#18 - Arrested

1.3K 167 20
                                    

Mara melangkahkan kakinya cepat. Dan ia membasahi bibirnya gugup, pasalnya, kali ini dirinya berupaya untuk menemui orang yang bahkan ia minta untuk menjauhinya. Seakan-akan cewek ini tak memegang janjinya kuat-kuat, terlalu banyak omong tapi tak ada bukti. Mara menggeleng mengusir pikiran-pikiran anehnya. Ia tetap melangkah, namun seketika berhenti ketika berada tepat di depan kelas XII IPS 4 yang merupakan kelas Karina. Meskipun cewek itu jelas-jelas telah mengatakan tidak akan mencampuri urusannya lagi, Mara masih punya perasaannya sendiri untuk merasa tak enak hati. Apa lagi kali ini, ia yang menghampiri, seperti beberapa waktu lalu yang membuat Karina naik pitam dan membullynya dengan parah.

Dan Mara merasa aman ketika tak menemukan Karina di dalam kelasnya, dari sudut manapun di dalam kelas, cewek itu tak terlihat. Dan ia pun melangkahkan kakinya lagi, maju beberapa langkah hingga sampai tepat di kelas yang ia cari—atau tepatnya kelas dari orang yang ia cari.

Ia melihatnya, cowok itu di dalam kelas dengan perbincangan para cowok-cowok tentang praktek seni dan satu gitar di tangannya. Dan seingat Mara, kelas Dana mengambil ansambel sebagai tugas praktek mereka.

"Gue nyanyi dah entar." Ucap salah satu dari mereka tiba-tiba.

"Dih elo? Suara lo jelek."

"Dana aja sih."

"Dana apa lagi. Kagak bisa nyanyi dia mah, tawuran baru bisa."

"Nggak ada nyanyi, bego. Ansambel mana ada yang nyanyi!"

Mara terkekeh pelan mendengar itu, lalu ia mengambil napas. Dan matanya hampir melotot ketika melihat salah satu cowok dari sana yang dikenal bernama Genta menyadari keberadaannya. Cowok itu menatapnya terdiam sebentar, lalu secara perlahan ia menolehkan wajah pada Dana dan menyenggolkan lengannya pelan, bermaksud agar Dana menyadarinya juga. Dan setelah Mara ditunjuk, Dana pun melihat cewek itu berdiri di depan pintu.

Sedikit terkejut, namun cowok itu menyamarkan. Dana bangkit dari duduknya di atas meja, menyerahkan gitarnya pada Genta, lalu ia melangkah mendekati Mara di pintu.

"Nyari siapa?"

Raut wajahnya yang seakan tak peduli dan nada suaranya yang datar cukup membuat Mara tersentak. Cewek itu membasahi bibir, mengambil napas perlahan dan menjawab, "elo."

"Mau ngapain?"

"Mau ngomong sama lo," jawab Mara, ia menatap ke dalam kelas Dana yang kini setiap mata memandang mereka. "Tapi yang pasti nggak di sini."

Dana terdiam sebentar, namun sesaat kemudian cowok itu menarik pelan lengan Mara untuk keluar dari kelasnya berarah pada koridor ujung yang jauh dari kelasnya, ke sebelah, tepat di depan kelas-kelas kosong yang tak terpakai.

Mara memperhatikan sekitar, takut sampai ada yang melihat atau malah menguping pembicaraan mereka. Dan Dana menyadarinya.

"Nggak ada yang denger juga, kita jauh dari kelas-kelas."

Mara terkesiap, lalu ia berdehem pelan.

"Lo ngancem Karina?"

Dana menaikkan alisnya, menunggu kata selanjutnya.

"Lo ngancem Karina buat minta maaf sama gue?"

"Terus?"

"Dan lo bilang kalo dia nggak minta maaf dia bakal dikeluarin dari sekolah?"

Dana mengernyit sekilas, lalu mengangguk. "Iya."

"Dia minta maaf sama gue kemarin sore, khusus dateng ke rumah gue," ucap Mara.

"Bagus kalo gitu," jawab Dana. "Terus apa lagi?"

"Bisa nggak sih lo nggak ngejawab dengan ngeselin kayak gitu?" tanya Mara kesal, kedua alisnya bertautan. "Kenapa lo ngomong gitu sama Karina? Lo ngancem Karina seakan-akan lo yang punya sekolah tau nggak?"

TrustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang