#19 - Home?

1.3K 176 11
                                    

Dana menghempaskan kepalanya sekali lagi ke belakang, lagi-lagi menyender pada sandaran kursi yang keras di belakangnya sambil mendesah panjang dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada. Kedua matanya memandang lurus pada apa yang terjadi di hadapannya, dua orang yang sedang berbincang, kakaknya dan seorang polisi yang tak Dana pedulikan siapa namanya.

Hingga keduanya berjabat tangan. "Makasih ya Pak," begitu ucap Tamara, dan begitu pula setelah itu sang polisi mengangguk lalu membiarkan kakak beradik itu dalam satu ruangan.

Dana mengangkat kepalanya ketika Tamara menatapnya. Dana di matanya tak lepas sebagai cowok berandal yang seakan sedang mencari perhatian. Apalagi dilihat dari penampilan cowok itu sekarang, seragam putih abu-abu yang bahkan kotor dan robek sana sini, wajah memar dimana-mana tak lepas dari secercah darah di sudut bibir dan hidung. Dana mengganggu waktunya dengan hal-hal tak berguna seperti apa yang cowok itu lakukan. Selalu merepotkan, dan tak jelas alasan Dana melakukan hal ini.

Tamara menghela napasnya kasar, ia menoleh pada meja di dalam kantor yang mana di atasnya berada barang-barang yang tergeledah dari tas Dana. Tak ada senjata tajam di sana, sebatas buku-buku yang masih kinclong alias tak tersentuh, charger, kunci mobil. Dan ya, kunci mobil tersebut Tamara ambil dan dimasukkannya ke dalam tasnya.

Dana lantas bangun dari senderannya, menatap Tamara tak terima.

Tamara menggedikkan kepala ke luar ruangan. "Ayo pulang," ucapnya setelah itu keluar dari sana tepat dimana cowok-cowok semacam Dana banyak ditemukan, yang sama-sama berandal.

Dana buru-buru membereskan tas beserta isinya. Cowok itu lantas keluar dengan kesal, tak menghiraukan sekitar yang menatapnya iri karena bisa bebas begitu mudah. Dana menarik lengan Tamara ketika dengan cepat cowok itu mengikuti langkah cepat kakaknya ke parkiran.

"Ngapain kunci mobil diambil?!"

Tamara menatapnya dengan kening berkerut, raut wajahnya sebal menahan amarah. "Ngapain? Kamu pikir ngapain?" tanyanya, "Ya buat hukuman kamu lah."

"Tapi nggak kunci mobil! Nggak bisa!"

"Oh Dana kamu salah ngertiin berarti? Tentu kakak bisa ngambil apa aja dari kamu termasuk mobil kamu, emang kamu pikir siapa yang kasih kamu mobil?" jawab sekaligus tanya Tamara. "Kamu malu-maluin tau nggak!" ucapnya lagi, tangannya mengepal erat. "Kamu pikir apa sih yang bisa kamu dapet dari ngelakuin hal bodoh kayak gini? Masih untung kamu selamat, Dan, kalo enggak kamu mati di sana!"

"Kakak harap ini yang pertama sekaligus yang terakhir ngeliat kamu masuk kantor polisi. Dan tentunya yang terakhir ngeliat kamu tawuran," ucap Tamara lagi, ia pun mulai berbalik untuk membuka pintu mobilnya. "Masuk mobil!"

Dana mendecak, ia menggeleng kasar lantas pergi sejauh mungkin membuat Tamaran melotot kesal melihat itu. Dan Dana tak menghiraukan teriakkan-teriakkan khas wanita yang memanggil namanya dengan embel-embel pertanyaan ia akan pergi kemana.

Cowok itu tak menjawab, lantas mempercepat langkahnya tepat pada halte yang berada tak jauh dari kantor polisi. Dan suatu kebetulan yang pas, sebuah kopaja muncul bersamaan dengan orang-orang yang menunggu di halte memasuki kopaja tersebut. Begitu pula dengan Dana, ia naik tanpa peduli namanya dipanggil-panggil atau bahkan Tamara mengejarnya sampai ke halte. Dan Dana benar-benar terbebas ketika mobil itu telah jalan. Atau mungkin hanya untuk kali ini, karena di kali berikutnya ia tak mungkin sebebas ini. Tamara tak akan membiarkannya lolos begitu saja.

Dana mendesah napas lega, cowok itu mulai memasuki kopaja dengan melirik kanan-kiri mencari tempat duduk yang kosong. Dan beruntung, kopaja tersebut tak seramai ketika siang ataupun pagi hari. Cowok itu bisa mengistirahatkan badannya yang sakit-sakit tanpa perlu berdiri hingga ke tempat tujuan.

TrustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang