(2) Prolog : Remorse

531 103 1
                                    

"Nona. Kamu dipanggil oleh Kakek." Langkahnya berhenti, kemudian saling menatap satu sama lain. Yerinicka mengangguk, "tanpa kau beritahu pun, aku sudah tahu." Jung Jane—Adik tirinya tersebut hanya mengangkat sebelah alis, kemudian ikut mengangguk. "Ya, benar, alasan 'Putri yang terkurung dalam kamar' keluar seperti ini tujuannya pasti itu. Baiklah, sampai jumpa, Kakak-ku." Penuh dengan sindiran dari kata-katanya, namun Yerinicka terlampau tak peduli.

Dia kembali melanjutkan langkahnya, melewati Jane yang menatapnya dengan pandangan kesal—merasa kehadirannya tidak dianggap oleh sang Kakak. Apalagi dia ingin melihat bagaimana Yerinicka memaki, dan menatapnya penuh kebencian. Namun nihil, membuat Nona muda pertama Jung itu untuk marah, butuh pengorbanan besar. Hingga orang-orang jahat berpikiran dangkal seperti mereka sudah merasa bosan lebih dulu.

Langkahnya tak menentu, terkadang dia seperti patung berjalan yang sangat kaku. Beberapa maid sempat membungkuk hormat kala bertemu dengannya. Seolah hanya ia sendirian, sama sekali tidak menunjukkan senyum atau sekedar melirik, Yerinicka hanya menatap lurus ke depan. Tanpa melirik kanan dan kiri. Ia berhenti sejenak, tepat dihadapkan oleh pintu ruangan dihadapannya, sebelum dua pelayan pria membuka kan pintu besar tersebut untuknya.

Benar, ruangan sang Kakek, pertama yang ia lihat hanyalah sebuah meja dengan kursi, lalu beberapa tumpukan buku yang berada di atasnya. Rak-rak berisikan buku tersusun rapi, harum ruangan yang sangat khas. "Di sini." Dia menoleh, ke samping kanan, tepat di mana Kakeknya tengah duduk bersandar diatas sofa, seraya mengangkat salah satu kaki ke kaki yang lainnya. Salah satu tangan yang bersandar diatas sandaran sofa, dan tangan yang lain tengah memegang gelas kecil—bisa dibilang itu adalah segelas wine. Ketika salah satu botol berdiri diatas meja.

Dengan satu helaan napas, mengubur rasa gugup yang berada didalam benaknya. Yerinicka melangkah, berdiri tepat di hadapang Tuan Jung. Pria berumur itu menepuk sofa disampingnya, seolah meminta keturunan dari Anaknya tersebut untuk duduk di sana, di sampingnya.

Tanpa menolak maupun berkata, gadis itu kembali mendekat dan bersimpuh disampingnya. "Aku dengar, Kakek memanggilku. Ada apa?" Tidak suka terlalu berbasa-basi, apalagi dengan menanyakan kabar seperti yang lainnya. Jelas sekali Jung Yang Sook sendiri tahu, Yerinicka buka tipe orang yang terlalu ingin diperhatikan—sangat sama seperti Ayahnya.

"Bukan hal lain. Aku tidak ingin kau marah, tapi ini memang yang harus kulakukan untukmu. Kemarin malam, aku mempertaruhkan sesuatu untuk menang," dia berdiri kemudian berjalan mendekat kearah salah satu rak buku, "tapi maaf, aku kalah. Dan aku menyesal telah mempertaruhkan hal besar yang membuatmu—"

"Aku mengerti ke mana arah pembicaraan ini," Yerinicka menyela, tatapan kosongnya menatap sang Kakek dengan serius, "seperti yang kau pikir dan inginkan. Aku hanyalah Anak baik yang selalu menurut, sama seperti kejadian tahun lalu, ketika Kakek memintaku bertunangan dengannya." Tidak tahan untuk diam, akhirnya dia memilih untuk berbicara dengan seenaknya. Tipikal Anak penurut namun juga pembantah secara bersamaan.

Persetan dengan rasa penyesalan. Yang Sook berbalik, menatap Yerinicka tanpa ada penyesalan yang ia katakan beberapa detik lalu. Terlalu banyak tipu daya, hingga Jung Yerinicka sudah sangat kenal luar-dalam strategi orang-orang penghuni rumah ini. Penuh kepalsuan, licik, dan kejam.

Jikalau kejadian tahun lalu—ketika Tunangannya pergi meninggalkan dunia ini,  tidak terjadi, mungkin Yerinicka sendiri tidak akan terjebak dalam situasi yang sama. Memuakkan, namun sangat sulit untuk dibantah. Ia baru sadar, ternyata ini tujuang sang Kakek mempertahankannya didalam rumah ini. Untuk menjualnya.

Selepas kemarin Kakek dari pihak Ibunya datang ke kediaman mereka—untuk membawa Yerinicka pulang, namun dengan lantang sang Kakek membentangkan kedua tangan. Menghalangi apa yang membuat rencananya hancur untuk terjadi. Sama seperti orang-orang yang mudah dikelabui, dia seperti boneka, namun bedanya ia adalah boneka yang memiliki harga 'mahal' dengan balutan kain berkelas.

Setelah Ibunya yang mati dengan penuh kejanggalan, apakah kali ini dia yang menjadi target selanjutnya? Kematian penuh tanda tanya. Yerinicka jelas tidak menolak dengan menerima semua perlakuan buruk dan tidak adil dari dalam rumah ini. Apalagi dengan memiliki niat untuk pergi angkat kaki—seperti Adik angkatnya dahulu, Jung Areuna saat mereka sama-sama berusia tujuh belas tahun.

Dahulu, yang mengerti dirinya hanya Jung Areuna. Tanpa memiliki hubungan darah, namun sang Ibu yang menyayangi keduanya tanpa membeda-bedakan satu sama lain. Namun, ketika tragedi itu terjadi, Areuna merasakan ke-tidak adilan terhadapnya. Gadis itu masih memiliki kesempatan untuk berontak, bergerak untuk tidak terjebak dan terkunci didalam kesengsaraan.

Pada malam itu, ia meraung, meminta maaf dan memeluk Yerinicka erat. Setelahnya, pagi adalah saksi bisu yang membuatnya mengingat Areuna, yang telah pergi meninggalkannya jauh. "Baiklah. A-aku akan mengirimmu besok pagi ke kediaman mereka. Calon Suamimu," ucapnya dengan mendekat, berniat memeluk sang Cucu kedekapannya. Namun kalah telak, Yerinicka lebih dulu berdiri. "Kalau begitu, aku pamit undur diri dari sini, Kakek. Sampai jumpa di meja makan malam nanti."

Selepasnya, tanpa mendengar apapun yang akan keluar dari mulut penuh kebohongan tersebut, dia melangkah meninggalkan ruangan tersebut. Tapi tentu saja, banyak hal yang ia benci di rumah ini. Termasuk tidak sengaja bertemu dengan wanita iblis dihadapannya secara langsung. "Selamat sore, Madam." Aein tersenyum sinis, kemudian mengibarkan kipasnya ke depan wajah. "Minggir, aku ada urusan dengan Kakekmu."

Yerinicka mengangguk patuh, sedikit menyingkir memberikan jalan. Meski tanpa ada embel-embel 'Ibu' untuk dia memanggil, tapi dia masih menjadi bagian keluarga Jung saat ini. Tentu bersikap patuh layaknya seorang Anak penurut masih diperlukan.

Besok. Besok adalah di mana semuanya akan dimulai. Hidup dengan penuh tanda tanya seolah mempermainkan dirinya. Jung Yerinicka tidak tahu siapa yang akan menjadi pasangannya. Tua atau muda, tampan atau tidak, kalangan atas atau orang biasa. Hanya satu yang menjadi titik terang, bagaimana pun kondisi pria itu nanti, dia tetaplah boneka yang tidak diizinkan untuk membantah dan menolak.

"Bagaimana bisa Ayah menyerahkan gadis itu kepada keluarga Hwang? Itu tidak pantas untuknya, aku sudah menunjuk dia sebagai tunangan Jane nanti!"

Suara perbincangan keduanya masih terdengar. Birama dialognya yang menaikkan nada suara, berteriak. Yernicka hanya diam, tapi tak berselang lama kembali melangkah, meninggalkan pintu ruangan tersebut. Hwang ... Entah siapa dia, tapi sepertinya sangat berharga. Hingga Jung Aein menunjuknya sebagai tunangan masa depan Jane.

Pada akhirnya, ia akan pergi. Meninggalkan semua kenangan, rasa khawatir, takut, gugup, dan waspada akan segera menghilang. Tapi hidup seakan permainan, yang membawa perasaannya seperti roller coaster naik dan turun.

[]

Remorse ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang