9. Mimpi (2)

2.7K 222 0
                                    

Kali ini mimpiku berbeda. Yang dulu aku berharap mimpiku tidak menjadi kenyataan, sekarang aku berharap mimpi itu menjadi nyata dan bukan hanya sebuah khayalan.

- Meisya Keyrila Cheryl

---><---

Meisya termenung di kamarnya. Memikirkan apa yang Alina ucapkan tadi. Mamanya bukan hanya membencinya, tapi juga mengharapkannya untuk cepat-cepat bertemu dengan Tuhan yang telah menciptakannya.

Perlahan air matanya mulai membasahi pipinya sendiri. Apa ia harus pergi saat ini juga? Apa Meisya harus mengabulkan keinginan mamanya agar mamanya mau mengharapkan kehadirannya nanti saat ia telah pergi?

Meisya ingin membuat mamanya bahagia. Kebahagiaan mamanya adalah kepergiannya.

Meisya berdiri dari duduknya dan menuju kamar mandi. Menyalakan shower dan berdiri di bawah guyuran air. Air matanya mengalir semakin deras.

Tiga puluh menit Meisya di bawah guyuran shower. Wajahnya pucat, tubuhnya menggigil kedinginan. Meisya paling tidak bisa dengan rasa dingin seperti ini. Tubuhnya meluruh ke lantai. Menangis dengan telapak tangan yang menutupi wajahnya.

"Meisya pembawa sial buat mama dan papa. Meisya beban buat mereka. Meisya gak berguna. Meisya anak gak tau diri. M-Meisya gak diharapkan oleh mereka," racau Meisya lirih.

Meisya memejamkan matanya. Air matanya semakin deras saja mengalir bersamaan dengar air yang terus mengguyurnya dan membasahi tubuhnya.

"Kak Meisya," panggil seorang anak kecil perempuan. Di sampingnya ada anak laki-laki yang seumurannya.

"Kak, Dava yakin kakak kuat. Kakak gak boleh nyerah. Kakak harus tetap semangat. Mama sama papa pasti sebenarnya sayang banget sama kakak. Dava yakin itu," kata anak laki-laki bernama Dava dengan begitu yakin.

Anak perempuan yang bersama Dava itu adalah Diva, mereka saudara kembar. Mereka kembar tak identik. Mereka berdua adalah adik Meisya yang masih diharapkan kehadirannya oleh sang mama.

Diva memeluk Meisya dari samping lalu melepaskannya kembali. Tangan mungilnya bergerak untuk menghapus air mata Meisya.

"Diva sependapat sama Dava. Mama sama papa itu sebenarnya sayang banget sama kak Meisya. Cepat atau lambat, mereka pasti akan mengatakan kata 'sayang' untuk kakak. Kalau tebakan Diva salah, kakak boleh jewer Diva kok. Diva rela," tambah Diva.

Meisya tertawa kecil. Ternyata kedua adiknya sangat menyayanginya. Meisya benar-benar bersyukur.

"Dava juga rela dijewer sama Kak Meisya." Dava ikut memeluk Meisya.

Meisya membuka matanya saat bayangan kedua adiknya hilang. Bayangan itu terasa nyata. Meisya mengedarkan pandangannya ke sekitarnya, tapi ia tidak dapat menemukan kedua adiknya.

Setiap Meisya melakukan hal seperti ini, bayangan kedua adiknya selalu datang. Mereka selalu datang dan memberikan Meisya semangat.

Meisya ... Menyayangi mereka berdua.

---><---

Setelah Dava dan Diva datang melalui bayangan tadi, Meisya terlihat lebih bahagia. Semangatnya kembali membara untuk menyadarkan orangtuanya.

Sekarang ia sedang menyisir rambut sebahunya. Memakaikan bedak bayi dan lipstik natural yang sering digunakan anak-anak remaja seusia Meisya. Lalu menyemprotkan parfum ke tubuhnya.

MEISYA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang