Gerry yang sedang menggerutu.
---><---
Meisya melangkah menuju meja belajarnya. Mengambil buku dengan sampul berwarna biru muda kesukaannya. Mengambil pulpen dan mulai mengisi buku itu. Sudah lama Meisya tidak menulis diary.
Saat hati berkata ingin...
Namun Tuhan berkata 'tunggu!'
Saat air mata harus menetes,
Tuhan berkata, 'Tersenyumlah...'
Saat semua terasa membosankan,
Tuhan berkata, 'Teruslah melangkah...'
Karena Tuhan lebih dulu tahu
Rancangan apa yang mendatangkan kebaikan dalam hidup kita ini.Lelah dengan keadaan.
Lelah dengan semuanya.
Aku ingin menyerah, tapi Tuhan tidak suka dengan hamba-Nya yang mudah menyerah.Ingin mengakhiri semuanya dengan mengakhiri hidup yang telah diberikan oleh Tuhan. Tapi Tuhan tidak menyukai hamba-Nya yang seperti itu.
Jadi di sini tujuanku hidup hanyalah untuk bertahan karena Tuhan, dan ingin mendapatkan apa yang seharusnya aku dapatkan dari mereka.
Meisya menutup buku diarynya. Ia menarik bibirnya untuk tersenyum simpul.
Meisya ingat kata seseorang 'lelah itu boleh. Tapi menyerah jangan.' Meisya sedang mencobanya agar tidak mudah menyerah.
Kemarin adalah titik terendahnya. Di mana ia benar-benar tidak dianggap oleh keluarganya sendiri.
Dan saat itu, Meisya bersyukur karena hujan turun. Hujan yang telah membuatnya tenang dengan meluapkan semua yang telah ia simpan di hatinya.
Dan di saat Meisya kembali mengingat dengan apa yang terjadi, Tuhan datangkan seorang lelaki untuk menemaninya dan menghiburnya serta memberikan semangat untuknya.
Pintu kamarnya terbuka kasar dan membentur dinding sehingga menimbulkan suara yang cukup keras.
Meisya terlonjak dan mendapati mamanya berdiri di sana dengan marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEISYA [TERBIT]
Teen Fiction"Papa, sepatunya kena wajah Meisya ...." "Cukup, Pa!" "Papa, Meisya kesakitan sekarang." "Meisya minta maaf." "Meisya mohon maafin Meisya ...." "Pa, kaki Meisya perih ...." "Tangan Mei juga perih, Pa." "Meisya gak akan bolos lagi, Pa. Meisya janji."...