#15 - All Silent

1.1K 198 11
                                    

Dana melempar tasnya ke atas meja begitu tiba di kelas. Beruntung, cowok itu tidak telat kali ini. Entah mengapa pertengkarannya dengan Mara semalam di rumah cewek itu membuatnya ingin cepat-cepat pulang dan membanting tubuh ke atas ranjang. Memilih tidur untuk jadi pemberhentian terakhirnya malam itu. dan beruntung pula ia bisa bangun lebih pagi dari biasanya yang kesiangan.

Mara... Mara... Mara....

Cewek yang mengaku sendiri bahwa kedekatan mereka adalah ancaman. Cewek yang mengaku sendiri bahwa dia telah diancam dan sebagai macam hal lainnya. dan Karina, cewek yang lumayan dekat dengan Dana dan tak bisa dipercaya melakukan itu.

Bagaimana Dana bisa percaya kalau Karina sendiri selalu memasang tampang baik di depannya. Dan mungkin saja sudut pandang setiap orang berbeda. Contohnya Mara, dari sudut pandang cewek yang dibully habis-habisan ia akan menjelek-jelekkan Karina sebagaimana perlakuan cewek itu terhadapnya. Dan Dana? Ia tak tahu menahu tentang itu, dan ia perlu bukti tentunya.

Dan mungkin hari ini ia akan mencoba menguak bukti tersebut hingga benar-benar terjelaskan.

Dana terkesiap ketika merasa tepukan pelan di lengan, ia menengok ke arah Genta yang ternyata member isyarat bahwa guru mereka telah datang.

"Yang lagi pake jaket, lepas jaketnya. Yang pake headset, lepas. Yang pegang handphone, simpen. Kalian cukup siapin kertas selembar di atas meja dan satu alat tulis berupa pulpen. Selebihnya, simpen di tas."

Dana mendesah. Ia melepas jaketnya dan disampirkan pada kepala kursi, lalu duduk di sana dan menyeder sampai ke tembok. Sementara Genta duduk di sebelahnya, cowok itu merobek dua lembar kertas dari bukunya untuk Dana dan dirinya.

Dan ulangan dadakan pun dimulai.

-o-

"Di catet ya, nanti ulangan akhir Sosiologi lima belas soal keluar dari materi ini. dan jangan lupa akhir jam pelajaran nanti ada tes lima soal. Jadi sambil kalian nulis, sambil dihapalkan," ujar guru mata pelajaran Sosiologi tersebut setelah menerangkan apa yang berada di papan tulis.

Mara membuka tempat pensilnya dan mengambil sebuah pulpen dari sana. Lalu melirik pada papan tulis, sambil menekan ujung pulpen teratas hingga menimbulkan bunyi yang khas. Menghapal beberapa kalimat dari sana, ia menuliskannya dengan tinta di atas buku tulis putih bergaris horizontal itu. lantas dahinya mengernyit ketika menemukan pulpennya tidak berfungsi semaksimal mungkin, hanya beberapa kata yang terlihat, di kata selanjutnya warna tinta tersebut mengabur. Tintanya habis.

Ia mendesah pelan. lantas berniat mengambil pulpen lainnya dari tempat pensil, namun kernyitan di dahinya bertambah ketika tak menemukan apa yang ia cari. Yang ada hanya pensil mekanik kesayangannya yang isinya juga habis, penggaris, dan penghapus. Hanya sebatas itu. isi tempat pensilnya tak berarti apa-apa.

Lalu ia harus menulis dengan apa?

Mara menggigit bibir. Tak tahu harus bagaimana, cewek itu merasa enggan untuk meminjam. Atau mungkin harus meminjam. Dan tiba-tiba saja satu pikiran terlintas di benaknya.

Mara menggeleng secara mental, langsung saja sekelebat bayangan ketika malam singkat pertengkarannya dengan Dana muncul dalam otaknya. Menari-nari bagaikan teror, terlebih kata-kata Dana yang sangat menohoknya hingga ia tak tahan menampar cowok itu. Tentang dirinya yang tak mau mencoba untuk berteman sama sekali. Atau... trauma untuk berteman. Atau... alasan-alasan lain dibalik itu.

Mara mendengus. Kenapa pikiran-pikiran aneh muncul sementara yang ia butuhkan hanyalah sebuah pulpen untuk mencatat?

Mara tak butuh membuang-buang waktu sementara banyak hal yang harus ia lakukan. Tiba-tiba saja tangannya terangkat untuk menepuk pundak seorang cewek berambut hitam sebahu yang duduk di depannya.

TrustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang