Trust x 21.

105K 8.3K 211
                                    

Sesuatu memberatkan tubuh bagian kirinya, Dana mengerjap perlahan. Ia menyadari seseorang masih berada di sana, tertidur pulas, menenggelamkan wajah cantik itu di pundaknya. Dana memalingkan wajah sambil menutup mulutnya yang menguap, lalu kembali, cowok itu menggerakkan tubuh sedikit—tanpa ingin mengganggu tidur dari cewek di sebelahnya—mencari posisi yang pas karena berjam-jam tidur dengan posisi sebelumnya cukup membuat lehernya sakit.

Ia berpaling, menatap Mara yang masih memejamkan matanya damai. Cewek itu benar-benar terlihat damai, satu tangannya memeluk sebelah lengan Dana seakan tak mau pergi dari sana. Dan hal itu jelas membuat Dana tersenyum, ia menggerakkan jari-jarinya menelusuri wajah Mara, menyibakkan anak rambut yang menghalangi penglihatan keseluruhan wajah cewek itu.

Dana tersenyum lagi. setidaknya hal yang dilalui semalam cukup membahagiakan baginya. Bagian satu hal yang tak ia sesali dan kebanggaan dirinya yang merasa dipercaya dari cewek yang tertidur di pundaknya. Dana merasa seakan tak ada lagi penghalang bagi mereka berdua untuk berpisah, saling mejauh, dan berbagai macam hal-hal yang tak ia inginkan.

Ia mengingat kembali percakapannya dengan Sania, wanita itu mengatakan ada saatnya bahwa Mara percaya pada seseorang. Dan wanita itu juga pikir Dana-lah orangnya, namun jelas dengan apa yang mereka lalui sebelum-sebelumnya, kalimat dari Sania belum bisa ia percaya. Yang ada malah membuatnya semakin merasa menciptakan suatu hubungan dengan Mara adalah hal yang mustahil, membuatnya berpikir bahwa seharusnya ia tak perlu memulai segala hal hingga terjadi suatu perkenalan antara dirinya dengan Mara. yang tentunya hanya diawali dengan rasa penasaran, yang jelas-jelas hanyalah main-main. Hingga membuatnya berpikir untuk menyudahi segala hal sampai sana saja.

Namun sesuatu seakan mengganjal, Dana merasa ada sesuatu dari Mara yang membuatnya seakan tertarik magnet berkekuatan tinggi hingga ia selalu menghampiri cewek itu. selalu merasa bahwa... Mara adalah tempatnya berpulang.

Ia mencontohkannya dengan kejadian semalam, sebelumnya, sebelumnya, dan kejadian sebelumnya lagi.

Dan beruntung, hari ini adalah hari minggu. Ia tak perlu membangunkan tidur damai Mara hanya agar cewek itu tak ketinggalan pelajaran.

Dana buru-buru menarik jari-jarinya ketika merasakan pergerakkan dari Mara. cewek itu menggeliat pelan, Dahinya mengernyit, dan tepat saat itu juga ia membuka mata. Menemukan dirinya memeluk lengan dari Dana membuatnya buru-buru melepaskannya. Mara menggeser tubuh sedikit menjauh, membuat Dana memperhatikannya detail. Mara menyelipkan rambut ke balik telinga, lalu memeluk kedua lengannya sendiri. ia melirik Dana.

"Pagi."

Mara mengerjap mendengar sapaan hangat Dana dengan ulasan senyum kecil. Ia terdiam, namun sedetik kemudian menarik satu garis bibir ke atas membentuk senyuman. "Pagi," balasnya lalu balik menatap ke arah lain sambil menggigit bibirnya sendiri dengan gugup.

Hening beberapa detik menyelimuti mereka hingga satu hal menginterupsi. Suara bel rumah menggema ke seluruh ruangan membuat Mara lantas dengan spontan memandang pintu kamarnya yang terbuka sedikit. Ia mengernyit pelan, lantas buru-buru turun dari atas ranjang dengan otaknya yang memutar pikiran untuk mengingat siapa yang membuat janji untuk datang ke rumahnya di pagi hari seperti ini. satu nama terlintas di benaknya, ia ingat siapa yang setiap pagi datang ke rumahnya, tidak ada lagi selain Bude Sri.

"Siapa?"

Mara menoleh ke belakang, melihat Dana yang juga mengekorinya.

"Nggak tau. biasanya Bude Sri," jawabnya tanpa peduli Dana kenal ataupun tidak. Ia lantas membuka pintu rumah, dan matanya membola dengan perasaan kaget ketika melihat siapa yang berada di luar sana. Seorang wanita yang berdiri dengan senyuman yang tiba-tiba luntur ketika melihat seseorang di belakang Mara. Bukan Bude Sri, bukan pula Sania.

TrustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang