Meisya si gadis mungil nan cantik itu tumbuh menjadi gadis yang baik dan periang, tanpa adanya campur tangan orang tua.
Meisya tak pernah memperdulikan itu. Tapi terkadang, Meisya tiba-tiba terpikirkan jika ia mempunyai orang tua seperti teman-temannya.
Meisya menutupi semuanya dengan sifat periangnya. Tidak ada yang tahu Meisya yang sebenarnya selain ketiga kakaknya.
Meisya mempunyai tiga orang kakak. Yang satu kakak perempuan, dan yang dua lagi kakak laki-laki.
Kakak pertamanya bernama Antartica Arista Nefifila. Kak Anta selalu memberikan seluruh perhatiannya kepada ketiga adiknya, terutama Meisya.
Kakak yang kedua bernama Calvino Alvado Dinogra, lebih sering dipanggil Bang Vino. Vino juga sama seperti Anta, memberikan seluruh perhatiannya kepada kedua adik dan kakaknya. Vino tahu posisinya kalau ia adalah seorang laki-laki, jadi Vino harus menjaga dua adik dan kakaknya.
Kakak yang ketiga bernama Gerryso Malvory Adalson, lebih sering dipanggil Bang Gerry atau Ryso( l ). Gerry juga bertekad untuk selalu menjaga Meisya dan Anta. Vino? Dia masih bisa menjaga dirinya sendiri.
***
"Bang, tau gak sih, tadi ada satu cowok yang dekatin aku. Teman aku bilang dia suka sama aku. Tapi biarin ajalah, Bang. Aku gak mau pacar-pacaran." Meisya bercerita pada kedua abangnya.
Vino yang awalnya sedang menonton televisi beralih mendengarkan cerita Meisya, adik kesayangannya.
Sedangkan Gerry dia masih tetap memainkan game di ponselnya. Terlihat tidak memperhatikan celotehan Meisya, tapi nyatanya Gerry tetap mendengarkan dan akan membuka suara jika dia akan memberi nasihat saja.
Vino mengacak puncak kepala Meisya gemas. "Bagus. Anak kecil gak boleh pacar-pacaran."
"Ihh apaan sih Bang Vino, aku itu udah besar! Aku udah tujuh belas tahun loh Bang, kalo Abang lupa," protes Meisya.
Vino berdecak sekali. "Abang gak akan lupa, Mei. Tapi di usia kamu ini, emang seharusnya jangan pacar-pacaran dulu," nasihat Vino.
Sungguh. Vino tidak mau Meisya berpacaran. Vino tidak mau jika nanti Meisya akan merasa sakit hati, menangis, dan yang lebih parahnya lagi Vino tidak mau gara-gara itu Meisya menjadi sosok yang pendiam dan tertutup.
Gerry menghentikan aktivitas awalnya. Menaruh ponselnya di atas meja. Kemudian menggeser duduknya untuk lebih dekat lagi dengan Meisya.
"Noh dengerin apa kata Bang Vino. Kamu masih kecil," ucap Gerry mengecup puncak kepala Meisya.
"Iya-iya. Sebelum Bang Vino sama Bang Gerry kasih nasihat juga, Meisya gak mau pacaran. Meisya gak mau kayak Leo yang sakit hati gara-gara pacarnya punya pacar baru," celoteh Meisya.
Vino dan Gerry tersenyum. Ternyata adiknya memang menuruti apa mau dari kakak-kakaknya.
"Bagus!"
***
Meisya menangis di kamarnya. Tertidur dengan menutupi wajahnya menggunakan bantal guling.
Meisya berusaha menahan isak tangisnya agar tidak mengganggu tidur ketiga kakaknya.
"Hiks, aku pengen punya mama kayak teman-teman. Aku pengen dipeluk mama. Aku pengen sarapan bareng mama," ucap Meisya sedikit tidak jelas.
"Mei juga pengen bisa main sama papa kayak yang lain. Mei pengen dilindungin papa. Mei mau ada yang marahin kalo ada yang nakal sama Mei," lanjut Meisya masih terisak.
Inilah Meisya di malam hari. Menangis. Jika tidak menangis, Meisya akan melamun dan membayangkan bagaimana indahnya hidup dan disayangi oleh kedua orang tuanya.
Meisya sudah seperti bunglon saja. Bedanya jika bunglon akan merubah warnanya setiap berpindah tempat. Tapi jika Meisya, akan berubah sifat saat berbeda waktu dan berpindah tempat.
Ceklekk
Meisya mendengar suara pintu kamarnya dibuka. Meisya langsung berusaha menghentikan tangisnya. Bibirnya ia gigit agar tidak terisak.
Meisya tahu itu pasti Kak Anta, kakak perempuannya. Kak Anta terkadang suka memasuki kamarnya untuk sekedar memastikan kalau Meisya sudah tertidur.
Tadi niatnya Antartica tidak akan masuk ke kamar Meisya. Antartica sudah tahu dari Vino dan Gerry kalau Meisya sudah tertidur. Tapi saat melewati kamar Meisya, ia mendengarkan isak tangis.
"Mei, Mei belum tidur? Kenapa? Nangis lagi? Udah ya, Mei. Jangan nangis terus. Kak Anta ngerti gimana perasaan Mei," ucap Antartica mengusap bahu Meisya yang masih bergetar pelan.
Meisya berbalik menghadap kakak perempuannya. Kemudian memeluk perut Antartica.
"Kak Anta, apa Mei gak boleh bahagia? Mei mau kayak yang lain. Sarapan bareng mama, berangkat sekolah diantar papa. Mei mau kayak gitu. Tapi mama sama papa Mei sama sekali gak peduliin Mei," racau Meisya.
Antartica mengusap rambut Meisya penuh sayang. Ia sangat menyayangi Meisya. Antartica tidak bisa melihat adiknya menangis seperti ini. Ini kelemahannya.
"Mei, udah ya. Mei gak boleh nangis terus. Kak Anta tau gimana Mei sekarang. Mei sangat butuh kasih sayang mereka. Nanti Kak Anta bilang sama mama papa ya, suruh mereka pulang, dan peluk Mei walau hanya sebentar," kata Antartica lembut. Anta lemah jika sudah melihat Mei menangis.
"Mei jangan nangis. Mei itu kuat. Mei itu anak baik," suara berat itu, Meisya sangat kenal, Bang Vino. Iya!
Vino dan Gerry ikut masuk ke kamar Meisya. Tadinya mereka berdua menunggu Antartica di lantai bawah, tapi lama sekali tidak datang-datang. Dan akhirnya keduanya sama-sama memutuskan untuk menyusul.
"Nggak Bang Vino! Mei gak kuat. Mei iri sama teman-teman Mei. Mei mau kayak mereka," bantah Meisya.
"Mei dengerin Bang Gerry," pinta Gerry. "Kita semua sayang sama Mei. Mei tau itu 'kan? Mei di sini gak sendiri. Tadi Mei bilang kalau Mei mau makan bareng Mama 'kan? Di sini masih ada Kak Anta. Kak Anta bisa gantiin posisi mama. Mei juga mau berangkat sekolah diantar papa 'kan? Di sini ada Bang Vino sama Bang Gerry. Kita berdua siap buat anterin Mei ke sekolah atau kemanapun."
"Itu beda, Bang!"
Antartica mencium pucuk kepala Meisya. Ia benar-benar mengerti bagaimana perasaan adiknya.
Vino mengusap punggung tangan kiri Meisya lembut berusaha menenangkannya. Ia juga ikut sakit melihat Meisya menangis.
Gerry juga sama, mengusap punggung tangan kanan Meisya. Hatinya sakit melihat Meisya menangis. Walaupun bukan menangis karenanya, ini malah lebih sakit daripada menangis karena habis dijaili oleh dirinya.
Meisya rapuh. Itu yang dapat Antartica, Vino, dan Gerry lihat setiap harinya.
Hampir setiap hari Mei menangis karena alasan yang sama.
Gimana prolognya? Bagus gak? Bikin kalian penasaran sama part-part selanjutnya gak?
Vote sama komen itu wajib!
KAMU SEDANG MEMBACA
MEISYA [TERBIT]
Teen Fiction"Papa, sepatunya kena wajah Meisya ...." "Cukup, Pa!" "Papa, Meisya kesakitan sekarang." "Meisya minta maaf." "Meisya mohon maafin Meisya ...." "Pa, kaki Meisya perih ...." "Tangan Mei juga perih, Pa." "Meisya gak akan bolos lagi, Pa. Meisya janji."...