Tak apa rasa sayangku tak terbalas.
- Meisya Keyrila Cheryl
---><---
Meisya turun ke lantai bawah untuk sarapan bersama. Di sana keluarganya sudah makan duluan tanpa menunggu dirinya. Ketiga kakaknya belum memulai sarapan, sepertinya mereka menunggu Meisya.
Meisya duduk di kursi tempat biasa ia duduk. Samping kanan Meisya ada kakak perempuan satu-satunya, Antartica. Di seberangnya ada Gerry. Gerry berada di tengah-tengah antara Vino dan mamanya. Di bagian tengah dari semuanya ada papanya.
"Kok kalian bertiga belum mulai sarapan?" tanya Meisya.
"Kita bertiga nungguin kamu, adik Abang Gerry yang paling ucul," jawab Gerry berdiri dan dengan susah payah mencubit pipi Meisya.
Meisya memajukan bibirnya. Gerry semakin gemas saja melihat Meisya dan mencubit pipi Meisya semakin keras.
"Aaaaa!" jerit Meisya.
Brakk
Regan memukul meja makan dengan keras. Emosinya tersulut di pagi hari seperti ini. Di saat dirinya sedang sarapan pula.
Meisya langsung menutup mulutnya. Sementara Gerry langsung duduk diam di kursinya. Raut wajah keduanya sama-sama ketakutan.
Antartica yang peka dengan ketakutan Meisya pun menggeser kursinya lalu membawa Meisya ke pelukannya.
"Kamu itu bisa diam tidak hah?! Di meja makan saja kamu masih bisa teriak-teriak seperti itu. Tidak sopan!" bentak Regan.
Meisya melepaskan pelukan Antartica. Matanya menatap ke bawah, tak berani menatap mata sang papa.
Alina mengusapi punggung Gerry yang tadi sempat ketakutan.
Sekarang mata Meisya beralih pada tangan Alina yang masih mengusapi punggung Gerry. Meisya tidak iri karena itu sudah menjadi hal biasa untuk dirinya. Meisya juga tidak heran mengapa mamanya malah menenangkan Gerry, bukan dirinya.
Sekali lagi, Alina tidak menyayangi Meisya.
Sekali lagi, Alina membenci Meisya.
Sekali lagi, Alina hanya menyayangi ketiga kakaknya, serta Dava dan Diva.
Dan sekali lagi, baik Alina ataupun Regan, tidak akan pernah bisa untuk menyayangi Meisya.
"Tunggulah di luar rumah, dan jangan mengambil secuilpun makanan yang ada di meja makan!" perintah Regan marah.
"Tapi, Pa...." Matanya sudah berkaca-kaca. Rasa takut yang tadi saja belum hilang, tapi sekarang ia sudah diusir dari meja makan.
Sebelum Meisya melanjutkan kalimatnya, Regan sudah lebih dulu memelototi Meisya. Lantas Meisya berdiri, tapi tangannya sudah lebih dulu ditahan oleh Antartica.
"Kamu bawa makan punya kakak aja, ya," tawar Antartica tersenyum.
"Anta!" Alina yang sedaritadi tak bersuara pun membuka suaranya.
Antartica langsung menatap sang mama kala mamanya membentak dirinya. Antartica tampak tidak takut sama sekali dengan bentakan mamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEISYA [TERBIT]
Teen Fiction"Papa, sepatunya kena wajah Meisya ...." "Cukup, Pa!" "Papa, Meisya kesakitan sekarang." "Meisya minta maaf." "Meisya mohon maafin Meisya ...." "Pa, kaki Meisya perih ...." "Tangan Mei juga perih, Pa." "Meisya gak akan bolos lagi, Pa. Meisya janji."...